Derai air mata menyambut Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati alias Cok Ace kala menyambangi kediaman Sang Putu Bayu Adi Krisna di Desa Kedewatan Ubud, Gianyar, Bali, Sabtu (2/9/2023). Dia merupakan satu dari lima korban meninggal dalam insiden lift maut di Ayuterra Resort Ubud.
Kedua orang tua Sang Putu Bayu menangis saat Cok Ace datang. Tokoh Puri Ubud itu langsung merangkul keduanya dan mengucapkan bela sungkawa.
"Kami dari Pemerintah Provinsi Bali dan secara pribadi menyampaikan duka mendalam terhadap kejadian ini," kata Cok Ace.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Cok Ace juga mendatangi Ayuterra Resort Ubud dan mengecek lokasi insiden lift maut yang menewaskan lima orang tersebut. Menurutnya, pengelola resort menyebut telah rutin mengecek kelayakan lift yang memiliki rel sepanjang 65 meter dengan tali sling gantung sebagai pengaman itu.
"Dari data yang disodorkan pihak pengelola resort, pemeriksaan akhir (lift) tercatat November 2022 dan pada bulan yang sama tahun ini juga harus diperbarui data pemeriksaan kelaikannya," imbuh wakil gubernur yang masa jabatannya akan habis pada 5 September mendatang itu.
Siapkan Sanksi Jika Ada Kelalaian
Pria yang juga Ketua PHRI Bali itu mengungkapkan jenis tram lift seperti yang digunakan di Ayuterra Resort Ubud itu juga banyak digunakan di resort dan hotel lainnya di Bali. Jenis lift tersebut biasanya digunakan jika properti dibangun di pinggir tebing atau di lereng bukit.
Cok Ace menegaskan semua hotel dan resort yang menggunakan lift wajib memastikan kelaikannya. "Sanksi pasti ada jika kepolisian menemukan sesuatu akibat kelalaian pengusaha," imbuh Cok Ace.
Saat ini, tamu-tamu yang menginap sudah dipindahkan ke hotel lainnya. Menurut Cok Ace, kejadian di Ayuterra Resort Ubud adalah insiden kecelakaan lift pertama di Bali. "Sepanjang ini belum pernah ada kejadian seperti ini di Bali khususnya," ujar Cok Ace.
Lima karyawan Ayuterra Resort Ubud yang terdiri dari dua laki-laki dan tiga perempuan tewas mengenaskan setelah lift yang mereka naiki putus pada Jumat siang. Saat itu, lima karyawan resort tersebut hendak naik ke atas menggunakan lift luar dengan jalur mirip rel kereta api.
Lift itu dioperasikan dengan tali sling yang ditarik menggunakan mesin. Saat kejadian, para korban naik bersamaan dalam tabung lift berbentuk kotak dan terikat tali sling. Polisi menduga pengganjal atau rem lift itu tak berfungsi dengan baik, sehingga lift meluncur dengan kecepatan tinggi ke bawah.
Atlet Futsal Jadi Korban
Riak suara tangis kesedihan tak putus-putus di kediaman rumah I Wayan Aris Setiawan (20) di Banjar Abiansemal, Desa Lodtunduh, Ubud, Gianyar, Bali, Sabtu (2/9/2023). Aris merupakan salah seorang karyawan yang menjadi korban tewas tragedi lift jatuh.
Ibunda Aris, I Wayan Sumastini, terus menangis dalam keadaan terduduk lemas. Sementara, sang ayah, I Made Suarsa, juga menitikkan air mata. Suarsa mengaku sampai sekarang tidak menyangka sang putra pergi untuk selamanya. Dia menyebut sebelum kejadian, sudah tampak ada tanda-tanda.
"Sudah ada firasat sebelumnya, tumben ingin meminta motor Vespa dan tumben pergi berpamitan ke tempat kerja, memberikan adiknya uang sebelum pergi kerja," kenang Suarsa.
Menurut Suarsa, anaknya sangat betah dan nyaman bekerja di Ayuterra Resort. Sebelum kejadian, Aris tiba-tiba memberikan adiknya uang diam- diam di kamarnya. Dia lantas pamitan bekerja sambil tersenyum.
"Saya tidak menyangka waktu itu adalah pertemuan terakhir saya bersama anak saya," ungkap Suarsa.
Dia juga menyebut Aris merupakan sosok yang rajin dan mandiri. Aris juga aktif gemar dengan kesenian menari dan gamelan. "Jujur kalau anak tiyang (saya) nika (itu) mandiri ," ujar Suarsa.
Tak cuma itu, Aris juga dikenal hobi futsal. Bahkan, dia menjadi atlet futsal Kabupaten Klungkung. Frekuensinya bermain futsal sangat sering. "Job bermainnya sangat padat, hampir setiap dia baru pulang ada saja temannya yang menjemput," kenang Suarsa.
Yanti Sering Mengeluh Takut Lift
Salah satu korban lain adalah Kadek Yanti Pradewi (19), warga Desa Munduk, Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng. Kepergian Yanti membawa duka mendalam bagi ibundanya, Kadek Partini.
Di halaman belakang RSUD Payangan, Gianyar, Partini berurai air mata dan hanya bisa terduduk lemas. Jenazah putrinya saat ini dititipkan di rumah sakit tersebut bersama dua korban lain.
Di RSUD Payangan, Sabtu pagi, selain Partini, tidak banyak keluarga korban yang menunggu. Partini tak henti-hentinya menangis sesenggukan sambil duduk menyelonjorkan kaki didampingi keponakannya.
"Anak saya baru satu bulan bekerja di tempat itu, sering mengeluh katanya takut naik lift seperti itu, liftnya bunyi-bunyi, anak saya cerita saat pulang ke Buleleng sekitar 10 hari lalu," kenangnya saat diwawancarai detikBali.
Partini menceritakan Yanti bekerja sebagai housekeeping di resor tersebut. Selama sebulan bekerja, Yanti lebih sering menggunakan tangga karena takut naik lift.
Saat pertemuan terakhir di Buleleng, kenang Partini, anaknya meminta uang untuk bekal lantaran belum gajian. Uang tersebut untuk kebutuhan makan selama tinggal di kos-kosan.
"Gajian pertama 28 Agustus. Dua hari lalu sempat menelepon saya disuruh sabar, baru belajar bekerja. Anak saya bercita-cita memberikan bekal adiknya yang disekolahkan orang lain di Kota Singaraja. Saya punya tiga anak semua disekolahkan di Liligundi. Singaraja diajak oleh Ida Ratu," urai Partini.
Sementara itu, salah seorang sekuriti di RSUD Payangan, Ida Bagus Putu Tagel, menceritakan kondisi ketiga korban saat datang sangat mengenaskan. Tubuh korban penuh darah dan tanah. Mereka kebanyakan luka parah di kepala. Untuk diketahui, selain tiga jenazah di RSUD Payangan, dua jenazah lagi berada di Rumah Sakit Ari Canti, Ubud.
(hsa/hsa)