WNA Jadi Pemandu Wisata di Bali Transaksi Via Website, Apa Iya?

Denpasar

WNA Jadi Pemandu Wisata di Bali Transaksi Via Website, Apa Iya?

Ni Made Lastri Karsiani Putri - detikBali
Jumat, 05 Mei 2023 16:50 WIB
Wisatawan menikmati pemandangan matahari terbenam dari dekat Patung Triratna Amreta Bhuwana di kawasan wisata Pantai Jerman, Kuta, Badung, Bali, Kamis (12/1/2023). Patung Triratna Amreta Bhuwana yang baru selesai pembangunannya sebagai bagian dari proyek penataan Pantai Seminyak, Legian, Kuta (Samigita) itu dibangun sebagai ikon pariwisata baru untuk menarik kunjungan wisatawan ke Pantai Jerman. ANTARA FOTO/Fikri Yusuf/aww.
HPI Bali mengeluhkan WNA yang bekerja ilegal sebagai pemandu wisata yang bertransaksi lewat website. (ANTARA FOTO/FIKRI YUSUF).
Denpasar -

DPD Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) mengeluhkan maraknya warga negara asing (WNA) yang bekerja sebagai pemandu wisata (tour guide) ilegal di Bali. Diduga, WNA itu bertransaksi melalui situs atau website.

Ketua DPD HPI Bali I Nyoman Nuarta (53) mengatakan dari laporan anggotanya, telah ditemukan kurang lebih lima situs yang dikelola oleh WNA Rusia dan China.

"Modusnya mirip-mirip. Mereka membuka website seperti travel agent dan sandi (untuk bisa masuk ke website) menggunakan sandi dari negara masing-masing yang notabene tidak bisa dibuka oleh orang Indonesia," ucapnya, Kamis (4/5/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sandi yang dimaksud, yakni nomor telepon dari negara asal tersebut.

Kemudian, website tersebut menawarkan jasa pemandu wisata, fotografer, hingga kelengkapan pernikahan di Bali.

ADVERTISEMENT

Nuarta menerangkan berdasarkan laporan anggotanya, tak sedikit dari jasa yang ditawarkan menawarkan harga lebih mahal.

"Misalnya, pramuwisata dibanderol 70 dolar AS. Justru dia (oknum WNA) akan menjual lebih mahal dan karena mereka satu rumpun jadinya tamu akan percaya ke dia. Polanya seperti itu," terangnya ketika dihubungi detikBali.

Selain itu, Nuarta juga menuturkan permasalahan WNA yang berprofesi sebagai pemandu ilegal merupakan permasalahan yang telah ada sejak tahun 2000an dan masih terjadi hingga saat ini.

Menurut dia, dipilihnya Bali sebagai lokasi beroperasi karena dilihatnya penegakan hukum yang tidak terlalu tegas. Beda cerita dengan Thailand dan negara lainnya.

"Jadi, Bali dipilih sebagai suatu alternatif tempat yang agak aman buat mereka karena penegakan hukum kita (Indonesia) seperti pemadam kebakaran, kadang-kadang jalan dan kadang-kadang tidak," akunya.

Menurutnya, rata-rata pemandu wisata ilegal tersebut berasal dari Eropa, Prancis, Jerman, Belanda, Jepang, China dan Rusia.

Kemudian, untuk lokasi beroperasi mereka, sambung Nuarta, menyebar di beberapa destinasi di Bali.

"Kalau daerah Karangasem mereka (guide ilegal) ada di Tirta Gangga. Lalu untuk Gianyar di Tampaksiring, Tirta Empul, dan Goa Gajah. Untuk Singaraja ada di Air Terjun Sekumpul," ujar Nuarta.

Nuarta menerangkan keluhan-keluhan tersebut telah disampaikan kepada Satpol PP Provinsi Bali pada Kamis (4/5/2023).

Berdasarkan diskusi tersebut, diketahui bahwa setiap Satpol PP melaksanakan sweeping terkait guide ilegal di suatu lokasi seringkali hasilnya nihil.

Diduga, informasi sweeping pun bocor sehingga guide ilegal banyak yang bersembunyi. Karenanya, tak ditemui ketika sweeping.

"Penegakan hukum harus terus berjalan karena kehadirannya di lapangan walaupun tidak melakukan penangkapan itu sudah berimplikasi ketakutan. Jadi, hadir saja ke lapangan," tuturnya.

Ia memandang, dengan hadirnya Satpol PP akan memberikan implikasi positif. Diharapkan, ke depannya penegakan hukum dapat berjalan konsisten untuk dapat menekan hadirnya WNA yang berprofesi sebagai guide ilegal di Bali.

"Saya yakin dan percaya mereka akan jera dan ada ketakutan dan kekhawatiran untuk menjadi guide di Bali. Kalau hukum sampai lemah saya rasa hal ini akan kembali lagi," imbuhnya.

Setelah berdiskusi dengan Satpol PP, HPI Bali juga akan melakukan diskusi bersama pihak Imigrasi hingga Disparda.




(BIR/iws)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads