Tarif impor sebesar 19% yang diberlakukan Amerika Serikat ternyata membawa angin segar bagi ekspor perhiasan Indonesia. Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso menyebut tarif resiprokal yang diterapkan Presiden AS Donald Trump justru mendorong peningkatan ekspor produk perhiasan RI ke pasar Negeri Paman Sam.
"Setelah pemberlakuan tarif Trump ini, kita dapat tarif yang lebih kecil. Sehingga ekspor perhiasan ke AS semakin besar," ujar Budi Santoso seusai mengunjungi galeri PT Karya Tangan Indah (John Hardy Jewellery) di Mambal, Abiansemal, Badung, Selasa (29/7/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Budi, meskipun angka tarif 19% masih terlihat tinggi, Indonesia tetap menjadi negara dengan tarif terendah dibandingkan negara ASEAN lainnya. Thailand dikenakan tarif 36%, Vietnam 20%, Malaysia 25%, dan Laos bahkan mencapai 40%.
"Ekspor perhiasan kita bagus. Tidak hanya AS, tetapi Eropa juga besar. Jadi jewelry ini, ekspor kita besar, baik dari emas maupun perak," sambung Mendag Budi.
Lebih lanjut, Budi mengatakan pemerintah terus mendorong pembukaan pasar ekspor baru selain AS. Salah satu negara yang sudah dijajaki adalah Australia, yang telah menyelesaikan perjanjian perdagangan dengan Indonesia.
"Kedua ekspor tidak hanya ke AS, tapi juga ke AU karena AU sudah selesai, perjanjian sudah. Kita bisa banyak dapat 0% persen ekspor dari sana. Ini yang terus dilakukan bagaimana kita bisa membuka pasar-pasar ekspor yang baru," ujarnya.
Ia juga berharap Bali bisa mendapat limpahan produksi dari para investor. Pasalnya, dengan tarif 19% yang diberlakukan AS, investasi produksi perhiasan dapat dialihkan dari negara kompetitor seperti Thailand ke Indonesia yang lebih kompetitif.
Direktur Utama PT Karya Tangan Indah (John Hardy Jewellery), Hendarto Gunawan, menilai kebijakan tarif impor dari AS menjadi peluang besar bagi produsen perhiasan RI untuk bersaing di pasar global. Ia menyebut kemungkinan pelibatan kembali sektor UMKM dalam produksi perhiasan di Bali.
"Pak Mendag menyampaikan, jika ada peningkatan produksi perhiasan, mungkin akan bisa kembali lagi memanfaatkan UMKM di Bali. Dulu 70 persen produksi perhiasan juga melibatkan sentra kerajinan kecil di beberapa daerah, dan sisanya di produsen besar," ucap Hendarto.
(dpw/dpw)