Kota Denpasar terpilih sebagai wilayah di Bali yang mencatat angka prevalensi stunting terendah, yakni 5,5 persen. Hal ini didasarkan studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022 yang ada di level 9 persen.
Stunting adalah masalah gizi kronis akibat kurangnya asupan gizi dalam jangka waktu panjang, sehingga mengakibatkan terganggunya pertumbuhan dan perkembangan anak.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (P3AP2KB) Kota Denpasar I Gusti Agung Sri Wetrawati menuturkan keberhasilan tersebut tak terlepas dari kerja keras tim konvergensi stunting, tim pendamping keluarga di Kota Denpasar, serta keterlibatan unsur swasta.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dengan program prioritas yang memfokuskan pada tujuan penurunan prevalensi angka stunting. Program prioritas ini meliputi program edukasi pengasuhan 1.000 Hari Pertama Kelahiran (HPK) bagi ibu hamil dan keluarga oleh Dinas P3AP2KB," katanya, Kamis (16/3/2023).
Kemudian, kata Gusti, program lainnya adalah peningkatan fasilitas Posyandu dan pemberian makan tambahan yang dimotori TP PKK berkolaborasi dengan Dinas PMD dan Dinas Kesehatan.
"Dinas PUPR juga dilibatkan dalam pembangunan sanitasi serta air bersih bagi warga. Ada juga Program Keluarga Harapan (PKH) dan program BLT dari Dinas Sosial, serta pembinaan masyarakat terkait penganekaragaman, dan pemanfaatan sumber daya lokal," terang dia.
Ada juga program edukasi pencegahan stunting bagi anak-anak pendidikan usia dini (PAUD) yang diberikan oleh Dinas Dikpora.
Berdasarkan hasil Rembuk Stunting 2023, Gusti mengatakan penurunan prevalensi angka stunting ini juga masih melibatkan tim konvergensi multi sektor.
"Hal ini dilakukan agar angka stunting di Kota Denpasar semakin bisa ditekan. Sehingga, nantinya dapat lahir generasi emas berkualitas di Kota Denpasar," sebutnya, dalam keterangan tertulis yang diterima detikBali.
(BIR/iws)