Saatnya Tata Pariwisata Bali, Jangan Sampai Praktik Jual Kepala Turis China Kumat

Saatnya Tata Pariwisata Bali, Jangan Sampai Praktik Jual Kepala Turis China Kumat

Ni Made Lastri Karsiani Putri - detikBali
Rabu, 22 Feb 2023 15:14 WIB
Wisatawan mancanegara asal China tiba di Terminal Internasional Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Badung, Bali, Minggu (22/1/2023). Sebanyak 210 orang penumpang asal Shenzhen, China tiba di Pulau Dewata dengan menumpang penerbangan carter maskapai Lion Air JT2648 yang menjadi penerbangan perdana dari China ke Bali sejak Pemerintah China mengizinkan warganya untuk kembali bepergian ke luar negeri. ANTARA FOTO/Fikri Yusuf/aww.
ASITA menyebut praktik jual beli kepala wisatawan sudah terjadi sejak 2003, namun inilah waktu yang baik untuk menata kelola pariwisata Bali. (Antara Foto/Fikri Yusuf).
Denpasar -

Ketua Penasihat Asosiasi Travel Agent Indonesia (ASITA) Bali I Ketut Ardana angkat suara soal praktik jual beli kepala turis atau wisatawan asal China di Pulau Dewata. Menurut dia, praktik ini sudah terjadi sejak 2003 silam.

Hal itu dimulai dengan ramainya wisman China yang mampir ke Bali sejak 1990-an. Karena terus bertambahnya wisman China, pemandu wisata dari luar Bali pun meningkat dan tak sedikit dari mereka yang mendirikan perusahaan agen/biro perjalanan.

Sehingga, terjadi lah persaingan dan perang harga. "Arti jual beli kepala ini adalah biro perjalanan pariwisata di Bali yang berjualan ke mitra mereka di China dengan harga di bawah pasaran. Jadi, jual rugi," sebutnya, Rabu (22/2/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Praktik itu, kata Ardana, memiliki tiga pola, yakni jual beli kepala terbatas, tidak terbatas, dan jual lepas. Misalnya, harga pokok satu paket wisata selama 5 hari 4 malam dibanderol 100 dolar AS, termasuk biaya hotel, makan, pemandu, hingga tiket masuk ke destinasi wisata.

"Kemudian, harga dasar 100 dolar AS itu dibanting lebih murah lagi oleh biro perjalanan wisata jadi 95 dolar AS. Karena persaingan itu tadi. Harganya terus turun, karena semuanya ingin mendapatkan banyak tamu," tutur dia.

ADVERTISEMENT

Singkat cerita, sambung Ardana, sisa biaya pokok itu lah yang dibebankan kepada para pemandu ini.

"Kerugian itu diminta lah kepada guide untuk membiayai kekurangannya. Guide ini diminta oleh perusahaan biro perjalanan untuk tiket masuk objek wisata, tiket tontonan, dan semacamnya," terang Ardana.

Menurutnya, pola jual beli kepala lainnya pun hampir serupa, dan tak jarang para wisatawan asal China tersebut hanya diajak untuk datang ke banyak toko untuk berbelanja.

"Jadi, tamu-tamu ini tidak diajak tour untuk melihat alam dan budaya Bali, seperti turis pada umumnya. Tapi, justru diajak ke banyak toko. Jual beli kepala ini merugikan semua pihak, terutama Bali sebagai destinasi pariwisata yang sudah sangat dikenal sekali sebagai destinasi budaya," ungkapnya.

Ia menuturkan tujuan awal wisatawan China datang ke Bali sebenarnya adalah untuk menjelajahi keindahan destinasi, dan budaya Bali.

Namun, dengan karena praktik jual beli kepala tersebut, mereka tidak bisa mendapatkan apa yang mereka inginkan. Mereka cenderung hanya disodorkan untuk berbelanja di banyak toko.

"Kami sudah berikan banyak masukan ke Pak Wagub Bali untuk menangani ini. Saran kami adalah perlu ada regulasi untuk mengatur mereka, mumpung pariwisata baru dimulai, dan market China kalau tidak salah Maret ini akan datang ke Bali," jelasnya.

Ia juga mengatakan momentum saat ini terbilang bagus untuk melakukan kembali tata kelola pariwisata.

"Mumpung kondisinya belum seperti 2019 yang mana Bali kedatangan 6,3 juta turis asing, dan tahun ini (jumlah kunjungan turis asing) baru 30 persennya. Saat ini, sangat bagus sekali untuk pariwisatanya ditata ulang," katanya.

Diberitakan sebelumnya, Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati menyinggung praktik jual beli kepala di tengah derasnya kedatangan wisatawan asal China.

Ia mengingatkan agar organisasi perangkat daerah (OPD) untuk menindak tegas praktik tersebut. Kemudian, oknum agen/biro perjalanan diminta untuk tidak banting harga hanya demi menarik jumlah wisatawan dan OPD harus memperhatikan itu.




(BIR/hsa)

Hide Ads