Mengenal Baye Fall: Komunitas Muslim yang Tak Puasa di Bulan Ramadan

Mengenal Baye Fall: Komunitas Muslim yang Tak Puasa di Bulan Ramadan

Tim detikNews - detikBali
Kamis, 23 Jan 2025 06:28 WIB
Mengenal komunitas Muslim di Senegal yang tidak menunaikan ibadah puasa di bulan Ramadan
Mengenal komunitas Muslim di Senegal yang tidak menunaikan ibadah puasa di bulan Ramadan. (Foto: BBC World)
Denpasar -

Di Desa Mbacke Kadior, Senegal, sekelompok jemaah Muslim terlihat khusyuk dalam ritual keagamaan yang tidak biasa. Mereka adalah pengikut Baye Fall, sebuah komunitas kecil dalam persaudaraan Mouride yang menjadikan kerja keras dan pengabdian kepada masyarakat sebagai inti ibadah.

Mengenakan busana berwarna-warni dari kain perca, mereka membentuk lingkaran di depan masjid, tubuh bergoyang seirama dengan nyanyian lantang yang mereka lantunkan. Api unggun kecil di belakang mereka memantulkan bayangan yang tampak menari, menciptakan suasana magis yang memikat.

"Filosofi komunitas Baye Fall berpusat pada kerja," ujar Maam Samba, pemimpin komunitas Baye Fall di desa tersebut, dilansir dari detikNews, Kamis (23/1/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kerja keras menjadi bentuk ibadah kepada Tuhan," imbuhnya.

Menggali Makna Filosofi Puasa Baye Fall

Baye Fall bukan sekadar komunitas Muslim biasa. Dengan sekitar 17 juta pengikut di Senegal, mereka mempraktikkan ibadah dengan cara yang berbeda.

ADVERTISEMENT

Alih-alih menjalankan salat lima waktu atau berpuasa Ramadan, mereka memaknai surga sebagai penghargaan bagi mereka yang bekerja keras.

"Setiap tugas adalah tindakan meditatif. Bekerja secara sungguh-sungguh menjadi bentuk doa," jelasnya.

Dari membajak sawah hingga membangun sekolah, setiap pekerjaan dianggap memiliki makna spiritual yang mendalam.

Konsep ini bermula dari pendiri komunitas Baye Fall, Ibrahima Fall, yang sepenuhnya mendedikasikan hidupnya untuk melayani pendiri Mouride, Cheikh Ahmadou Bamba.

Busana Compang-camping yang Sarat Makna

Penampilan jemaah Baye Fall yang mencolok menjadi ciri khas mereka. Busana tambal sulam yang mereka kenakan tidak hanya mencerminkan identitas unik, tetapi juga melambangkan pengabdian tanpa pamrih. Di Desa Mbacke Kadior, perempuan-perempuan Baye Fall mencelup kain polos ke dalam pewarna cerah, sementara laki-laki menjahit kain menjadi pakaian penuh warna yang kemudian didistribusikan ke seluruh Senegal.

"Gaya Baye Fall adalah sesuatu yang khas dan autentik," kata Samba. "Pakaian compang-camping melambangkan universalitas: Anda bisa menjadi Muslim dan tetap mempertahankan budaya Anda."

Meskipun etos kerja Baye Fall menginspirasi banyak orang, komunitas ini sering kali menghadapi salah paham. Di Barat, mereka kerap dianggap mengonsumsi alkohol dan ganja, meskipun kedua hal ini bertentangan dengan ajaran mereka. Di Senegal sendiri, kritik juga muncul terhadap praktik mengemis yang dilakukan sebagian anggota komunitas.

"Ada Baye Fall asli dan ada pula 'Baye Faux' - Baye Fall palsu," jelas Cheikh Senne, pakar Mouride.

"Mereka yang asli mengemis untuk tujuan pengabdian, sementara yang palsu hanya merusak reputasi komunitas," tandasnya.

Komunitas Baye Fall tidak hanya berperan dalam pekerjaan manual, tetapi juga aktif dalam proyek pembangunan berkelanjutan. Mereka mendirikan koperasi, sekolah, dan organisasi sosial untuk menciptakan lapangan kerja, terutama bagi kaum muda Senegal yang sering kali menghadapi pengangguran.

"Filosofi hidup kami adalah melakukan segalanya dengan rasa hormat, cinta, dan perhatian terhadap alam," ujar Samba.

"Ekologi adalah pusat dari model pembangunan kami," katanya.

Menginspirasi Dunia

Reputasi Baye Fall kini melampaui Senegal, menarik perhatian internasional. Salah satu pengikutnya, Keaton Sawyer Scanlon dari Amerika Serikat, menggambarkan pengalamannya sebagai "kebangkitan spiritual yang mendalam."

Namun, komunitas ini juga menghadapi tantangan besar. Sumber daya yang terbatas menghambat ambisi mereka untuk menciptakan lebih banyak peluang bagi kaum muda Senegal. Migrasi besar-besaran ke Eropa menjadi bukti nyata dari kebutuhan mendesak akan solusi ekonomi.

Setiap tahun, pengikut Baye Fall bersumpah setia kepada khalifah Mouride dengan menyumbangkan uang, ternak, dan hasil panen. Mereka juga menjaga Masjid Agung di kota suci Touba, memastikan keamanan selama acara besar seperti ziarah tahunan Magal.

"Kami ingin menciptakan lebih banyak lapangan kerja," tutur Samba. "Kami membutuhkan kolaborasi dengan pemerintah dan organisasi internasional. Inilah harapan kami untuk masa depan."

Dengan kerja keras sebagai inti ajaran mereka, Baye Fall tidak hanya menawarkan solusi spiritual, tetapi juga visi sosial yang menginspirasi dunia.

Artikel ini telah tayang di detikNews. Baca selengkapnya di sini!




(dpw/dpw)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads