Hari raya Galungan dan Kuningan memiliki keunikan tersendiri di setiap wilayah di Pulau Dewata. Salah satunya di Kabupaten Klungkung yang memiliki tradisi Kuningan, yakni tradisi nyaagang.
Tradisi nyaagang adalah prosesi upacara terakhir yang digelar setelah semua prosesi persembahyangan di Pura Dadia (keluarga) dan rumah masing-masing selesai dilaksanakan. Sarana upacara dihaturkan di depan pintu keluar pura. Sedangkan di rumah dilaksanakan tepat luar pintu gerbang pekarangan.
Seperti pantauan detikBali pada hari raya Kuningan, Saniscara Wuku Kuningan, Sabtu (11/8/2023). Seusai sembahyang, keluarga kemudian menyiapkan sarana upacara di depan pura dan depan rumah masing-masing.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jero Mangku Made Sucipta mengatakan upacara ini adalah rangkaian dari hari raya Galungan dan puncaknya pada Kuningan. "Dengan keyakinan pada hari raya Galungan, leluhur diundang untuk turun ikut merayakan bersama dan melihat semua keturunannya di dunia," jelasnya ditemui di Dadia Pulasari Desa Tegak, Klungkung, Sabtu.
"Setelah selesai upacara pada hari raya Kuningan diantarkan kembali dengan sarana upacara sesaji berupa soadaan ajengan peras pejati, yang disebut dengan nyaagang," sambungnya.
Jero Sucipta menjelaskan leluhur dihantarkan dengan sajian sarana upacara sebagai bakti dan wujud terima kasih telah hadir bersama dalam upacara Galungan dan Kuningan sebagai kemenangan Dharma melawan Adharma.
Dilaksanakan Sebelum Pukul 12.00 Wita
Setelah dari pura, warga kemudian menyiapkan sarana serupa yang lebih kecil di depan rumah masing-masing. Warga duduk bersama bersembahyang dari pukul 10.00 Wita hingga sebelum pukul 12.00 Wita. Jalan-jalan desa di Klungkung dipenuhi sarana upacara.
Salah satunya di kawasan Jalan Raya Banjar Jelantik Kuribatu, Desa Tojan, Klungkung. Terlihat tebaran sarana upacara dengan alas dulang dan warga dengan beralaskan tikar melaksanakan persembahyangan dengan dipimpin jero mangku atau kepala keluarga dalam rumah tersebut.
Salah satu warga Tojan yang memimpin upacara depan rumahnya, I Ketut Sugiana, menjelaskan tradisi nyaagang ini sudah dilaksanakan secara turun temurun di Banjar Jelantik Kuribatu, Desa Tojan, dan desa-desa lainnya.
"Dari sebelum Galungan, kami persiapkan semua sarana upacara menyambut kedatangan pitara atau leluhur, disimbolkan dengan mesoda di masing-masing pura dan merajan," katanya.
Nyaagang sebagai tanda perpisahan dan mengantarkan leluhur umat Hindu kembali ke nirwana. Tradisi ini hingga kini belum ditemukan sejarah awalnya.
Yang jelas, selesai upacara, sarana yang dihaturkan dimakan bersama di lokasi sembahyang dengan harapan ke depan diberikan berkat dan anugerah serta lindungan-Nya.
(nor/irb)