Ratusan warga Desa Gili Indah, Gili Trawangan, Kecamatan Pemenang, Lombok Utara, NTB menggeruduk Kantor Gubernur NTB, Rabu (15/3/2023) siang. Mereka menuntut penghapusan status Hak Pengelolaan Lahan (HPL) tanah seluas 75 hektare di Pulau Gili Trawangan.
Mantan Wakil Bupati (Wabup) Lombok Barat tahun 2009 Izzul Islam yang ikut dalam aksi mengatakan Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB telah merampas hak warga di Gili Trawangan. Dia bersama ratusan massa aksi mendesak pemerintah merubah status tanah dari HPL menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM).
"Saya minta Gubernur Zul segera mencabut HPL tanah di Gili Trawangan. Saya sebagai mantan pejabat tahu bagaimana proses ini," kata Izul.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Izzul, tanah yang diklaim milik Pemprov NTB sesuai dengan sertifikat HPL Nomor./Tgl: 1/22 Desember 1993 dengan luas: 750.000 m2 (GS No.5460/1993) itu bentuk perampasan hak masyarakat.
"Saya yakin terbitnya sertifikat HPL itu ada suap yang masuk ke pemerintah NTB. Saya meminta Kapolda dan kejaksaan membuka ini supaya terang benderang," katanya.
Asisten Administrasi Umum Setda Provinsi NTB Wirawan Ahmad yang menemui massa mengatakan akan segera menindaklanjuti segala tuntutan masyarakat di Gili Trawangan.
Menurutnya, surat yang dikirim warga soal penghapusan HPL di Gili Trawangan ini akan segera dijawab oleh Gubernur Zul sore hari ini.
"Keputusan ada di Pak Gub. Nanti kami jawab surat tuntutan warga Gili," jelas Wirawan.
Terpisah, Kepala Biro Hukum Setda Provinsi NTB Lalu Rudy Gunawan mengatakan soal isu Pemprov NTB bekerja sama dengan warga negara asing (WNA) tidaklah benar.
Menurut Rudy, Pemprov NTB melakukan kerja sama dengan perusahaan yang berbadan hukum Indonesia, bukan WNA untuk menguasai lahan di Gili Trawangan.
"Sekalipun ada nama warga negara asing, tetapi dalam perjanjian pemanfaatan tanah, yang bersangkutan bertindak untuk dan atas nama perusahaan yang berbadan hukum Indonesia, bukan bertindak untuk dan atas nama diri sendiri," kata Rudy dalam keterangannya.
Menurut Rudy, Pemprov NTB hanya bekerja sama dengan WNI yang memiliki suami/istri WNA dan menetap di Gili Trawangan.
"Kami akan memberikan prioritas kepada masyarakat dan pengusaha untuk mendapatkan Hak Guna Bangunan dengan jangka waktu paling lama 30 tahun yang dapat diperpanjang dan diperbarui," katanya.
Dalam proses kerja sama, Tim Satgas mendapatkan arahan dari KPK agar tidak bekerja sama dengan masyarakat yang sudah menyewakan/memperjualbelikan lahan di Gili Trawangan.
"Kejati NTB sudah melakukan penyidikan. Tim Satgas mengikuti arahan dari KPK dan Kejaksaan Tinggi NTB saja," kata Rudi.
Khusus untuk investor yang sebelumnya sudah ada atau pernah melakukan perjanjian kerja sama, akan dicarikan bentuk atau formula kerja sama yang tepat yang tidak melanggar ketentuan hukum.
Rudi mengungkapkan dalam waktu dekat Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) di tiga Gili bersama dengan Biro Hukum dan BPKAD akan ke Jakarta untuk berkonsultasi dan berkoordinasi dengan KPK terkait permasalahan lahan di Gili Trawangan.
(hsa/gsp)