Tradisi Siat Pandan: Warisan Budaya Bali yang Sarat Makna

Tradisi Siat Pandan: Warisan Budaya Bali yang Sarat Makna

Ni Wayan Santi Ariani - detikBali
Jumat, 04 Okt 2024 23:00 WIB
Dua warga saling menyerang dengan daun pandan berduri saat Tradisi Perang Pandan di Desa Tenganan Pegringsingan, Karangasem, Bali, Rabu (5/6/2024). Tradisi tahunan yang dilakukan warga setempat sebagai bentuk penghormatan kepada Dewa Indra atau Dewa Perang tersebut disaksikan oleh ribuan penonton dari kalangan pelajar, konten kreator, dan wisatawan mancanegara. ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo/foc.
Foto: Perang pandan. (Antara Foto/Nyoman Hendra Wibowo)
Bali -

Bali tidak hanya terkenal dengan tarian-tariannya seperti Kecak, Janger, Calonarang, dan Pendet, tetapi juga memiliki tradisi-tradisi kuno yang terjaga hingga saat ini. Salah satunya adalah Tradisi Siat Pandan atau dikenal juga sebagai Mekare-kare, yang berasal dari Desa Adat Tenganan, Karangasem. Tradisi ini unik karena peperangan yang digelar menggunakan daun pandan berduri sebagai senjata.

Sejarah Tradisi Siat Pandan

Tradisi Siat Pandan merupakan bentuk penghormatan kepada Dewa Indra, yang dalam kepercayaan umat Hindu dianggap sebagai Dewa Perang dan Kesuburan. Meskipun tidak ada sumber tertulis yang mendetail mengenai asal-usul tradisi ini, satu-satunya sumber tertulis terkait adalah dalam kitab Usana Bali (terakhir diperbarui pada tahun 1842). Kitab ini menjelaskan bahwa Siat Pandan adalah tradisi perang menggunakan daun pandan berduri sebagai senjata dan perisai tamyang untuk melindungi diri.

Makna Tradisi Siat Pandan

Tradisi ini tidak hanya sekadar warisan budaya, tetapi juga memiliki beberapa makna penting bagi masyarakat:

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

1. Makna Religius
Tradisi ini merupakan ujian ketabahan dan keberanian masyarakat dalam mengungkapkan ekspresi religius, karena "kare" berarti perang. Siat Pandan digolongkan sebagai tarian sakral yang hanya dipertunjukkan pada upacara adat desa.

2. Makna Sosial
Tradisi ini melibatkan seluruh masyarakat desa, baik tua maupun muda, yang saling bekerja sama untuk kesuksesan acara. Hal ini memperkuat interaksi dan kebersamaan dalam kehidupan sosial desa.

ADVERTISEMENT

3. Makna Ekonomi
Meskipun sakral, tradisi Siat Pandan menarik perhatian wisatawan yang ingin menyaksikan pertunjukan tersebut. Pada hari kedua pertunjukan, wisatawan diperbolehkan untuk menonton, yang berdampak pada perekonomian masyarakat setempat.

4. Makna Pendidikan
Tradisi ini mengajarkan etika dan nilai-nilai sosial tentang bagaimana menjaga hubungan yang harmonis di antara masyarakat. Setelah pertunjukan, para penari wajib mengobati luka satu sama lain sebagai bentuk solidaritas dan keharmonisan.

Sarana dalam Pagelaran Siat Pandan

Beberapa sarana yang diperlukan untuk pelaksanaan tradisi ini meliputi:

1. Daun Pandan Berduri
Hanya daun pandan dari Desa Adat Tenganan yang digunakan, karena durinya lebih mudah lepas dan tidak menimbulkan luka yang terlalu parah.

2. Perisai atau Tamyang
Perisai yang digunakan terbuat dari anyaman rotan berbentuk lingkaran, kuat, dan berukuran besar.

3. Pakaian Adat
Para penari memakai pakaian adat khas desa Tenganan, seperti kamen geringsing dan kadutan (keris kecil) yang diselipkan di belakang pinggang.

4. Gamelan
Pertunjukan ini diiringi oleh gamelan selonding, instrumen gamelan sakral yang hanya dimainkan pada saat tertentu.

Tradisi Siat Pandan adalah salah satu bentuk kearifan lokal Bali yang mengandung nilai-nilai spiritual, sosial, ekonomi, dan pendidikan yang tetap lestari hingga saat ini.




(iws/iws)

Hide Ads