IWAS, pria difabel asal Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), menjadi sorotan publik setelah ditetapkan sebagai tersangka pelecehan seksual terhadap mahasiswi berinisial MA. Pria tunadaksa yang tidak memiliki tangan itu viral dan menjadi objek parodi oleh pengguna media sosial.
Tak hanya itu, akun TikTok agus_art yang diduga milik IWAS juga turut menjadi perbincangan. Sejumlah momen keseharian IWAS pun mulai terekspos. Salah satunya saat IWAS mengucapkan "jeg menyala wi... Agus ne bos, tamplig dong!"
Lantas, apa makna kalimat ikonik yang diucapkan oleh IWAS tersebut?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kata-kata yang diucapkan oleh IWAS tersebut berasal dari bahasa Bali. Kalimat "Jeg menyala wi, Agus ne bos. Tamplig dong..." bisa diartikan sebagai "Bersinar kawan... Agus nih bos, senggol dong..."
Kata-kata tersebut biasanya diucapkan dalam pergaulan sehari-hari orang Bali dalam beberapa waktu terakhir. Tak ada makna khusus dari kalimat tersebut. Biasanya, kalimat itu diucapkan saat sedang bercanda atau untuk menyombongkan diri sendiri oleh orang yang mengucapkannya.
KKD NTB Sayangkan Konten Parodi Kaum Difabel
Sebelumnya, Komisi Disabilitas Daerah (KDD) NTB menyayangkan sejumlah kreator konten yang memparodikan pria penyandang disabilitas berinisial IWAS. Sebab, konten-konten parodi seperti itu akan menimbulkan stigma negatif bagi para difabel lainnya.
Dalam sejumlah video yang berseliweran di media sosial, para kreator konten itu berpura-pura tidak memiliki tangan seperti IWAS. Mereka menyembunyikan tangan dalam kaus dan menirukan ucapan IWAS yang khas itu.
"Fisik bisa diubah, materi bisa dicari. Tapi tangan nggak tumbuh dua kali. Jeg menyala wi... Agus nih bos, tamplig dong," demikian kalimat lengkap IWAS yang diparodikan oleh para kreator konten di media sosial.
Ketua KDD NTB Joko Jumadi menyayangkan hal tersebut. Menurutnya, para pengguna media sosial tak pantas mengolok-olok penyandang disabilitas meski adanya kasus dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oleh IWAS.
"Tidak bisa kemudian digeneralisasikan bahwa (semua) disabilitas seperti itu," kata Joko kepada detikBali, Selasa (17/12/2024).
Joko menyebut masih banyak penyandang disabilitas yang mempunyai bakat dan berprestasi. Ia meminta agar para pengguna media sosial lebih bijak dan tidak membuat konten yang bisa menyakiti penyandang disabilitas lainnya. Ia berharap para kreator konten menjaga perasaan kaum difabel lainnya.
"Disabilitas yang lain yang berprestasi, yang memiliki potensi yang luar biasa, juga banyak. Jangan sampai kemudian kasus IWAS ini menjadikan stigma kita dengan disabilitas itu jelek," pungkas Joko.
Diketahui, kasus dugaan pelecehan seksual tersebut mencuat setelah seorang mahasiswi di Mataram berinisial MA melaporkan IWAS ke Polda NTB. Belakangan, korban pelecehan seksual tersebut terus bertambah hingga mencapai 17 orang. IWAS kini telah ditetapkan sebagai tersangka dan menjadi tahanan rumah.
Artikel ini ditulis oleh Ni Komang Nartini peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
(iws/hsa)