Desa Adat Berawa Sebut Bendesa Peras Investor Rp 10 M untuk Diri Sendiri

Desa Adat Berawa Sebut Bendesa Peras Investor Rp 10 M untuk Diri Sendiri

Agus Eka Purna Negara - detikBali
Sabtu, 04 Mei 2024 12:31 WIB
Bendesa Adat Berawa Ketut Riana (tengah) digiring petugas Kejati Bali, Kamis (2/5/2024).
Foto: Bendesa Adat Berawa Ketut Riana saat ditangkap Kejati Bali. (Tangkapan layar)
Badung - Desa Adat Berawa menyatakan dugaan pemerasan Rp 10 miliar yang dilakukan Bendesa Adat (Kepala Desa Adat) Berawa Ketut Riana (54) kepada investor bernama Andrianto (AN) dilakukan dengan motif pribadi. Tidak melibatkan pengurus desa adat lain. Padahal, sesuai aturan adat, pertemuan dengan investor harus transparan. Yakni, melibatkan pengurus desa adat lain, dan minimal perwakilan warga.

"Kami tidak dilibatkan. Yang harusnya semua pengurus desa adat, minimal perwakilan masyarakat lah, diajak untuk berembuk. Dibuka di depan masyarakat (terkait masuknya investor)," ungkap Petajuh (Wakil) Bendesa Adat Berawa, Wayan Kumara Yasa, dalam keterangan tertulis yang diterima detikBali, Jumat (3/5/2024).

Riana terjerat operasi tangkap tangan (OTT) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali terkait pemerasan terhadap Andianto. Riana diduga memeras Rp 10 miliar terkait jual beli tanah. Namun, baru menerima Rp 150 juta.

Wayan Kumara mengaku terkejut dengan penangkapan pimpinannya di desa adat. Sebab, ia baru tahu Riana berusaha mendekati investor. Sedangkan tidak ada informasi mengenai ada pengusaha yang akan membeli atau sewa lahan di desa setempat.

"Ya mestinya sepengetahuan desa adat. Jadi investor yang datang diajak berembuk. Mereka menjelaskan maksud dari investasi ini, apa yang akan dilakukan, apa yang dibangun di Berawa. Kalau masalah ini kami jujur baru tahu pas ditangkapnya," sebutnya.

Kumara Yasa menyayangkan kasus ini turut menyeret nama desa adat. Dia juga membantah permintaan uang yang disebutkan untuk keperluan desa adat itu tidak benar. Sebab dia dan pengurus desa adat lainnya tak tahu pertemuan itu dan tidak pernah menunjuk Riana untuk berkomunikasi dengan pengusaha.

Kumara membenarkan ada beberapa investor melakukan punia atau sumbangan sukarela sebagai bentuk kontribusi dan kesadaran investor untuk desa setempat. Namun, itu dilakukan sukarela tanpa paksaan.

"Dasar pertama, tidak ada banjar, desa atau krama (warga) adat dilibatkan atau dikumpulkan untuk menerima investor secara terbuka. Itu tidak ada. Dia (Riana) sendiri yang bergerak (bertemu investor). Mestinya kan terbuka dan transparan saja," urai dia.

Kumara mengaku sempat dihubungi Kejati Bali perihal pertemuan Riana dengan investor yang sedikit menyerempet ke desa adat. Ia menyebut kapasitas dirinya tidak dalam pemeriksaan formal. Ia enggan membuka apa saja yang disampaikan.

"Intinya kami serahkan semua proses berjalan di Kejati Bali. Sebab itu pertemuan mengatasnamakan pribadi, bukan untuk desa adat," pungkasnya.

Diberitakan sebelumnya, Riana resmi menjadi tersangka. Riana terjerat OTT Kejati Bali terkait pemerasan terhadap Andianto. Saat ditangkap, Riana baru saja menerima Rp 100 juta hasil memeras Andianto.

Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Bali Putu Eka Sabana mengatakan sejauh ini Riana menjadi tersangka tunggal dalam kasus pemerasan investasi lahan di Desa Adat Berawa, Badung.

"Sudah ditetapkan tersangka. Sudah didampingi oleh penasihat hukum. Hasil pemeriksaan ini hanya tersangka (Riana) yang aktif (memeras)," kata Eka Sabana di sela-sela rekonstruksi kasus di Kafe Casa Bunga, Renon, Denpasar, Jumat (3/5/2024).


(hsa/hsa)

Hide Ads