Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Badung melalui Sekretaris Daerah (Sekda) menggelar rapat koordinasi dengan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Badung, Rabu (12/4/2023). Rapat itu untuk menyikapi masalah batas wilayah dan pembangunan tapal batas Desa Pemogan, Denpasar, yang ada di wilayah administratif Badung.
Sekda Badung I Wayan Adi Arnawa juga mengundang Kepala Dinas Pemajuan Masyarakat Adat (PMA) Provinsi Bali I Gusti Agung Ketut Kartika Jaya Saputra ke Puspem Badung.
Dalam rapat itu, Adi Arnawa menegaskan perlu menyamakan persepsi terkait kisruh tapal batas yang berada di wilayah antara Denpasar dengan Kuta, Badung.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami mengharapkan Dinas PMA Bali sesegera mungkin dapat memfasilitasi kami. Dengan mengundang pihak-pihak terkait duduk bersama memberi pemahaman dan pengertian sehingga permasalahan ini dapat diselesaikan dengan baik," kata Adi Arnawa.
Kartika Jaya menjelaskan permasalahan desa adat di Bali cukup kompleks. Sejak Pemprov Bali menarik kewenangan desa adat ke pemerintah provinsi, dilakukan penyusunan regulasi Perda Nomor 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat di Bali.
"Memang, desa adat seperti ada euforia. Sebenarnya dalam Perda 4 itu, desa adat diberikan kewenangan. Tetapi, ada batas-batasnya," jelas Kartika Jaya didampingi Kabid Pemajuan Hukum Adat seusai rapat koordinasi.
Ia lantas menyinggung soal penentuan batas wilayah yang diatur sesuai Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) maupun batas desa adat yang diatur di awig-awig desa adat masing-masing di Bali.
"Kalau batas administratif pemerintahan itu sudah jelas ada Permendagri yang mengatur. Kalau batas-batas wilayah desa adat, saya banyak mempelajari awig-awig, hampir semua batas wewidangan desa adat itu adalah alam," terang dia.
"Ada istilah saling seluk, beririsan semua. Ada yang disebut menggunakan bengang dulu, sungai, bukit, taru ageng, sehingga memang sangat sulit menentukan batas-batas wewidangan desa adat itu," lanjutnya.
Intinya, lanjut Kartika Jaya, mengenai masalah tapal batas ini akan difasilitasi lewat pertemuan. Dia berjanji mengundang majelis desa adat, dan pihak desa adat, pihak terkait lainnya yang berkaitan atas problem tapal batas di perbatasan Kuta dengan Denpasar.
Sebelumnya, Adi Arnawa mengakui Pemkab Badung turun ke lapangan pada Senin (10/4/2023) lalu untuk menindaklanjuti pembangunan gapura di Jalan Griya Anyar, Kuta, di mana lokasi pembangunan gapura batas Desa Adat Pemogan diklaim masih wilayah administratif Kabupaten Badung.
Dia menjelaskan kehadiran jajaran Pemkab Badung ke lokasi pembangunan gapura di Jalan Griya Anyar, Kuta, hanya untuk menegakkan aturan. Adi Arnawa juga menegaskan poin yang menjadi keberatan Pemkab Badung terkait bangunan berdiri di atas ruang milik jalan (Rumija).
"Terindikasi ada pembangunan batas wewidangan (wilayah) desa adat berupa gapura dan memanfaatkan Rumija. Berdasarkan ketentuan kan tidak boleh (pembangunan) sampai memanfaatkan rumija jalan," tegas Arnawa.
Adi Arnawa juga menyinggung rencana Pemkab Badung membangun trotoar di sepanjang jalan tersebut pada tahun anggaran perubahan 2023. Hal itu yang membuat Pemkab Badung mesti turun tangan.
"Kami juga ada program tahun anggaran perubahan 2023 untuk pembangunan trotoar di sana. Wajar kami kasih tahu. Kenapa kami reaktif? Karena itu masih wilayah Badung secara administratif," ungkap pejabat asal Pecatu, Kecamatan Kuta Selatan ini.
(BIR/efr)