Cerita di Balik Gereja Katolik Tertua di Bali: Perpaduan Iman dan Budaya

Badung

Cerita di Balik Gereja Katolik Tertua di Bali: Perpaduan Iman dan Budaya

Agus Eka Purna Negara - detikBali
Rabu, 25 Des 2024 15:53 WIB
Gereja Katolik Tritunggal Mahakudus di Desa Tuka, Dalung, Bali, Rabu (25/12/2024).
Gereja Katolik Tritunggal Mahakudus di Desa Tuka, Dalung, Bali, Rabu (25/12/2024). (Foto: Agus Eka/detikBali)
Badung -

Di sudut tenang Desa Tuka, Dalung, Kuta Utara, Badung, berdiri megah Gereja Tritunggal Mahakudus. Gereja ini bukan sekadar tempat ibadah umat Katolik, tetapi juga saksi sejarah panjang interaksi budaya dan iman di Bali.

Dengan usia yang mencapai 87 tahun, katedral ini memiliki daya tarik unik melalui arsitekturnya yang kental dengan nuansa Bali.

Desa Tuka dikenal sebagai desa pertama di Bali yang menerima ajaran Katolik. Tokoh masyarakat setempat, I Gusti Ngurah Bagus Kumara, mengisahkan bahwa leluhur mereka yang sebelumnya beragama Hindu mulai memeluk Katolik pada awal abad ke-20.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pada tahun 1937, umat Katolik di Tuka membangun sebuah gereja kecil yang sederhana di sebelah barat desa, dengan bantuan seorang Hindu bernama I Gusti Made Rai Sengkug dari Banjar Pendem, Dalung.

"Beliau seorang asli Hindu," tutur Ngurah Bagus Kumara, ditemui di gereja, Rabu (25/12/2024).

ADVERTISEMENT

Namun, pada tahun 1983, gereja ini dipindahkan ke lokasi baru di timur desa. Relokasi ini tidak hanya memberikan ruang yang lebih luas tetapi juga menjadi momen penting untuk merevitalisasi arsitektur gereja dengan konsep khas Bali. Bangunan baru diresmikan pada tahun 1987 oleh Gubernur Bali saat itu, Ida Bagus Mantra.

Inspirasi dari Pura Besakih

Dalam proses perancangan gereja baru, tokoh-tokoh Tuka terinspirasi oleh keindahan dan kekuatan simbolik Pura Agung Besakih di Karangasem.

"Dulu kami memutuskan bangunan gereja ini harus benar-benar yang bernilai Bali kuat. Dari sekian yang ada, di mana yang pas. Corak bangunan khas apa yang cocok. Lalu kami berpikir untuk mengadopsi gaya wantilan," ujar pria yang saat ini sedang menyusun buku tentang sejarah kekatolikan di Bali.

Mereka ingin bangunan gereja ini mencerminkan identitas Bali. Ide untuk mengadopsi desain wantilan - bangunan tradisional Bali yang biasa digunakan untuk pertemuan - menjadi landasan utama desain gereja.

Gereja Katolik Tritunggal Mahakudus di Desa Tuka, Dalung, Bali, Rabu (25/12/2024).Bagian altar gereja Tritunggal Mahakudus Tuka yang kental nuansa Bali. Foto: Agus Eka/detikBali

Atap gereja dibuat tinggi berbentuk limas segi empat menyerupai wantilan, sementara pintu masuknya dirancang dengan gaya angkul-angkul Bali lengkap dengan dua pintu kecil di kiri dan kanan.

Bagian tengah gereja diperkuat oleh pilar-pilar kayu berukir yang di Bali dinamai adegan. Jumlahnya 41 tiang, ditambah empat tiang beton besar sebagai penopang utama. Bangunan dirancang terbuka menyesuaikan konsep wantilan Bali. Secara keseluruhan, bangunan ini mampu menampung lebih dari 500 orang.

Keindahan dan Makna Filosofis

Bagian altar gereja dihiasi dengan ukiran kayu dan dinding dari bata merah serta batu padas. Sebuah pintu kayu di altar menjadi akses menuju ruang penyimpanan benda-benda sakral seperti salib dan tabernakel, yang memiliki fungsi serupa dengan gedong pasimpenan dalam tradisi Hindu Bali.

Di atas altar, terdapat aksara Bali bertuliskan 'Ene anggan manira, ene rah manira' yang berarti 'Inilah tubuhku, inilah darahku.'

Ngurah Bagus Kumara, yang kini tengah menyusun buku tentang sejarah kekatolikan di Bali, menjelaskan bahwa ungkapan ini menekankan ketulusan dan pengorbanan, nilai-nilai yang dijunjung tinggi dalam iman Katolik maupun budaya Bali.

Natal dengan Nuansa Adat Bali

Pada perayaan Natal tahun ini, suasana khidmat terasa menyelimuti Gereja Tritunggal Mahakudus. Yang menarik, banyak umat Katolik di Tuka tetap mengenakan pakaian adat Bali saat beribadah.

Menurut Ngurah, tradisi ini bukan sekadar bentuk penghormatan terhadap leluhur tetapi juga simbol kecintaan terhadap budaya.

Ibadah Natal di gereja Paroki Tritunggal Maha Kudus, Tuka, Dalung, Kuta Utara, Badung, berjalan khidmat, Senin (25/12/2023).Ibadah Natal di gereja Paroki Tritunggal Maha Kudus, Tuka, Dalung, Kuta Utara, Badung. (Foto: Agus Eka Purna Negara/detikBali)

Pemakaian udeng melambangkan penjernihan pikiran, sementara kamen yang dilipat dengan kancut melambangkan penghormatan terhadap ibu pertiwi.

"Bentuk hormat terhadap ibu pertiwi dikuatkan dengan kancut yang dibentuk mengerucut ke bawah saat melipat kamen. Nilai-nilai itu yang kami tanamkan," jelas Ngurah.

Hiasan khas Bali seperti gebogan dan penjor pun turut memperindah gereja, mencerminkan kebahagiaan dan suka cita menyambut kelahiran Yesus Kristus. Dengan perpaduan iman dan budaya yang begitu harmonis, Gereja Tritunggal Mahakudus Tuka tak hanya menjadi tempat ibadah tetapi juga simbol keberagaman yang kaya makna.




(dpw/dpw)

Hide Ads