17 Warga Nusa Penida yang Dikucilkan Akhirnya Boleh Nyoblos di TPS Banjar

17 Warga Nusa Penida yang Dikucilkan Akhirnya Boleh Nyoblos di TPS Banjar

Putu Krista - detikBali
Kamis, 18 Jan 2024 14:31 WIB
KPU Klungkung menggelar rapat terkait 17 warga Desa Ped, Nusa Penida, yang dilarang ke banjar untuk memilih pada Pemilu 2024, Rabu (17/1/2024) (Istimewa).
Foto: KPU Klungkung menggelar rapat terkait 17 warga Desa Ped, Nusa Penida, yang dilarang ke banjar untuk memilih pada Pemilu 2024, Rabu (17/1/2024). (Istimewa)
Klungkung -

Sebanyak 17 warga Banjar Sental Kangin, Desa Ped, Kecamatan Nusa Penida, Klungkung, akhirnya diperbolehkan memilih di Pemilu 2024. Selama ini 17 warga itu mendapat sanksi kasepekang atau sanksi adat dikucilkan.

Sebelumnya, 17 warga dari tiga kepala keluarga (KK) dilarang menggunakan hak suaranya lantaran Tempat Pemungutan Suara (TPS) 17 dan 18 berada di Balai Banjar Sental Kangin. Sanksi kasepekang juga mencakup larangan datang ke balai banjar.

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Klungkung I Ketut Sudiana mengatakan keputusan memperbolehkan memilih merupakan hasil dari rapat dengan masyarakat adat setempat pada Rabu (17/12024). Hasil rapat itu juga akan disampaikan kepada 17 warga yang di-kasepekang.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam rapat tersebut, Sudiana berupaya memberikan pemahaman kepada masyarakat agar 17 warga bisa memilih di TPS yang berada di banjar tanpa harus memindahkan TPS ke tempat lain.

"Dengan catatan tidak membuat masalah dan warga tersebut juga memilih dengan tenang," kata Sudiana kepada detikBali saat dikonfirmasi, Kamis (18/1/2024).

ADVERTISEMENT

KPU, Sudiana melanjutkan, juga meminta bantuan Polsek Nusa Penida dan Koramil Nusa Penida untuk ikut memberi atensi proses pemungutan suara di dua TPS tersebut pada 14 Februari 2024. Sudiana juga menegaskan larangan menggunakan hak pilih termasuk pidana sesuai dengan Undang-Undang Pemilu.

"Karena ini hukum nasional dan mereka terdaftar di DPT (Daftar Pemilih Tetap), masyarakat berhak menggunakan hak pilihnya. Sedangkan, sanksi adat digunakan saat sebagai krama adat," ujar Sudiana.

Sebelumnya, Perbekel Desa Ped Wayan Dartawa membeberkan kasus kasepekang ini berawal dari masalah penguasaan tanah oleh warga tiga KK yang mendapat sanksi adat tersebut. Masalah tanah itu berujung ke ranah hukum dan saat ini proses persidangan masih berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Semarapura, Klungkung.

"Benar ini masih proses dalam persidangan, setiap hari Rabu sidang, saat ini masih pemeriksaan saksi-saksi saja, belum ada keputusan," kata Dartawa.

Dia mengungkapkan tiga KK itu selama ini menjadi warga dinas dan memiliki KTP Desa Ped. Dari beberapa kali paruman adat maupun dinas, ditegaskan tiga KK itu tidak tercatat dalam wilayah adat Sental Kangin.

Perwakilan dari tiga KK itu kemudian menggugat pemuka adat terkait kepemilikan kahan seluas 70 meter persegi di pesisir pantai banjar setempat.

"Dengan alasan sudah menguasai lahan sejak lebih dari 20 tahun walaupun tanpa surat kepemilikan sah dan berencana mendirikan beach club dan tidak disetujui warga adat," urai Dartawa.




(hsa/gsp)

Hide Ads