Mengenal Sedaan, Pemuka Agama Wanita yang Bisa Pimpin Upacara di Tianyar

Karangasem

Mengenal Sedaan, Pemuka Agama Wanita yang Bisa Pimpin Upacara di Tianyar

Ni Komang Nartini - detikBali
Senin, 02 Des 2024 14:13 WIB
Sedaan saat memimpin upacara mecaru di Desa Tianyar Barat, Kecamatan Kubu, Karangasem, Selasa (13/02/2024). (Ni Komang Nartini/detikBali)
Foto: Sedaan saat memimpin upacara mecaru di Desa Tianyar Barat, Kecamatan Kubu, Karangasem, Selasa (13/02/2024). (Ni Komang Nartini/detikBali)
Karangasem -

Upacara umat Hindu di Bali umumnya dipimpin pemangku (pemuka agama laki-laki). Namun, situasi berbeda ada di Desa Tianyar Barat, Kecamatan Kubu, Karangasem. Pelaksanaan upacara agama di sana lebih dominan dipimpin pemuka agama perempuan (sedaan).

Meskipun Desa Tianyar Barat memiliki pemuka agama laki-laki (pemangku), masyarakat sebagian besar memilih sedaan untuk memimpin upacara keagamaan. Lalu apa yang membedakan antara pemangku dan sedaan.

Perbedaan Pemangku dan Sedaan

Pemangku dan sedaan merupakan pemuka agama umat Hindu yang bisa memimpin jalannya upacara keagamaan. Selain perbedaan secara gender, menurut kepercayaan masyarakat Desa Tianyar Barat, pemangku ditugaskan untuk memimpin upacara di pura-pura atau yang sifatnya Dewa Yadnya (persembahan kepada Tuhan). Sedangkan sedaan, dominan memimpin ritual di rumah-rumah masyarakat setempat, seperti upacara abulan pitung dina (satu bulan tujuh hari), naur sesangi (membayar kaul), otonan, tiga bulanan serta mecaru.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kepercayaan Masyarakat dengan Sedaan

Dalam pandangan masyarakat setempat, pemilihan Sedaan untuk memimpin upacara diyakini memiliki kekuatan spiritual yang besar. Masyarakat Desa Tianyar Barat meyakini saat upacara berlangsung, leluhur dapat memasuki badan Sedaan, sebuah kepercayaan yang dikenal sebagai ngengsap (kerauhan). Hal ini memungkinkan para keluarga untuk berkomunikasi dengan leluhur melalui Sedaan dan sesajen yang mereka persembahkan diyakini diterima dengan baik oleh leluhur.

Contoh Ritual

Dalam upacara abulan pitung dina (satu bulan tujuh hari) setelah kematian seseorang, biasanya masyarakat setempat akan mengundang sedaan untuk memimpin jalannya upacara. Saat upacara berlangsung, roh orang yang sudah meninggal akan memasuki badan kasar sedaan (ngengsap). Roh yang sudah meninggal akan berkomunikasi dengan pihak keluarga mengenai penyebab kematian, sudah tenang di alam sana atau ada kekurangan upacara serta hal lain yang ingin keluarga tanyakan. Komunikasi ini akan menjadi momen haru pagi keluarga.

ADVERTISEMENT

Pembuktian Kebenaran Sedaan

Proses pembuktian leluhur telah memasuki badan Sedaan juga dilakukan dengan cermat oleh keluarga yang memiliki upacara. Salah satu cara adalah dengan menggosokkan dupa pada kaki Sedaan. Jika kaki tidak terbakar atau terluka, hal itu dianggap sebagai bukti leluhur telah memasuki badan Sedaan. Namun, jika terjadi sebaliknya, Sedaan dianggap tidak jujur.

Proses Mengundang Sedaan

Proses mengundang Sedaan merupakan sebuah ritual yang sarat makna. Pihak keluarga datang ke rumah Sedaan beberapa hari sebelum upacara dengan membawa beras dan canang dalam satu wadah, dalam sebuah tradisi ini disebut naksu. Kemudian, pada hari H, Sedaan dijemput kembali oleh keluarga. Proses penjemputan ini disebut ngulem.

Setelah upacara selesai, Sedaan kembali pulang dengan membawa beras yang berisi uang atau disebut baas pipis. Keluarga juga memberikan banten peras yang berisi daging ayam sebagai ucapan terima kasih atas jasa Sedaan dalam memimpin upacara.

Setiap daerah dan masyarakat tentu memiliki keunikan serta kepercayaan masing-masing akan tradisi ya detikers. Perbedaan dan keunikan kepercayaan ini membuat Indonesia menjadi makin indah. Apakah di daerahmu ada kepercayaan unik juga detikers?

Artikel ini ditulis oleh Ni Komang Nartini, peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.




(dpw/dpw)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads