Warga Desa Antosari, Kecamatan Selemadeg Barat, Tabanan, Bali, menagih kepastian mengenai kelanjutan pembangunan jalan tol Gilimanuk-Mengwi. Sebab, sudah dua tahun sejak sosialisasi rencana pembangunan tol tersebut, warga yang lahannya terkena jalur menjadi serba salah untuk beraktivitas.
Karena ketidakjelasan inilah, Rabu (17/7/2023), warga akhirnya memasang spanduk di pinggir jalur utama menuju Kecamatan Pupuan. Spanduk yang ditujukan ke Gubernur Bali Wayan Koster meminta informasi pasti mengenai kelanjutan pembangunan tol.
Jika tidak dilanjutkan, warga Antosari meminta patok-patok agar segera dicabut. Tujuannya agar warga bisa mempergunakan lahan mereka untuk bertani, berkebun, dan merenovasi rumah yang sudah bocor.
"Kami tunggu jawaban secepatnya dari Pak Wayan baik secara langsung bertatap muka dengan kami maupun lewat media. Tolong jangan terlalu lama kami digantung seperti ini. Beri kami jawaban yang akurat dan yang pasti dapat kami percaya. Karena ini berdampak bagi semua warga yang terkena dampak jalur tol Suksma" seperti narasi yang tertulis di dalam spanduk.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Salah satu warga Banjar Gulingan, Desa Antosari, I Wayan Guntur Sudiasa lahan miliknya seluas 1,3 hektare terkena jalur tol. Menurutnya, ketidakjelasan mengenai pembangunan jalan tol membuat ia dan sekitar 49 KK dari Banjar Gulingan jadi serba salah menggarap lahan.
"Sampai sekarang belum ada informasi mengenai kejelasan proyek ini. Apakah dilanjutkan atau tidak," ujar pria berusia 53 tahun itu.
Kondisi tersebut sudah terjadi sekitar dua tahun lalu sejak tahap sosialisasi, pendataan lahan dan tanaman, hingga pengukuran. "Kalau tidak (lanjut), mohon patok-patok itu dicabut karena mengganggu kami bercocok tanam atau berkebun," sebutnya.
Guntur menambahkan meski sudah ada beberapa tahapan dari rencana pembangunan tol, sejauh ini ia dan 49 KK lainnya di Banjar Gulingan belum mendapatkan kepastian mengenai kompensasi.
"Serba salah. (Lahan) mau apakan? Kami mau kasih pupuk untuk tanaman durian, manggis, atau cokelat, kami takut rugi kalau ternyata proyek itu mau dikerjakan dalam waktu dekat," keluh Guntur.
Pria yang juga mantan Perbekel atau Kepala Desa Antosari ini menyebut ongkos untuk menabur pupuk tidaklah sedikit. Belum lagi ongkos buruh.
"Kami menjadi ragu. Ongkos malah keluar banyak," ujarnya.
Menurutnya, luas lahan yang terkena jalur pembangunan tol Gilimanuk-Mengwi di Banjar Gulingan kurang lebih sepuluh hektare. Jaraknya sekitar dua kilometer dan membentang dari sungai atau Tukad Otan hingga Tukad Payan.
"Dua tahun kami jadi serba salah menggarap lahan. Itu paling tidak dua kali panen padi. Tanaman di tegalan seperti manggis dan durian kan perlu dipupuk juga," ungkapnya.
Ia mencontohkan penggunaan pupuk Ponska untuk mengembalikan unsur hara tanah. Harga satu zak pupuk tersebut sekitar Rp 350 ribu.
"Kami menyadari ini proyek strategis nasional. Keputusan dan kewenangannya ada di pusat, tetapi pejabat di daerah, seperti gubernur perlu menjembatani kami agar ada kepastian," tegasnya.
Soal kompensasi untuk jalur yang terkena lintasan tol, Guntur menyebut belum ada angka sama sekali. Meski rencana pembangunan tol ini sudah sampai pada tahap pengukuran lahan.
"Belum ada yang berani berikan angka ganti rugi," ungkap Guntur.
Sejatinya, lanjut Guntur, aspirasi ini sudah disampaikan lewat surat yang ditujukan kepada Gubernur Bali Wayan Koster. Itu setelah Perbekel Antosari memberikan dukungan atas aspirasi yang hendak disampaikan.
"Surat sudah kami kirim. Kurang lebih dua minggu lalu. Karena belum mendapatkan jawaban makanya kami dari warga berinisiatif pasang spanduk," tukasnya.
(nor/hsa)