Awalnya, Anita menanyakan seperti apa peran dari Pemprov Bali dengan perguruan tinggi dan komunitas masyarakat. Sebab, dalam risetnya ia kerap menemukan kondisi keterlibatan pemerintah sangat kurang untuk mengedukasi tentang pemahaman mangrove dan sebagainya.
"Kemudian keterlibatan komunitas pariwisata. Mangrove ini memang perlu sekali diperdayakan, bagaimana mereka menanam dan sebagainya, sehingga sense of belong komunitas pariwisata itu penting," ujar Anita.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali Putu Sumardiana menjawab bahwa saat ini Pemprov Bali sudah melibatkan akademisi, kelompok masyarakat pesisir hingga masyarakat dalam pemberdayaan kawasan konservasi mangrove.
"Untuk keterlibatan mahasiswa pada kegiatan konservasi telah dimuat dalam program pengabdian kepada masyarakat, seperti contoh kegiatan penanaman mangrove, pembersihan sampah di area mangrove, serta transplantasi padang lamun bersama Pokmaswas (Kelompok Masyarakat Pengawas Perikanan)," ujar Sumardiana.
Di sisi pariwisata, keterlibatan guide diving (pemandu penyelaman) di kawasan wisata juga telah dilakukan. Sumardiana mengatakan guide diving diberi bekal untuk mengedukasi wisatawan bahari untuk tidak merusak terumbu karang dan biota laut lainnya.
"Dan menaati kode etik penyelaman di kawasan konservasi," lanjut dia.
Pun demikian, Sumadiana mengakui belum ada yang memahami terkait padang lamun. Oleh karena ini, ia berharap program mangrove yang sudah berjalan sedikit digeser fokus kepada padang lamun.
"Kan bisa ya, memang mangrove sekaeang lebih internasional mungkin padang lamun kurang tahu istilahnya. Padahal berpotensi menyumbang karbon terbesar," jelas Sumardiana.
Terlebih, Sumardiana menyampaikan saat ini Pemprov Bali akan menambah zona konservasi di Buleleng dan Karangasem.
"Jadi wisatawan juga nggak ke Nusa Penida saja," tandasnya.
(hsa/hsa)