detikBali

Paruman MDA Buleleng Panas, Krama Banyuasri Tolak Nyoman Westha

Terpopuler Koleksi Pilihan

Paruman MDA Buleleng Panas, Krama Banyuasri Tolak Nyoman Westha


Made Wijaya Kusuma - detikBali

Paruman Madya Majelis Desa Adat (MDA) Kabupaten Buleleng berlangsung panas pada Jumat (12/12/2025) di Gedung Laksmi Graha Singaraja.
Paruman Madya Majelis Desa Adat (MDA) Kabupaten Buleleng berlangsung panas pada Jumat (12/12/2025) di Gedung Laksmi Graha Singaraja. (Foto: Made Wijaya Kusuma/detikBali)
Buleleng -

Paruman Madya Majelis Desa Adat (MDA) Kabupaten Buleleng pada Jumat (12/12/2025) di Gedung Laksmi Graha Singaraja berlangsung panas. Puluhan krama Desa Adat Banyuasri menggelar aksi menolak pencalonan I Nyoman Westha sebagai Bendesa Adat Madya atau Ketua MDA Buleleng.

Aksi berjalan tertib, namun mencuri perhatian karena massa membawa spanduk bernada kritik.

Di sekitar lokasi paruman, sejumlah spanduk terlihat memuat sindiran, seperti "Saudara Nyoman Westha Gagal Produk Pemilihan Kepengurusan MDA Kabupaten Buleleng. Batalkan Kepengurusan", "Buleleng Menolak Sengukini, Buleleng Butuh Bima (Berani Menolak Arogansi)", hingga "Drama di MDA Lebih Seru Dibanding Drakor di Youtube".

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Krama Banyuasri menilai pencalonan Westha bermasalah dan tidak mencerminkan proses pemilihan yang transparan. Mereka meminta MDA Buleleng dan MDA Provinsi Bali selaku panitia ngadegang bendesa madya mengevaluasi proses agar konflik internal desa adat tidak berlarut.

ADVERTISEMENT

Salah satu krama, Gede Surya, mengatakan aksi ini dilakukan untuk menuntut keterbukaan dalam pemilihan prajuru madya.

"Kami membawa spanduk sebagai bentuk tuntutan transparansi dari MDA Provinsi. Ada salah satu calon yang merupakan bekas Kelian Desa Adat Banyuasri tahun 2017 yang sekarang dicalonkan kembali," ujar Surya.

Ia menyebut penolakan terhadap Westha didasari rekam jejak yang dianggap kurang baik.

"Kami menolak karena trek record beliau selama menjadi penyarikan dan sebelumnya sebagai warga Banyuasri memiliki citra yang kurang baik. Kami menuntut agar beliau tidak dicalonkan atau dimasukkan dalam pengurusan MDA periode mendatang," tegasnya.

Ketegangan tak hanya terjadi di luar ruangan. Dalam sidang paruman, beberapa bendesa adat turut menyampaikan keberatan, termasuk Bendesa Adat Banyuasri, Nyoman Mangku Widiasa. Situasi memanas hingga pimpinan sidang menskors paruman sekitar 10 menit.

Setelah situasi kondusif, paruman dilanjutkan. Forum kemudian menetapkan I Nyoman Westha sebagai Bendesa Madya MDA Buleleng dengan status uji coba tiga bulan. Setelah masa itu, akan dilakukan evaluasi kelayakan.

Selain bendesa madya, prajuru lainnya juga ditetapkan: I Ketut Indrayasa sebagai Petajuh I, Nyoman Darmawartha Petajuh II, Made Ardirat Penyarikan Madya, dan Gede Arsa Wijaya Patengen Madya.

Kecewa dengan hasil itu, krama Banyuasri bersama bendesa adatnya memilih meninggalkan paruman.

Pimpinan Sidang Paruman, Made Wena, menegaskan pengisian prajuru madya sudah berlangsung sejak Oktober.

"Prosesnya mulai dari sosialisasi ke bendesa adat se-Bali, kemudian penjaringan. Dari penjaringan itu melahirkan delapan bakal calon. Dari delapan menjadi lima itu ada mekanismenya dalam SK 122," jelas Wena.

Ia menyebut ada 11 pakar MDA Provinsi yang melakukan wawancara. Wawancara itu disebut bukan ujian, melainkan pendalaman komitmen dan rekam jejak.

"Kalau dasarnya dari desa adat, kita nilai kinerjanya di desa adat. Kalau dari MDA kecamatan, kita nilai kinerjanya di kecamatan. Kalau dari MDA kabupaten, kita nilai di kabupaten. Itu proses melihat kinerja dan komitmen mereka ke depan," katanya.

Lima calon yang lolos diberi ruang bermusyawarah internal untuk menentukan ketua dan prajuru lainnya karena kepemimpinan MDA bersifat kolektif kolegial.

"Hasil musyawarah itu kita minta dimufakati di paruman. Tapi ternyata tidak semua peserta paruman bisa menerima. Maka pimpinan sidang dari berbagai unsur melakukan rembug dan akhirnya menetapkan hasil dengan catatan," ucapnya.

Ia menambahkan pengukuhan resmi prajuru MDA Buleleng akan dilakukan bersama prajuru MDA kabupaten/kota se-Bali dalam waktu dekat.

Menanggapi aksi penolakan, I Nyoman Westha menyatakan dirinya menghargai dinamika yang terjadi.

"Itu situasi yang sifatnya demokrasi, saya menghormati. Proses pengambilan keputusan jelas, dan sebagai peserta forum kami menerimanya," ujar Westha.

Ia menegaskan tidak ada perlakuan khusus terhadap desa adat mana pun.

"169 desa adat di Buleleng, kalau mereka butuh pelayanan itu kewajiban kami melayani. Kami bedakan mana unsur pribadi dengan lembaga. Tidak ada yang dicampuradukkan," katanya.

Westha mengatakan akan merangkul semua desa adat.

"Kami sebagai orang tua sekarang tetap memberikan kesempatan dan ruang untuk bekerja sama," ujarnya.




(dpw/dpw)












Hide Ads