Muncul usulan untuk melarang kendaraan non-DK alias pelat luar daerah masuk ke Bali saat liburan Natal dan tahun baru (Nataru) 2024/2025. Wacana itu dicetuskan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bali.
Pengusulnya adalah Ketua Komisi II DPRD Bali, Agung Bagus Pratiksa Linggih alias Ajus Linggih. Ia mengeklaim gagasan itu dicetuskan demi mendukung travel lokal di Pulau Dewata.
"Sebenarnya saya mau membela travel-travel lokal Bali dibanding luar Bali karena merekalah yang membayar pajak ke Bali," ujar Ajus Linggih kepada detikBali, Selasa (3/12/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ajus Linggih mengungkapkan telah mendiskusikan wacana itu dengan Penjabat (Pj) Gubernur Bali, Sang Made Mahendra Jaya.
Ajus Linggih memastikan volume kendaraan akan meningkat saat libur Nataru jika kendaraan pelat non-DK masuk ke Bali. Ia meminta semua jenis kendaraan non-DK dilarang ke Pulau Dewata saat Nataru.
"Untuk Nataru lebih baik semua kendaraan (pelat non-DK dilarang masuk Bali), secara teknis juga susah bedain mana travel mana bukan," imbuh Ajus Linggih.
Ajus Linggih menyarankan agar wisatawan memakai pesawat saat berlibur ke Bali saat Nataru. Namun, jika ke Bali melalui jalur darat, Ajus Linggih meminta wisatawan menggunakan jasa shuttle atau travel dari Bali saat tiba di pelabuhan.
Cegah Kemacetan Horor
Ajus Linggih mengungkapkan, selain sebagai upaya mendukung travel lokal, usulan melarang pelat non-DK masuk Bali pada momen Nataru juga untuk mencegah terjadinya kemacetan horor. Kemacetan parah itu terjadi saat momen Nataru tahun lalu.
"Saya nggak mau tragedi tahun lalu terulang kembali. Kalau sampai terjadi lagi, image Bali sebagai destinasi liburan akan hancur," tutur Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Bali itu.
Usul Ojol juga Pakai Kendaraan Pelat DK
Selain itu, Ajus Linggih juga meminta agar driver ojek online (ojol) yang beroperasi di Bali memakai kendaraan berpelat DK. Hal itu dilakukan agar pajak kendaraan mereka menjadi pendapatan bagi Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali.
"Biar nggak makan pasar dan mata pencaharian orang-orang KTP Bali. Kami memberi ruang yang lebih lebar untuk penduduk Bali yang membayar pajak di Bali," jelas politikus Partai Golongan Karya (Golkar) itu.
Ajus Linggih berencana mengundang perusahaan ojek online untuk menyampaikan hal itu. "Harapannya bisa mengurangi kemacetan, persaingan, dan menyejahterakan masyarakat Bali," ungkapnya.
Bisa Persulit Warga Bali Bertirta Yatra
Organisasi Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Bali mewanti-wanti soal rencana melarang kendaraan non-DK masuk Pulau Dewata saat libur Nataru 2024/2025. MTI menilai larangan kendaraan pelat non-DK ke Pulau Dewata juga bisa mempersulit warga Bali jika ingin pergi ke luar pulau. Terlebih, masyarakat Bali kerap berwisata spiritual (tirta yatra) ke Jawa dan pulau lain.
"Jika dilakukan larangan yang sama (di daerah lain), akan sulit juga ketika masyarakat melakukan perjalanan tirta yatra tersebut karena harus mengganti kendaraannya ketika memasuki Pulau Jawa atau pun Lombok dan sebagainya," ujar Ketua MTI Bali, I Made Rai Ridartha, kepada detikBali.
Rai meminta DPRD dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali memikirkan dengan matang terkait upaya meminimalisasi kemacetan di Pulau Dewata.
Rai berpendapat kendaraan dari luar yang melakukan tur wisata ke Bali tidak perlu dilarang atau dibatasi karena akan kembali ke tempat asal dan tidak menyalahi aturan. Menurutnya, yang perlu diawasi adalah kendaraan berpelat luar, tetapi mengambil penumpang dan melakukan perjalanan wisata di Bali.
MTI Bali Ungkap Pelanggaran Travel Lokal
Selain itu, Rai melihat jika perusahaan angkutan pariwisata di Bali juga melakukan pelanggaran terlebih dahulu dengan menyewakan kendaraan yang tidak terdaftar. Hal itu dilakukan lantaran tingginya permintaan wisatawan menyewa kendaraan.
"Adanya kemungkinan badan usaha pariwisata itu tidak memiliki kendaraan yang siap beroperasi sesuai daftar kendaraan yang dimiliki. Sehingga, jika ada permintaan, mereka menggunakan kendaraan lain yang tidak terdaftar di perusahannya," ungkap Rai.
"Para pengusaha rent car di Bali mencoba untuk menggunakan kendaraan lain yang tidak terdaftar, baik kendaraan sendiri, saudaranya, temannya yang tidak terdaftar sebagai kendaraan rent car," imbuhnya.
Pelanggaran semacam itu, ungkap Rai, telah terjadi berulang-ulang. Sehingga, pada dasarnya, pelanggaran sudah dimulai oleh pengusaha di Bali sendiri. Permasalahan tersebut yang seharusnya diselesaikan dahulu untuk saling menjaga antarpengusaha angkutan pariwisata di Bali.
"Jika sepakat dan tertib, tentu akan lebih mudah mengawasi adanya pelanggaran yang dilakukan kendaraan pariwisata luar Bali yang tidak memenuhi persyaratan operasional," jelas Rai.
(iws/gsp)