.webp)
Sate susu sudah jadi kuliner khas Ramadan bagi umat Islam di Bali, khususnya warga Dusun Wanasari alias Kampung Jawa, Denpasar. Saking populernya, bahan baku sate susu justru langka bahkan pedagang berani membeli daging dengan harga lebih tinggi.
"Kalau puasa, harga (daging susu sapi betina) naik. Biasanya harga Rp 40 ribu per kilogram, naik jadi Rp 60 ribu, Rp 70 ribu," kata salah satu produsen sate susu, Amelia (32), ditemui detikBali di Jalan Maruti Gang Pelangi, Dusun Wanasari, Denpasar Utara, Sabtu (1/3/2025).
Pantauan detikBali, belasan pedagang takjil di Pasar Ramadhan Masjid Baiturrahmah,Jalan Ahmad Yani Gang 1, Dauh Puri, Denpasar Utara, sudah dipadati warga yang ingin membeli makanan dan minuman untuk berbuka puasa. Semakin sore, gang di sisi selatan masjid makin sesak.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
 Produksi sate susu Amelia di Jalan Maruti Gang Pelangi, Dusun Wanasari, Denpasar Utara, Bali, Sabtu (1/3/2025). (Aryo Mahendro/detikBali). |
Banyak jenis takjil yang dijual di sana. Mulai jajanan pasar dan aneka minuman khas berbuka puasa. Ada beberapa stan pedagang sate susu di sana yang terlihat dipadati warga.
Amelia mengatakan, saat Ramadan, banyak pedagang sate susu dadakan di sekitaran Kampung Jawa. Mereka berjualan sate susu dan jenis sate lainnya.
Karenanya, banyak pedagang sate dadakan yang berani membeli daging susu sapi atau disebut buluk dengan harga lebih mahal. Apalagi, daging buluk sapi tidak mudah dijumpai di pedagang daging di pasar.
"Banyak sekarang pedagang baru yang jualan sate susu. Jadi, mereka berani beli mahal. Daging (buluk) juga paling banyak dicari. Makanya, agak langka. Pedagang dagingnya juga banyak yang libur saat puasa," kata Amelia.
Meski harganya lebih mahal, Amelia tetap menjual sate susu, sate daging sapi, dan sate usus harga Rp 2 ribu per tusuk. Sate susu dan varian sate daging sapi produksinya dijual tidak hanya saat Ramadan saja.
"Sehari saya jual sate susu dan sate lainnya 1.115 tusuk. Harganya sama, Rp 2 ribu per tusuk. Yang beli orang-orang biasa saja," katanya.
Tatik (60), pedagang sate sapi, sudah berjualan di Kampung Jawa sejak Ramadan 1989 silam. Setiap berjualan, dia menyebut sate susu yang paling banyak dicari pembeli.
"Hari ini saja saya sudah terjual 500 tusuk," sebut Tatik.
Tatik memang hanya berjualan sate susu saat Ramadan saja. Selain itu, dia juga melayani pesanan sate untuk hajatan.
"Nggak rutin (jualan sate susu). Karena capek juga bikin sate susu. Peminatnya banyak," katanya.
Meski hanya pedagang musiman, Tatik pun kesulitan mencari bahan baku daging susu sapi betina. Kalaupun ada, dia harus membeli dengan harga yang agak mahal.
"Daging sapi betina itu jarang dijual di pasar," katanya.
 Stan takjil sate susu Neman di Jalan Ahmad Yani Gang 2, Dauh Puri, Denpasar Utara, diserbu pembeli, Sabtu (1/3/2025). (Aryo Mahendro/detikBali) |
Bang Neman (50), pedagang sate susu lain, setali tiga uang. Neman terpaksa membeli daging susu sapi betina Rp 80 ribu per kilogram.
"Daging susu sapi mahal. Dari Rp 60 ribu per kilogram jadi Rp 80 ribu per kilogram. Jarang ada di pasar. Susah nyarinya," kata Neman.
Meski mahal, Neman tak perlu susah mencari daging di pasar. Dia membeli daging susu sapi dari pedagang daging langganannya. "Saya punya langganan (tukang daging)," katanya.
(nor/nor)
