Sebanyak tiga orang personel Kepolisian Daerah (Polda) Bali ikut dalam Misi Pemeliharaan Perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa (MPP PBB) di Republik Afrika Tengah. Ketiga personel tersebut yakni AKP I Wayan Oka Yasa, Iptu Adrian Rizki Ramadhan, dan Briptu I Komang Juliharta.
Salah satu perwira pertama (Pama) Polda Bali, Iptu Adrian Rizki Ramadhan bercerita kepada detikBali tentang pengalamannya bisa menjadi bagian dari misi perdamaian PBB di Afrika Tengah. Adrian mengaku bangga bisa ikut dalam misi tersebut.
"Pertama sebuah kebanggaan ya bagi anggota Polri kalau bisa bergabung di dunia internasional. Karena nggak semua anggota yang bisa, kan masuk spesifikasi tertentu. Kebetulan misi yang saya ikuti ini kan berbahasa Perancis, ini kan bahasa asing bagi kita," kata Adrian, dikutip Minggu (25/12/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Awal Mula Keberangkatan
Adrian awalnya berniat untuk ikut dalam misi perdamaian PBB di Afrika Tengah karena ingin mendapatkan kesempatan untuk ke luar negeri. Dari niat itu, ia kemudian mengikuti tes. Ada beberapa tes yang dijalani guna bisa lolos menjadi tim misi perdamaian PBB di Afrika Tengah. Tes itu berupa bahasa Inggris, menembak hingga tes komputer.
"Akhirnya saya ikut tes. Awalnya itu tahun 2020 pertengahan. Kemudian di awal 2021 pengumuman, saya lulus," ujar mantan Kepala Unit Reserse Kriminal (Kanit Reskrim) Kepolisian Sektor (Polsek) Kuta Selatan itu.
Setelah dinyatakan lulus, Adrian kemudian berangkat untuk mengikuti pendidikan selama tiga bulan di Pusat Pendidikan Lalu Lintas (Pusdiklantas) Lemdiklat Polri di Kecamatan Serpong Utara, Kota Tangerang Selatan, Banten. Di sana, ia mendapatkan berbagai jenis pendidikan sebelum berangkat, mulai dari menembak, taktik hingga cara berkomunikasi dengan Bahasa Prancis.
Usai menjalani pendidikan, Adrian bersama total 139 orang lainnya kemudian diberangkatkan ke Afrika Tengah pada 12 September 2021 menggunakan maskapai Ethiopian Airlines. Dari Indonesia, pesawat transit terlebih dahulu di Kota New Delhi, India.
Dari Kota New Delhi, India, pesawat kembali terbang dan transit di Etiopia. Dari negara Afrika bagian timur itu baru ia diterbangkan menuju ke Afrika Tengah. Total lama perjalanan hingga ke Afrika Tengah sekitar 24 sampai 25 jam penerbangan.
Terkejut Saat Tiba di Afrika Tengah
Adrian mengungkapkan, dirinya terkejut saat tiba di Afrika Tengah. Hal itu kemungkinan karena mengalami mabuk pascaterbang (jetlag). Ia juga heran dengan kondisi bandara di sana yang siapa saja boleh masuk.
"Pas kita sampai itu, tak seperti yang kita kayak bandara di Bali yang dijaga. Di sana enggak, di sana bandaranya bebas, masuk siapa saja boleh. Pas saya sampai itu anak-anak sudah di depan kita anak-anak Afrika itu," kisah Adrian.
Saat itu, Adrian tiba di Afrika Tengah sekitar pukul 08.00 waktu setempat. Namun meski kondisi masih pagi, suhu di sana dirasakan sangat panas oleh Adrian.
"Saya sampai jam delapan pagi, panas sekali rasanya. Wah ini kok panas sekali. Kita beda waktu tujuh jam dengan Afrika Tengah. Kalau jam 10 pagi di Bali di sana berarti jam 3 pagi masih subuh, masih pagi," jelasnya.
Selain kondisi bandara, mantan Kapolsek Teunom di Kabupaten Aceh Jaya ini juga mengaku terkejut dan miris melihat kondisi rumah masyarakat di Afrika Tengah. Sebab, sebagian besar rumah mereka dibuat sangat sederhana dari tanah liat.
"Sampai di sana kita melihat lah ya, waduh Masya Allah, rumahnya terbuat dari (tanah liat). Kalau kita kan masih dari batu bata, mereka dari tanah liat. Makanannya sulit, terus pakaiannya sedih sekali melihat. Padahal itu ibu kotanya. Itulah karena efek perang konflik antar-etnis," tutur Adrian.
Halaman selanjutnya: Bertugas Melindungi Masyarakat.
Untuk diketahui, Adrian ikut andil dalam misi perdamaian PBB di Afrika Tengah tergabung dalam Satuan Tugas (Satgas) Garuda Bhayangkara MINUSCA 3. Adapun tugas utamanya yakni untuk menjaga masyarakat atau people protection agar tidak diganggu oleh milisi bersenjata. Milisi ini mirip dengan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua.
"Jadi kita tugas utama adalah people protection, menjaga masyarakat supaya masyarakat ini jangan diganggu atau diancam oleh pasukan ini. Terus yang kedua di sana juga menjaga aset UN. Karena di sana rawan sekali dengan pencurian apa segala macam," terangnya.
Selain pada people protection, pasukan ini juga bertugas untuk memberikan penyuluhan kepada masyarakat sekitar untuk tidak melakukan eksploitasi dan pelecehan seksual atau sexual exploitation and abuse (SEA).
"Pelecehan seksual kan di sana tinggi sekali, mungkin karena ekonomi rendah. Jadi kita mengimbau kepada cowok, kepada bapak-bapak, kepada ibu-ibu untuk selalu menjaga anaknya agar tidak terkena SEA," ungkapnya.
