Pasien suspek rabies bernama FM asal Desa Fae, Kecamatan Amanatun Selatan, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Nusa Tenggara Timur (NTT) meninggal dunia di Puskesmas Oinlasi, Jumat (23/6/2023) pada pukul 16.57 Wita. Bocah berusia delapan tahun itu kena gigitan anjing rabies pada Januari 2023.
Sebelum meninggal dunia sempat menjalani perawatan medis selama satu minggu di Puskesmas Oinlasi. "Tujuh hari mendapat rawat inap di Puskesmas Oinlasi. Tadi meninggal pada pukul 16.57 Wita," ujar Ketua Satuan Tugas Rabies TTS Ady Tallo melalui WhatsApp, Jumat malam.
Baca juga: KLB Rabies, Anjing Liar di TTS Dieliminasi |
Ady mengungkapkan jumlah korban akibat rabies di Kecamatan Amanatun Selatan sudah empat orang, yakni Antonius Banunaek, DM, dan terakhirnya ialah FM. Sedangkan di Kecamatan Kualian yaitu GAK.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saat ini korban yang meninggal dunia berjumlah empat orang. Tiga di antaranya anak-anak," ungkap Adi.
Korban Gigitan Anjing di TTS 515 Orang
Penularan rabies terus meluas di 131 desa dan 28 kecamatan di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Nusa Tenggara Timur (NTT), dengan jumlah korban gigitan rabies terus bertambah menjadi 515 orang. Dari jumlah itu, 252 korban di antaranya merupakan anak-anak dan balita.
Rinciannya jumlah korban yang meninggal dunia sudah tiga orang, yaitu dua anak-anak dan satu dewasa. Lalu yang tidak ada gejala 448 orang, gejala yang tidak khas rabies 63 orang, kemudian gejala khas rabies empat orang, dan rawat jalan 511 orang.
"Jumlah gigitan hingga (22/6/2023) sudah 515 orang," ujar Kepala Dinas Kesehatan, Kependudukan dan Pencatatan Sipil NTT Ruth Laiskodat saat konferensi pers, Jumat (23/6/2023).
Tim satuan tugas rabies bersama TNI dan Polri terus menyisiri hutan-hutan dan pemukiman warga untuk mencari dan mengeliminasi dengan cara menembaki setiap anjing yang ditemukan berkeliaran dan bergejala rabies.
Selain itu, petugas terus mengimbau warga untuk selalu mengikat atau mengandangkan anjing dan tidak dibiarkan berkeliaran demi memutus mata rantai penyebaran rabies.
Sedangkan upaya vaksinasi terhadap hewan penular rabies (HPR) terus dilakukan dengan menerapkan dua pola. Yaitu pelayanan secara terpadu di posko vaksin dan pelayanan vaksinasi dari rumah ke rumah.
Ruth mengaku hingga saat ini Dinas Kesehatan Dukcapil melalui instalasi farmasi telah menyiapkan atau sisa stok vaksin antirabies (VAR) berjumlah 14.596 vial dan serum antirabies (SAR) berjumlah 10 vial.
"Karena stok yang sudah didistribusikan hingga (18/6/2023), VAR 25.200 vial dan SAR 220 vial. Sehingga dari delapan kabupaten di Flores ditambah dengan Lembata lebih banyak diberikan ke TTS," jelas Ruth.
Ia menerangkan sehari sebelum kunjungan Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat ke TTS sudah dilakukan drop VAR dan SAR. Karena gigitan dan permintaan semakin banyak, maka stoknya didistribusikan lagi.
"Sehingga kami sudah kirim di satu minggu terakhir saat itu. Ada kabupaten yang berbatasan dengan TTS termasuk Kota Kupang, kami sudah memberikan VAR untuk stok di Rumah Sakit SK Lerik, Kota Kupang," imbuhnya.
Ia mengatakan walaupun Kota Kupang belum terkena kasus rabies tetapi ada satu atau dua orang masyarakat yang terkena cakar dan gigitan anjing langsung dianjurkan ke RS SK Lerik.
"Agar stok di NTT tidak berkurang, kami sudah memberikan permohonan permintaan pengadaan 25.000 VAR ke Kementerian Kesehatan dan 550 SAR. Supaya masyarakat bisa mendapat edukasi, kami juga sudah meminta banner, leaflet, lembar balik dan spanduk," bebernya
Sementara, Kepala Dinas Peternakan NTT Johana E Lisapally menegaskan agar setiap HPR wajib divaksinasi, diikat, dan dikandangkan. Bila tidak dilakukan maka tindakan eliminasi wajib dilakukan.
"Kondisi saat ini sudah kejadian luar biasa (KLB) rabies, maka tindakan eliminasi wajib dilakukan dengan menerapkan prinsip kesejahteraan hewan (Kesrawan)," tandasnya.
(nor/gsp)