BMKG Luncurkan Aplikasi Cegah DBD Berbasis Iklim di Bali

BMKG Luncurkan Aplikasi Cegah DBD Berbasis Iklim di Bali

I Wayan Sui Suadnyana, Ni Made Lastri Karsiani Putri - detikBali
Selasa, 30 Apr 2024 14:31 WIB
Peluncuran produk layanan DBDklim di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar, Bali, Selasa (30/4/2024). (Ni Made Lastri Karsiani Putri/detikBali)
Foto: Peluncuran produk layanan DBDklim di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar, Bali, Selasa (30/4/2024). (Ni Made Lastri Karsiani Putri/detikBali)
Denpasar -

Bali dipilih sebagai lokasi peluncuran produk layanan DBDklim. DBDklim merupakan sistem aplikasi informasi online berbasis web untuk peringatan DBD berbasis iklim.

Deputi Bidang Klimatologi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Ardhasena Sopaheluwakan mengatakan ada beberapa alasan Bali dipilih sebagai lokasi peluncuran DBDklim. Salah satunya mendukung aspek kesehatan, mengingat Bali merupakan etalase pariwisata nasional.

"Selain itu, tentunya karena kasus (DBD) di Bali relatif cukup tinggi secara nasional," ucap Ardhasena di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana (Unud), Denpasar, Bali, Selasa (30/4/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ardhasena memaparkan kasus DBD di Bali cukup tinggi dari tahun ke tahun sehingga BMKG memandang masyarakat di Pulau Dewata bisa mendapatkan manfaat dari sistem informasi DBDklim.

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Bali, jumlah kasus DBD periode Januari 2024 hingga 15 April 2024 sebanyak 4.177 dan enam kasus kematian.

ADVERTISEMENT

Ardhasena menuturkan kehadiran DBDklim sangat penting untuk dapat membantu mengurangi kejadian DBD, mencegah wabah, hingga mendorong praktik kesehatan berkelanjutan.

Nantinya DBDklim menghasilkan peta berdasarkan iklim. Peta ini menunjukkan prediksi rata-rata kelembaban udara di Bali serta persentase tingkat keyakinannya yang dibagi tiga, yakni tinggi, sedang, dan rendah.

Selain itu, dihasilkan juga peta angka DBD skala bulanan ke depannya yang dimana prediksi dibagi tiga kategori. Hijau artinya aman, oranye waspada, dan merah awas.

"Implementasinya bila mitra kami di Dinas Kesehatan melihat ini warnanya merah, diharapkan mereka bisa langsung melakukan tindakan-tindakan di lapangan. Apakah pertama sosialisasi, mendorong lagi PSN 3M di level masyarakat atau jika levelnya sudah tinggi sekali usahakan dengan fogging, fogging fokus dan sebagainya," sebutnya.

Menurutnya, setiap kategori warna akan berasosiasi dengan tindakan tertentu yang dilakukan oleh pihak terkait di lapangan. Dia menyebut nantinya DBDklim juga dapat diakses oleh masyarakat.

"Disampaikan juga melalui testimoni dari Dinas Kesehatan Jakarta, informasi ini sangat berguna untuk memberikan warning kepada mereka. Lalu kemudian mereka melakukan tindakan-tindakan yang sesuai ketika diindikasikan DBD ini akan naik," bebernya.

Ardhasena mengungkapkan pihaknya akan menyasar daerah Jawa Barat pascameluncurkan DBDklim di Jakarta dan Bali. Pihaknya bercita-cita agar hal tersebut dapat dilakukan di seluruh Indonesia di masa mendatang.

"Tentunya, ini sangat bergantung kepada kerja sama dengan para pemangku sektor kesehatan, baik di level nasional maupun provinsi. Bagaimana data terkait kesehatan ini bisa juga masuk dengan standar yang cukup, sehingga bisa kami ramukan dengan data terkait iklim atau klimatologi sehingga kami bisa membuat informasi seperti DBDklim ini," imbuhnya.

Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Bali Dewa Made Indra menyebutkan selama ini pihaknya masih menggunakan cara-cara konvensional dalam mencegah hingga mengatasi kasus DBD, seperti melakukan fogging hingga 3M.

Menurutnya, cara-cara tersebut telah pihaknya lakukan, tetapi faktanya angka kasus DBD masih relatif tinggi. Oleh karena itu, pihaknya hingga kini masih terus mencari cara-cara baru dan lebih memberikan informasi yang lebih kuat kepada masyarakat tentang cara pencegahannya kasus DBD.

Menurutnya, dengan diluncurkannya DBDklim di Jakarta lebih dulu, pihaknya mendapatkan pembelajaran bahwasanya DBDklim memberikan dampak yang cukup efektif dalam menyediakan informasi bagi otoritas kesehatan maupun masyarakat. Dengan demikian, otoritas kesehatan dan masyarakat lebih awal melakukan tindakan-tindakan responsif merespons informasi ini.

"Oleh karena itu, kenapa di Bali tidak. Intinya kami di Bali harus terus mencari cara dan metode untuk bisa menekan kasus-kasus DBD ini karena menjadi beban berat bagi pemerintah daerah dan juga masyarakat," ujarnya.

Dewa Indra menerangkan, pascapeluncuran tersebut, pihaknya bakal melakukan pertemuan-pertemuan teknis bersama pihak BMKG.

"BMKG akan memasukkan data iklim kemudian, Dinas Kesehatan akan memasukkan data tentang penyebaran nyamuk, kasus. Sehingga bisa melahirkan model-model," katanya.

Sementara itu, Plt Wakil Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Daerah Khusus Jakarta Dwi Oktavia menerangkan DBDklim sangat membantu dalam membuat prediksi soal dampak perubahan iklim terhadap penyakit DBD.

"Sehingga sebelum masa penularan kita bisa mengingatkan stakeholder, pemangku wilayah termasuk sampai ke masyarakat bahwa dalam beberapa minggu atau bulan kedepan kita akan masuk dalam masa penularan," imbuhnya.

Menurutnya, seluruh pihak pun nantinya akan dapat melakukan berbagai upaya mitigasi terkait dengan kasus DBD tersebut. "Sehingga masyarakat kalau tidak mau DBD ini seperti angka yang diprediksikan, ayo berusaha untuk turunkan kasus. Lakukan action," imbuhnya.




(nor/hsa)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads