Ramai-ramai Kritik Upaya DPR Anulir Putusan MK

Round Up

Ramai-ramai Kritik Upaya DPR Anulir Putusan MK

Tim detikBali - detikBali
Kamis, 22 Agu 2024 07:47 WIB
Baleg DPR menyetujui revisi UU Pilkada dibawa ke paripurna terdekat untuk disahkan menjadi undang-undang. Sebanyak delapan fraksi di DPR menyetujui keputusan itu.
Baleg DPR menyetujui revisi UU Pilkada dibawa ke paripurna terdekat untuk disahkan menjadi undang-undang. Sebanyak delapan fraksi di DPR menyetujui keputusan itu. (Foto: Agung Pambudhy)
Denpasar -

Sejumlah kalangan mengkritik rancangan revisi Undang-Undang Pilkada yang akan disahkan oleh DPR hari ini. Salah satunya pakar hukum tata negara Universitas Udayana (Unud) Yohanes Usfunan. Ia menilai hasil revisi itu cacat hukum dan masih dapat digugat karena berbeda dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Yohanes menjelaskan putusan MK bersifat final dan mengikat sehingga tidak boleh diubah sedikit pun. Menurut dia, UU Pilkada yang bertentangan dengan putusan MK harus batal secara hukum. Ia menilai perbedaan itu juga berpotensi menimbulkan konflik norma hukum dengan UUD 45.

"Kalau secara hierarkis bertentangan, harus batal demi hukum. Itu bertentangan dengan teori pembentukan perundang-undangan. Jadi, (putusan MK) itu satu huruf pun jangan dikurangi," kata Yohanes, Rabu (22/8/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Yohanes, DPR seharusnya tidak melakukan pengubahan apa pun terhadap putusan MK. Ia menilai DPR masih punya banyak waktu untuk menggodok putusan MK agar revisi UU Pilkada yang dihasilkan dapat mencerminkan suara rakyat. Misalnya, dengan tetap mengakomodasi semua partai politik yang sah, meski tidak dapat kursi di parlemen.

"Ada hal seperti filosofi dan pendekatan sosiologisnya dari pasal yang ditetapkan MK. Kemudian, pendekatan yuridisnya, pastinya menjamin kepastian hukum. Lebih-lebih, menjadi harmonisasi dengan putusan Mahkamah Konstitusi," imbuhnya.

ADVERTISEMENT

Pembangkangan Konstitusi

Baleg DPR menyepakati akan mengikuti aturan Mahkamah Agung (MA) terkait aturan batas usia cagub-cawagub dan tetap menggunakan syarat partai politik dalam mengusung cagub. Artinya, kesepakatan Baleg DPR itu juga telah mengabaikan putusan MK.

Pakar hukum tata negara Herdiansyah Hamzah menilai keputusan Baleg itu sebagai bentuk pembangkangan terhadap konstitusi. "Itu pembangkangan konstitusi, karena penolakan pembentuk UU dalam hal ini pemerintah dan DPR dalam menjalankan putusan mahkamah," kata dia seperti dikutip dari detikNews, Rabu.

Herdiansyah menilai para wakil rakyat itu tidak hanya membangkang tetapi juga melakukan perbuatan melawan hukum. Menurut Herdi, semua produk hukum yang dilahirkan DPR RI bisa tidak sah apabila melanggar konstitusi.

"Tidak hanya pembangkangan terhadap konstitusi, kalau kita pakai perspektif undang-undang administrasi pemerintahan 30/2014, itu adalah bagian atau tindakan yang bisa kita kualifikasikan perbuatan melawan hukum," imbuh Herdiansyah.

"Nah konsekuensinya apa? Ya perbuatan melawan hukum artinya semua produk-produk yang dihasilkan dengan tidak mengindahkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, termasuk Mahkamah Konstitusi, yaitu bisa tidak sah," pungkasnya.

Revisi UU Pilkada Berlangsung Kilat

Badan Legislasi (Baleg) DPR bersama DPD dan pemerintah menyetujui revisi Undang-Undang (RUU) Pilkada dalam waktu singkat, yakni hanya tujuh jam. Selanjutnya, hal itu akan dibawa ke paripurna untuk disahkan menjadi undang-undang. Paripurna tersebut dijadwalkan akan berlangsung hari ini.

Kilatnya pembahasan revisi UU Pilkada juga menuai kritik dari SETARA Institute. Menurut SETARA Institute, revisi tujuh jam atas UU Pilkada mengandung cacat materiil dan formil. Sebab, rumusan syarat pencalonan gubernur, bupati, hingga walikota, ditafsir sesuai selera para anggota Baleg DPR.

