Gelora Tolak PKS Gabung Pemerintahan Prabowo, Sindir Serangan ke Gibran

Gelora Tolak PKS Gabung Pemerintahan Prabowo, Sindir Serangan ke Gibran

Tim detikNews - detikBali
Minggu, 28 Apr 2024 15:38 WIB
Partai Gelora resmi mendukung Ketum Partai Gerindra Prabowo Subianto sebagai bakal capres 2024. Ketum Partai Gelora Anis Matta menyerahkan surat dukungan kepada Prabowo.
Foto: Momen ketika Partai Gelora resmi mendukung Prabowo-Gibran. (Agung Pambudhy)
Bali -

Partai Gelora menunjukkan sikap penolakan jika seandainya Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ikut bergabung dengan pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Sebelumnya, PKS mulai membuka diri untuk tidak lagi menjadi oposisi.

"Jika sekarang PKS mau merapat karena alasan proses politik sudah selesai, apa segampang itu PKS bermain narasi ideologisnya? Apa kata pendukung fanatiknya? Sepertinya ada pembelahan sikap antara elite PKS dan massa pendukungnya," kata Sekjen Partai Gelora Mahfuz Sidik dalam keterangannya, Minggu (28/4/2024), dikutip dari detikNews.

Selain itu, Mahfuz juga menyinggung terkait sikap PKS yang selama masa kampanye Pilpres 2024 melakukan serangan negatif secara masif kepada Prabowo-Gibran. Terutama, kata dia, kepada Gibran Rakabuming Raka, Wali Kota Solo dan putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Seingat saya selama proses kampanye, di kalangan PKS banyak muncul narasi sangat ideologis dalam menyerang sosok Prabowo-Gibran," kata mantan kader PKS itu.

Lebih lanjut, dia mengingatkan publik dengan narasi yang menurutnya muncul dari kalangan PKS. Narasi itu yakni terkait analogi Nabi Musa tidak perlu berutang kepada Firaun. Mahfuz juga mengungkapkan bahwa PKS selama ini kerap memunculkan narasi yang mengadu domba dan membelah masyarakat.

ADVERTISEMENT

"Ketika pada 2019 Prabowo Subianto memutuskan rekonsiliasi dengan Jokowi, banyak cap sebagai pengkhianat kepada Prabowo Subianto. Umumnya datang dari basis pendukung PKS," ujarnya.

Dia juga mengingatkan pernyataan Jokowi dan Prabowo untuk tidak memberi narasi yang membelah politik dan ideologi. "Narasi-narasi yang beresiko membelah lagi masyarakat secara politis dan ideologis. Padahal itu yang sering diingatkan oleh Presiden Jokowi dan capres Prabowo," imbuh Mahfuz.




(hsa/hsa)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads