Masyarakat Jimbaran yang tergabung dalam Kesatuan Penyelamat Tanah Adat (Kepet Adat) menuntut tanah yang sudah ditinggali turun-temurun seluas 290 hektare dikembalikan kepada masyarakat adat. Mereka mengadu ke DPRD Bali untuk meminta bantuan atas permasalahan tanah tersebut. Berikut fakta-faktanya.
HGB Dikuasai Investor
Perwakilan Kepet Adat, I Nyoman Tekat, mengatakan tanah tersebut saat ini berstatus Hak Guna Bangunan (HGB). Sertifikat HGB itu dikuasai investor.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pada tahun 1994-1995 di sana telah terjadi penggusuran secara massal dan menyerahkan tanahnya kepada investor yang diberikan HGB pada saat itu," kata Tekat di DPRD Bali, Senin (3/2/2025).
Tanah Warisan Kerajaan Mengwi
Kepet menceritakan sejak sebelum Indonesia merdeka, masyarakat adat Jimbaran telah menempati tanah tersebut. Sebab, tanah tersebut merupakan warisan Kerajaan Mengwi. Masyarakat di sana memproduksi palawija yang secara rutin disetorkan ke desa adat.
"Di sana kami sudah ada, selanjutnya secara turun-menurun sistem pembagian hasil di sana adalah bagi hasil. Kemudian kami menyetorkan kepada desa adat karena tanah tersebut dikuasai desa adat," jelasnya.
Setelah Indonesia merdeka, lanjut Tekat, tanah tersebut diambil alih oleh negara. Sehingga, tanah yang dulunya dikuasai oleh kerajaan diserahkan ke masyarakat.
Namun, hingga saat ini tanah tersebut bersertifikat HGB yang diserahkan kepada investor. Hal itu yang membuat masyarakat tidak sepakat.
Tekat mengatakan banyak masyarakat yang telah diusir dari sana dan saat ini hanya dihuni 2-3 kepala keluarga saja.
"Berangkat dari sana kami berkumpul bersama menyatukan visi dan misi apa langkah-langkah kami ke depan sehingga tanah desa adat ini bisa kembali kepada desa adat," tuturnya.
Masyarakat Duga Perpanjangan HGB Melawan Hukum
Masyarakat Jimbaran menganggap proses perpanjangan sertifikat HGB atas lahan seluas 290 hektare itu diduga melawan hukum. Sebab, saat diperpanjang sebagian besar lahan tersebut dalam kondisi telantar.
Kemudian, diduga adanya penyalahgunaan SK Presiden, Menteri, dan Gubernur bahwa lahan tersebut akan digunakan untuk sarana prasarana kegiatan multilateral yang diselenggarakan pada 2013. Namun, hingga saat ini di lokasi tidak ada pembangunan yang dimaksud.
Terakhir, Tekat berujar, masyarakat Jimbaran menduga perpanjangan proses sertifikat HGB itu dipaksakan. Sebab, sebelumnya ada surat penetapan indikasi tanah terlantar oleh BPN. Sehingga, tanah tersebut seharusnya dikembalikan kepada pemilik hak-hak lama bukan diperpanjang HGB-nya.
BPN Bali dan Investor Akan Dipanggil
Ketua Komisi I DPRD Bali I Nyoman Budiutama akan memanggil investor tanah dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Bali buntut polemik tanah dengan masyarakat adat Jimbaran. Di mana masyarakat meminta tanah yang telah dihuni secara turun-temurun tersebut dikembalikan.
"Segera memanggil yang disebutkan tadi, ada investor, BPN Bali, intinya begitu. Apalagi ini kan sudah masuk proses peralihan," kata Budiutama seusai menerima audiensi Kesatuan Penyelamat Tanah Adat (Kepet Adat) di DPRD Bali, Denpasar, Senin.
Rencananya, Budiutama memanggil seusai berkas dan dokumen yang diperlukan telah dilengkapi oleh Kepet Adat. Namun, pihaknya akan mengkaji terlebih dahulu dokumen tersebut.
"Siapa-siapa yang akan dipanggil nanti kan kelihatan di sana hasil kajiannya, tadi kan sudah disebutkan ada investor," jelas politikus PDI Perjuangan itu.
Pria asal Bangli itu akan mempelajari terlebih dahulu bersama Komisi I apa saja yang diperlukan selama proses pengkajian itu. "Ya kami akan pelajari dulu dokumennya, tapi intinya kami akan segera sikapi itu," tandas dia.
(nor/gsp)