"Penetapan syarat bervariasi yang telah ditetapkan MK, ditafsir oleh DPR sebagai tidak berlaku bagi partai yang memperoleh kursi di DPRD. Akal-akalan tafsir juga diberlakukan terkait tafsir konstitusional genapnya usia 30 tahun bagi seorang calon gubernur/wakil gubernur, yang dihitung sejak pencalonan," tulis SETARA Institute dalam keterangan yang diterima detikBali, Kamis.

Seperti diketahui, rapat pembahasan revisi UU Pilkada dipimpin oleh Wakil Ketua Baleg DPR Ahmad Baidowi atau Awiek di gedung Nusantara I DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu. Pengambilan keputusan tingkat I itu diambil setelah Baleg DPR melakukan rapat maraton sejak pagi.

Rapat sejak pagi itu turut dihadiri Menkumham Supratman Andi Agtas, dan Mendagri Tito Karnavian. Hadir pula jajaran pejabat utama Kemenkumham dan Kemendagri dalam rapat.

Rapat dimulai dengan pembahasan jumlah daftar inventarisir masalah atau DIM lalu disepekati. Kemudian rapat membahas pasal-pasal masalah yang dimasukkan dalam RUU Pilkada.

Selanjutnya, pada siang hari, rapat dilanjutkan pembahasan di tim khusus (timsus) dan tim sinkronisasi (timsin). Akhirnya pada sore hari, sekitar pukul 15.00 WIB, rapat pengambilan keputusan tingkat I dilakukan.

"Apakah hasil pembahasan RUU tentang Perubahan Keempat atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota dapat diproses lebih lanjut sesuai peraturan perundang-undangan?" ujar Awiek.

"Setuju," kata anggota Baleg DPR disambut ketuk palu oleh Awiek.

Delapan fraksi di DPR menyepakati RUU Pilkada untuk dibawa ke rapat paripurna. Kedelapan fraksi tersebut, yakni Gerindra, Demokrat, Golkar, PKS, NasDem, PAN, PPP, dan PKB. Sementara itu, hanya Fraksi PDIP yang menyatakan menolak RUU Pilkada.

Peringatan Darurat hingga Demo Kawal Putusan MK

Peringatan daruratPeringatan darurat Foto: X.com

Unggahan gambar garuda berlatar biru dengan tulisan 'Peringatan Darurat' ramai di media sosial seusai pembahasan revisi undang-undang oleh DPR. Tak hanya itu, sejumlah komponen masyarakat juga akan menggelar aksi demonstrasi untuk mengawal putusan MK terkait Pilkada hari ini.

Aksi ini diketahui akan dilakukan oleh Partai Buruh, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), mahasiswa, aktivis '98 hingga guru besar. Adapun, Partai Buruh dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) akan menggelar aksi besar-besaran di depan Gedung DPR/MPR RI. Demo di DPR dijadwalkan akan dimulai pukul 09.00 WIB.

Selain Partai Buruh, Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) juga akan menggelar demonstrasi di depan Gedung DPR RI. Rencana aksi disampaikan BEM UI lewat akun Instagram-nya, Rabu (21/8/2024). Mereka akan mulai beraksi pada pukul 09.00 WIB.

"Titik kumpul: Lapangan FISIP UI. Titik aksi: Gedung DPR RI," tulis BEM UI dalam seruan aksi massa kawal putusan MK.

Selain di DPR, aksi juga akan dilakukan di depan Gedung MK, Jakarta Pusat. Aksi ini akan dilakukan oleh sejumlah aktivis '98 hingga guru besar.

"Besok yang hadir itu adalah orang-orang yang telah tertera namanya di situ, nama-nama yang ada itu sudah kita konfirmasi," kata Direktur Eksekutif Lingkar Madani (Lima), Ray Rangkuti, kepada wartawan, Rabu.


Respons Baleg DPR

Wakil Ketua Baleg DPR Achmad Baidowi (Awiek) merespons gerakan 'Peringatan Darurat' di media sosial usai revisi UU Pilkada dibawa ke paripurna. Awiek mengatakan menghormati setiap pendapat yang masuk.

"Ya itu pendapat silakan saja kami menghormati pendapat itu, bermain di ruang media sosial silakan. Kemudian mau diskusi juga silakan, berdialog di media konvensional seperti ini juga silakan," ujar Awiek di kompleks parlemen, Senayan, Rabu.

Awiek mengatakan publik bisa menggugat undang-undang jika sudah disahkan ke Mahkamah Konstitusi. Ia menyebut tak ada yang dihalang-halangi.

"Nanti ketika produk undang-undang itu sudah diundangkan mau digugat ke Mahkamah Konstitusi silakan tidak ada yang menghalang-halangi. Di sinilah apa, kebebasan berekspresi dijamin oleh UU," imbuhnya.




(iws/iws)

Hide Ads