Walhi Bali kecewa karena tidak diberikan kesempatan untuk menyampaikan pendapat, bahkan diusir dari rapat kajian keamanan proyek Terminal LNG Sidakarya, Denpasar. Rapat ini melanjutkan pembahasan proyek yang sebelumnya tak direkomendasikan oleh Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.
Rapat Kerja Koordinasi Teknis dengan agenda update progres dan pemaparan hasil kajian dan harmonisasi oleh Pemprov Bali/Perusda Bali dan Pemkot Denpasar itu digelar pada Kamis (27/4/2023).
Rapat itu dihadiri oleh Gubernur Bali Wayan Koster, Wali Kota Denpasar IGN Jaya Negara dan perwakilan Desa Adat Intaran, Serangan, Sesetan, dan Sidakarya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kurang lebih di sana dijelaskan kajian keamanan, pemaparan dari tim ahli gubernur (mengenai Terminal LNG). Kami tidak diberikan kesempatan mengembangkan pendapat, dan diusir," ujar Direktur Walhi Bali Made Krisna Dinata.
"Kami sangat kecewa terkait forum ini karena seperti yang kita tahu bersama Kemenko Marinves telah mengeluarkan surat tidak direkomendasikannya Terminal LNG dan pipa gas bersih. Tapi tiba-tiba hari ini ada lagi pembahasan kelanjutan Terminal LNG. Jadinya, kami kecewa dan mempertanyakan eksistensi surat Kemenko Marinves," lanjut Dinata.
Seharusnya, dia menilai seluruh instansi tunduk menjalankan surat Kemenko Marinves. "Jadi, forum tadi tidak pantas untuk dijalankan," tegasnya.
Divisi Advokasi Komite Kerja Advokasi Lingkungan Hidup (Kekal) Bali I Made Juli Untung Pratama menyebut rapat yang semulai dilakukan pada pukul 14.00 Wita, tiba-tiba dimajukan menjadi pukul 09.00 Wita.
Ia menjelaskan semula acara diawali dengan pemaparan dari berbagai instansi, kemudian pimpinan rapat Deputi Bidang Infrastruktur dan Transportasi Kemenko Marinves Rachmat Kaimuddin akan menyimpulkan hasil diskusi.
"Di sela-sela pimpinan rapat membaca kesimpulan, Kekal dan Walhi melakukan interupsi untuk mengemukan pendapat. Hal itu dilakukan sebab Kekal dan Walhi ingin menyampaikan pendapatnya," kata Untung.
Alih-alih diberi kesempatan, justru perdebatan alot terjadi di mana Rachmat mempermasalahkan kehadiran Kekal dan Walhi. Rachmat pun melarang Kekal dan Walhi bicara dalam rapat dengan alasan hanya pemerintah yang boleh bicara.
"Kami ingin bicara, sebab kami adalah lembaga yang aktif mengadvokasi isu rencana pembangunan Terminal LNG," ungkap Untung.
Di sana, Rachmat malah mengusir Kekal dan Walhi keluar dari ruang rapat. "Karena Kekal dan Walhi diusir oleh pimpinan rapta, perwakilan kami pun meninggalkan ruangan rapat," imbuh Untung.
Ia menduga rapat pembahasan memang secara sengaja untuk meloloskan proyek Terminal LNG Sidakarya. "Tidak dilibatkannya kami, serta diusirnya kami, tidak diberikan kesempatan bicara, seakan menjawab dugaan kami kalau pertemuan ini untuk memaksakan proyek Terminal LNG Sidakarya," tuturnya.
Tidak cuma itu, Untung melanjutkan ngototnya Koster untuk meloloskan proyek Terminal LNG menguatkan dugaan soal saham 20 persen yang diberikan kepada Pemprov Bali ialah saham kosong atau utang yang dibarter dengan lahan dan fasilitas berbagai kebijakan agar proyek lolos. "Tindakan Koster meyakinkan dugaan kami," tandasnya.
(BIR/iws)