Bahkan, pengelola Baso A Fung di Bandara Ngurah Rai menghancurkan 88 mangkuk imbas dari perbuatan Jovi. Hal itu dilakukan demi menjaga sertifikat halal restoran bakso tersebut.
"Total 88 mangkuk (dihancurkan)," ungkap Manajer Operasional A Fung Bali Moch. Arlan Nabillah kepada detikBali melalui WhatsApp, Kamis (20/7/2023).
Tak mudah untuk sebuah usaha bisa mendapatkan sertifikasi halal dari Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). Berdasarkan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, BPJPH bekerja sama dengan kementerian dan atau lembaga terkait, Lembaga Pemeriksa Halal (LPH), dan Majelis Ulama Indonesia (MUI), dalam melaksanakan wewenangnya.
Berikut ini prosedur mendapatkan sertifikasi halal.
Syarat Mengajukan Sertifikasi Halal
Pelaku usaha yang mengajukan permohonan sertifikat halal wajib:
a. Memberikan informasi secara benar, jelas, dan jujur.
b. Memisahkan lokasi, tempat dan alat penyembelihan, pengolahan, penyimpanan, pengemasan, pendistribusian, penjualan, dan penyajian antara produk halal dan tidak halal.
c. Memiliki penyelia halal.
d. Melaporkan perubahan komposisi bahan kepada BPJPH.
Dokumen Permohonan Sertifikasi Halal
Berdasarkan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014, permohonan sertifikat halal harus dilengkapi dengan beberapa dokumen berikut:
1. Data pelaku usaha berupa Nomor Induk Berusaha (NIB) dan data penyelia halal (salinan KTP, daftar riwayat hidup, salinan sertifikat penyelia halal, dsb).
2. Nama dan jenis produk/menu/barang/jasa.
3. Daftar produk dan bahan yang digunakan.
4. Proses pengolahan produk.
Prosedur Permohonan Sertifikasi Halal
Prosedur permohonan sertifikasi halal dapat dilakukan sebagai berikut:
1. Menyiapkan dokumen pelengkap seperti yang disebutkan dalam Pasal 29 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal.
2. Melakukan pendaftaran online melalui situs https://ptsp.halal.go.id/. Lakukan registrasi terlebih dahulu dan isi data diri sesuai dengan yang tertera di situs tersebut.
3. Log in dengan akun yang sudah didaftarkan. Kemudian isi data asal pelaku usaha dan isi NIB sesuai dengan kolom yang tersedia.
4. Ikuti tahapan pendaftaran dan unggah dokumen-dokumen pelengkap yang diperlukan sesuai dengan usaha yang dijalani. Kemudian, akan keluar invoice untuk pembayaran.
5. Setelah itu, BPJPH akan memeriksa kelengkapan dokumen dan menetapkan LPH untuk melakukan pemeriksaan dan atau pengujian kehalalan produk. Proses ini memakan waktu hingga lima hari kerja.
6. Proses akan dilanjutkan ke pemeriksaan dan pengujian oleh auditor halal yang dilakukan di lokasi usaha pada saat proses produksi.
7. Selanjutnya, LPH menyerahkan hasil pemeriksaan dan/atau pengujian kehalalan produk kepada BPJPH.
8. BPJPH menyampaikan hasil pemeriksaan dan atau pengujian kehalalan produk kepada MUI untuk memperoleh penetapan kehalalan produk.
9. MUI menetapkan kehalalan produk melalui sidang fatwa halal.
10. Jika sidang fatwa halal menetapkan bahwa produk yang bersangkutan halal, maka BPJPH akan menerbitkan sertifikat halal.
Kewajiban Pelaku Usaha
Pelaku usaha yang sudah mendapatkan sertifikat halal wajib melakukan hal-hal berikut:
1. Mencantumkan label halal terhadap produk yang telah mendapat sertifikat halal.
2. Menjaga kehalalan produk yang telah memperoleh sertifikat halal.
3. Memisahkan lokasi, tempat dan penyembelihan, alat pengolahan, penyimpanan, pengemasan, pendistribusian, penjualan, dan penyajian antara produk halal dan tidak halal.
4. Memperbarui sertifikat halal jika masa berlaku sertifikat halal berakhir dan dan melaporkan perubahan komposisi bahan kepada BPJPH
Biaya Sertifikasi Halal Restoran
Biaya sertifikasi halal untuk restoran/katering/kantin adalah sebesar Rp 3.687.000.
Penyebab Sertifikasi Halal Dicabut
Sertifikasi halal dapat dicabut apabila terjadi beberapa kondisi berikut:
1. Pelaku usaha tidak dapat melakukan perbaikan atau tindakan perbaikan yang diambil tidak memadai dalam batas waktu yang ditetapkan setelah dikeluarkan pemberitahuan pembekuan sertifikasi.
2. Pelaku usaha tidak ingin memperbarui sertifikat yang hanya berlaku selama 2 tahun.
3. Pelaku usaha dinyatakan bangkrut.
4. Pelaku usaha tidak melaksanakan kewajiban seperti yang tertera dalam Pasal 25 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014.
5. Keputusan pencabutan oleh Direktur LPPOM MUI setelah mendapat persetujuan MUI.
(gsp/hsa)