Digigit Anjing 3 Bulan Lalu, IRT Jembrana Meninggal Dunia

Digigit Anjing 3 Bulan Lalu, IRT Jembrana Meninggal Dunia

Putu Adi Budiastrawan - detikBali
Senin, 06 Mar 2023 15:39 WIB
Mobil jenazah RSU Negara saat mengantar korban meninggal dengan riwayat digigit HPR, Senin (6/3/2023).
Foto: Mobil jenasah RSU Negara saat mengantar korban meninggal dengan riwayat digigit HPR, Senin (6/3/2023). (I Putu Adi Budiastrawan/DetikBali)
Jembrana -

Seorang ibu rumah tangga (IRT) asal Desa Kaliakah, Negara, Jembrana, meninggal dunia dengan riwayat digigit hewan penular rabies (HPR).

IRT tersebut, Ni Putu N, meninggal karena tidak mendapat penanganan.

Merunut ke belakang, tidak adanya penanganan terhadap wanita 45 tahun ini disebabkan karena korban tidak mengalami luka serius, sehingga tidak melaporkannya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Jembrana I Gede Ambara Putra mengatakan Ni Putu N memiliki riwayat gigitan anjing tiga bulan lalu. Namun, ia tidak melaporkan ke fasilitas kesehatan terdekat, sehingga tidak disuntik vaksin anti rabies (VAR).

"Memang kami tidak bisa memastikan korban meninggal karena rabies, namun karena adanya riwayat gigitan anjing, sehingga mengarah ke rabies atau suspek rabies," ungkap Ambara kepada DetikBali, Senin (6/3/2023).

ADVERTISEMENT

Ambara juga menjelaskan sebelum meninggal, korban juga menunjukkan gejala rabies. Seperti, demam, panas, kejang, dan kesadaran menurun. Setelah itu, timbul reaksi takut air dan takut angin. Kemudian, perubahan perilaku yang tidak wajar.

"Kondisi ini dicurigai mengarah ke rabies, serta adanya riwayat pernah digigit anjing liar," papar Ambara.

Ambara juga menjelaskan dari hasil investigasi korban digigit anjing pada pangkal ibu jari kaki kanan. Namun, karena lukanya tidak terlalu parah hanya dibersihkan di rumah dan tidak ke faskes terdekat.

"Saat kami tanyakan, memang itu anjing liar yang datang ke rumah korban," jelasnya.

Kemudian pada Kamis (2/3/2023) malam, korban mengalami demam serta mengeluhkan sesak napas, sehingga dilarikan ke RSU Negara untuk mendapatkan perawatan. Diagnosis dengan observasi takut menelan minum air dan cahaya (suspek rabies).

"Korban saat dirawat mulai memburuk yakni gelisah dengan obat penenang. Korban akhirnya meninggal pada Senin (6/3/2023) sekitar pukul 12.03 Wita," kata Ambara.

Disinggung mengenai jumlah kasus gigitan HPR selama awal tahun 2023, Ambara menjelaskan sudah terjadi sebanyak 760 kasus, namun seluruh korban gigitan sudah mendapatkan VAR.

"Untuk kasus gigitan HPR positif 50 kasus, dan meninggal suspek rabies dua," paparnya.

Ambara juga menjelaskan reaksi virus rabies di tubuh suspek bisa berkembang dalam kurun dua minggu sampai dua tahun. Namun, kasus yang umum terjadi biasanya pada dua sampai tiga bulan.

"Karena virus itu lama berkembang. Beda dengan gigitan risiko tinggi reaksinya lebih cepat, bahkan sampai satu minggu," ujarnya.

Untuk itu, Ambara mengimbau kepada seluruh masyarakat Jembrana, agar tidak mengabaikan kasus gigitan HPR.

Ia meminta agar masyarakat sesegera mungkin mencuci luka dengan air mengalir selama 10 sampai 15 menit dan datang ke faskes terdekat untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut.

"Pada intinya kepada masyarakat ketika adanya kasus gigitan harus segera melaporkan agar cepat ditangani. Selama ini, jika pasien melaporkan dan mendapatkan VAR seluruhnya selamat," tandas Ambara.




(efr/hsa)

Hide Ads