Selama setahun berada di sana, pasukan melakukan patroli sesuai dengan daerahnya masing-masing. Hal itu dilakukan bersama kepolisian dari negara-negara yang tergabung dalam African Union seperti Senegal, Rwanda, Burundi, Mauritania, Mesir, Jordan dan juga Serbia.
![]() |
"Itu kita berkolaborasi semua. Tapi memang kebanyakan negara Afrika. African Union. Kalau kita kan Asia, mereka African Union yang bertugas di situ," ucap Adrian.
"Jadi kita selama bertugas nggak ada sih kamu Asia kamu apa. Kita benar-benar bersatu karena kita kan bekerja di daerah rawan konflik. Jadi kita menghilangkan rasa ego kita bertugas bersama untuk menjaga keamanan di daerah tersebut," tambahnya.
Selama setahun berada di sana, sehari-hari pasukan menggunakan Bahasa Prancis. Bahasa Perancis digunakan oleh masyarakat setempat karena negara tersebut pernah dijajah oleh Perancis.
"Mau nggak mau pasti kita di sana bisa bahasa Prancis. Jadi di sana kita itu kayak patroli, memberikan imbauan kepada masyarakat sekitar. Kadang-kadang kita berikan juga charity atau sumbangan," kata dia.
Adrian menceritakan, masyarakat di Afrika Tengah hidup dalam ketakutan akibat konflik. Mereka takut diserang oleh milisi bersenjata. Kadang kala, masyarakat di Afrika Tengah bercerita dengan pasukan Indonesia bahwa mereka tidak bisa bekerja banyak karena takut diserang milisi bersenjata, terlebih yang berada di negara bagian.
"Daerah bagian di sana luar biasa, perang antar-etnis di sana itu. Makanya saya jamin semua yang pernah berangkat ke Afrika setelah pulang ke Indonesia saya jamin mereka akan melihat ternyata Indonesia jauh lebih nikmat hidup di Indonesia daripada di Afrika," ungkapnya.
Sebab, tutur Adrian, ketika negara sedang berkonflik, apapun alasannya, entah karena etnis, agama, politik atau apapun, masyarakat tidak bisa hidup tentram. Karena itu, Adrian menjamin bahwa orang yang pernah ke Afrika Tengah akan lebih menjaga persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.
"Makanya saya jamin, orang yang sudah pernah pergi ke Afrika, ketika dia pulang ke Indonesia dia akan menjaga kesatuan persatuan bangsa ini di atas segalanya. Karena kalau sudah lihat langsung, pulang ke Indonesia orang sok-sok berontak karena mengatasnamakan ras agama segala macam pasti sangat marah," ujarnya.
Bagi Adrian, ketika negara sedang mengalami konflik, maka bukan hanya kaum yang berkonflik saja dapat kena dampaknya. Berkonflik, kata dia, akan menghancurkan negara sendiri dari segala sisi, baik ekonomi, kesejahteraan dan harga barang juga tinggi karena sulit masuk.
"Makanya di sana itu, saya mendapatkan pengalaman yang luar biasa jadinya sampai benar-benar kita bersyukurlah tinggal di Indonesia, terus selama ini terutama di Bali jarang konflik, kita bisa mendapatkan pendidikan, ekonomi juga baik. Jadi suatu kebanggaan dan suatu kesyukuran lah, bersyukur bagi saya pribadi bisa berangkat ke sana membawa nama negara (dan) bangsa Indonesia," ungkap Adrian penuh syukur.
Halaman selanjutnya: Dapat Sejumlah Penghargaan.
Kini Adrian dan Satgas Garuda Bhayangkara FPU 3 MINUSCA telah kembali ke Tanah Air setelah setahun menjalankan misi perdamaian PBB di Afrika Tengah. Ia pun telah kembali ke satuan kerja (satker) di Biro Sumber Daya Manusia (SDM) Polda Bali.
"Sekarang sudah selesai dan kembali ke Satker masing-masing dan juga sudah menghadap bapak Kapolda bahwasanya kita telah kembali dinas seperti semula," jelas Pama Polri dengan dua balok di pundak itu.
Andrian bersama Satgas Garuda Bhayangkara FPU 3 MINUSCA tidak pulang dengan tangan kosong. Selain pengalaman mereka juga mendapatkan sederet penghargaan. Penghargaan pertama datang dari United Nation (UN) berupa UN Medal.
Kemudian penghargaan juga didapatkan dari dari Presiden Afrika Tengah atau Le President De La Republique Chef De L'Etat sebagai ungkapan terima kasih karena telah menjaga negaranya. Penghargaan juga didapatkan dari Menteri Dalam Negeri Afrika Tengah berupa Medalille De'Honneur De La Police.
Sesampainya di Indonesia, Adrian bersama Satgas Garuda Bhayangkara FPU 3 MINUSCA mendapatkan penghargaan Satyalencana Bhakti Bhuana dari Presiden. Tiba di Pulau Dewata, pihak pimpinan Polda Bali juga akan memperhatikan Karis Andrian bersama dua rekannya yang telah mengemban misi perdamaian di Afrika Tengah.
"Sampai di Bali, Alhamdulillah mungkin ada lah perhatian karir dari pimpinan terhadap kita yang baru pulang dari dinas luar negeri. Saya gak bisa bilang apa karena kan masih menunggu. Pasti ada atensi lah dari pimpinan karena kita sudah melaksanakan tugas dari luar negeri," tukas Adrian.
Simak Video "Video: Jennifer Coppen Polisikan Haters, Singgung Mendiang Suami dan SARA"
[Gambas:Video 20detik]
(iws/hsa)