Baru Ada 2 Pangkalan Transportasi Konvensional Berizin di Bali

Lapsus Angkutan Online Vs Konvensional

Baru Ada 2 Pangkalan Transportasi Konvensional Berizin di Bali

Ni Made Lastri Karsiani Putri - detikBali
Jumat, 30 Jun 2023 14:33 WIB
Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Bali, IGW Samsi Gunarta ketika ditemui di Kantor Dinas Perhubungan Provinsi Bali, Jalan Cok Agung Tresna, Denpasar, Bali pada Senin (26/6/2023). (Ni Made Lastri Karsiani Putri-detikBali)
Foto: Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Bali, IGW Samsi Gunarta ketika ditemui di Kantor Dinas Perhubungan Provinsi Bali, Jalan Cok Agung Tresna, Denpasar, Bali pada Senin (26/6/2023). (Ni Made Lastri Karsiani Putri-detikBali)
Denpasar -

Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Bali IGW Samsi Gunarta menyebut baru ada dua pangkalan transportasi konvensional berizin di Bali sesuai aturan Pergub Nomor 2 Tahun 2020. Yakni di kawasan ITDC dan Bandara I Gusti Ngurah Rai Bali, Badung.

Lalu, ada tiga wilayah lain yang masih mengajukan pembuatan pangkalan berizin untuk transportasi roda tiga hingga roda empat. Yaitu kawasan Kuta, Pecatu, dan Pelabuhan Benoa, Denpasar.

"(Kendala sedikit pangkalan) Umumnya karena banyak yang tidak mau diatur, jadi mereka mungkin kesulitan untuk menyesuaikan diri. Kedua, mungkin hal yang seperti ini membutuhkan komitmen bersama untuk menjaga bersama-sama wilayah itu," ungkap Samsi, Senin sore (26/6/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurutnya, ketika telah ada pangkalan di suatu titik haruslah benar-benar dikelola dengan baik sehingga ke depannya tak ada konflik antara pengemudi.

"Jadi, yang menjaga pangkalanlah yang sebetulnya menegur kalau ada yang tidak dalam posisi legal di situ untuk mengambil penumpang. Mekanisme ini memang butuh pemberdayaan sehingga proses ini berjalan, tetapi tidak mudah dan harus kemauan dari lokal untuk benar-benar mau mengelola," sebutnya.

ADVERTISEMENT

Ia menjelaskan adapun beberapa syarat dalam pengajuan pangkalan. Pertama, harus ada kesepakatan antara pemilik properti. Kedua, harus ada rekomendasi dari desa setempat dalam hal pembuatan pangkalan.

Ketiga, harus ada kesanggupan untuk mengurus serta membentuk anggota struktur di pangkalan. Keempat, memastikan kendaraan yang beroperasi di pangkalan tersebut memiliki izin angkutan sehingga tidak ada kendaraan yang ilegal.

Menurutnya, dengan adanya penetapan pangkalan maka akan ada titik-titik delineasi. "Itu yang memang kami berikan (informasi) kepada (driver) online. Kalau dia berada di daerah itu, mereka diberikan informasi bahwa dia memasuki wilayah pangkalan. Sehingga kalau mau angkat penumpang harus lapor dulu. Ketemu dengan pengelola pangkalan kalau mau mengangkat penumpang," imbuh Samsi.

Samsi mencontohkan hal tersebut sama dengan bagaimana seseorang memasuki suatu tempat suci yang harus mengikuti aturan yang berlaku dan semua pihak harus memiliki niat untuk saling menjaga sehingga tak terjadi konflik.

Sementara disinggung soal ojek pangkalan (opang) di Bali, Samsi mengaku Dinas Perhubungan tidak mendata hal tersebut. Begitupun dengan pangkalan transportasi online.

"Ojek sebetulnya tidak ada di dalam rezim transportasi angkutan. Ojek sebetulnya tidak masuk dalam konteks angkutan. Angkutan yang ada adalah roda tiga seperti bajaj dan roda empat seperti taksi," paparnya.

Namun demikian, sambung Samsi, terkait pengawasan diserahkan kepada Kementerian Perhubungan. Dan terkait penentuan tarif diatur oleh Menteri Perhubungan dengan memberikan guideline.

"Itu yang digunakan oleh aplikator sekarang dalam menetapkan seperti apa tarif pengantaran orang maupun barang," ungkapnya.

Di sisi lain, kata Samsi, kendaraan sewa berbasis aplikasi tidak diperbolehkan untuk mengambil pesanan di wilayah transportasi pangkalan yang telah mengikuti aturan Pergub Nomor 2 Tahun 2020.

"Tapi, pangkalan akan memperbolehkan dia (driver online) beroperasi kalau misalnya ada kerja sama dengan pangkalan. Kerjasama ini bussiness to bussines karena ada pelayanan yang diberikan pangkalan," imbuhnya.




(nor/hsa)

Hide Ads