Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali lepas tangan terkait kasus pemerasan Rp 10 miliar terhadap investor yang menjerat Bendesa Adat Berawa Ketut Riana. MDA Bali menegaskan operasi tangkap tangan (OTT) Kejati Bali terhadap Riana merupakan permasalahan pribadi dan bukan menjadi urusan desa adat.
"Kalau di dalam tindakannya tidak berdasarkan awig-awig, pararem, paruman, itu pasti sudah perorangan. Tapi kalau dia berdasarkan awig-awig, itu baru menyangkut lembaga. (Kasus Riana) itu murni masalah pribadi, jangan dikaitkan desa adat," kata Sukahet di kantor MDA Bali, Denpasar, Sabtu (4/5/2024).
Sukahet memastikan tidak ada pararem atau aturan adat yang mengatur untuk melakukan pemerasan. "Kalau sudah memalak, misalnya memeras meminta sekian miliar gitu, itu nggak mungkin," imbuhnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
MDA Bali, Sukahet melanjutkan, turut prihatin atas kasus hukum yang menyeret seorang bendesa. Menurutnya, permasalahan itu juga telah merusak citra desa adat di Bali. "Kami sangat sesalkan dan itu menjadi noda bagi desa adat di Bali," ujar Sukahet.
Sukahet mewanti-wanti seluruh bendesa di Bali agar tidak melakukan hal serupa. Ia menilai sumbangan atau dana punia dari investor kepada desa adat adalah hal yang sah. Asalkan, dia berujar, sumbangan itu tertuang dalam berita acara dan diketahui oleh prajuru maupun krama desa adat yang bersangkutan.
"Harapan saya jangan lah ada bendesa-bendesa, prajuru-prajuru yang melakukan tindakan tercela, menerima suap, memeras, korupsi. Jangan," tegas dia.
Prajuru Desa Adat Berawa Tak Tahu Riana Memeras Rp 10 Miliar
Prajuru Desa Adat Berawa tak tahu menahu terkait dugaan pemerasan Rp 10 miliar yang dilakukan oleh Riana. Pemerasan kepada investor bernama Andrianto itu dilakukan dengan motif pribadi dan tidak melibatkan prajuru lainnya.
"Kami tidak dilibatkan. Yang harusnya semua pengurus desa adat, minimal perwakilan masyarakat lah, diajak untuk berembuk. Dibuka di depan masyarakat (terkait masuknya investor)," ungkap Petajuh (Wakil) Bendesa Adat Berawa, Wayan Kumara Yasa, dalam keterangan tertulis yang diterima detikBali, Jumat.
Kumara terkejut dengan penangkapan pimpinannya di desa adat. Sebab, ia baru tahu Riana berusaha mendekati investor. Ia mengeklaim prajuru Desa Adat Berawa lainnya tidak mendapat informasi terkait pengusaha yang hendak akan membeli atau sewa lahan di desa setempat.
"Mestinya sepengetahuan desa adat. Jadi investor yang datang diajak berembuk. Mereka menjelaskan maksud dari investasi ini, apa yang akan dilakukan, apa yang dibangun di Berawa. Kalau masalah ini, kami jujur baru tahu pas ditangkapnya," sebutnya.
Kumara juga membantah munculnya pernyataan yang menyebut pemerasan uang kepada investor itu untuk keperluan desa adat. Sebab, dia dan prajuru desa adat lainnya tidak pernah menunjuk Riana untuk berkomunikasi dengan investor.
Di sisi lain, Kumara membenarkan ada beberapa investor yang memberikan punia atau sumbangan sukarela sebagai bentuk kontribusi dan kesadaran investor untuk desa adat setempat. Ia menegaskan punia dilakukan sukarela dan tanpa paksaan.
![]() |
MDA Bali Minta Riana Segera Diganti
Ketua MDA Bali Ida Pangelingsir Agung Putra Sukahet meminta Desa Adat Berawa untuk segera menunjuk pelaksana tugas (Plt) Bendesa Berawa. Hal itu menyusul setelah Ketut Riana ditetapkan sebagai tersangka kasus pemerasan terhadap pengusaha bernama Andianto.
"Karena sudah ditahan, segala administrasi segala macam kan susah, tanda tangan diperlukan nanti. Lebih baik diberhentikan sementara diganti Plt, misalnya," ujar Sukahet, Jumat.
Sukahet menyerahkan mekanisme pengambilan keputusan terkait penggantian bendesa kepada krama Desa Adat Berawa. Sebab, MDA hanya bertugas mengukuhkan dan memberikan surat keputusan.
Pemilihan bendesa, Sukahet melanjutkan, harus dilakukan melalui paruman atau musyawarah desa adat. "Harus ada paruman (rapat desa) di situ kemudian memberhentikan sementara kemudian diganti. Kalau dia bersih dikembalikan (jabatannya), ya terserah," tandas Sukahet.
Kajati Bali Sebut Marak Kasus Pemerasan di Bali
Kejati Bali melakukan OTT terhadap Riana terkait pemerasan investasi jual beli tanah. Bendesa adat itu diciduk bersama seorang pengusaha, Andrianto, dan dua orang lainnya yang belum dibuka identitasnya.
Operasi tangkap tangan itu dilakukan pada Kamis (2/4/2024) sekitar pukul 16.00 Wita. Empat orang itu ditangkap di Kafe Casa Bunga, Renon, Denpasar, Bali.
Riana kemudian resmi menjadi tersangka lantaran unsur pidana pemerasan terpenuhi. Salah satunya dari percakapan via Whatsapp antara Riana dengan Andianto.
Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Bali, Ketut Sumadana, mengungkap pemerasan investasi dengan modus seperti yang dilakukan Riana marak terjadi di Pulau Dewata. "Laporan pemerasan dalam proses investasi oleh oknum-oknum seperti ini sangat marak terjadi di daerah Bali," kata Sumadana, Jumat.
Sumedana mengungkapkan pemerasan investasi dilakukan di sejumlah titik strategis di Bali. Menurutnya, Kejati Bali tengah melakukan pemetaan terkait hal tersebut.
"Kami akan lakukan mapping seluruhnya untuk kenyamanan para tamu, investor, dan masyarakat sehingga semua bisa berjalan kondusif," jelas pria kelahiran Buleleng itu.
Ia menegaskan penegakan hukum yang dilakukan Kejati Bali terhadap Bendesa Adat Berawa bukan semata-mata memberikan terapi kejut atau efek jera. Upaya itu, kata dia, bertujuan untuk menjaga iklim investasi yang bersih, mudah, cepat, dan bebas dari pungutan liar.
(iws/iws)