Warga korban abrasi di pesisir Pantai Pebuahan, Desa Banyubiru, Kecamatan Negara, Kabupaten Jembrana direncanakan akan direlokasi. Namun beberapa warga menolak direlokasi jika berjauhan dengan pantai, alasannya karena masyarakat setempat mayoritas bekerja sebagai nelayan.
Salah seorang warga Banjar Pebuahan, M. Nasir (48) ditemui detikBali, Jumat (28/10/2022) menjelaskan, abrasi pantai terjadi memang dari tahun 2017 lalu. Pada tahun 2019 hingga saat ini sudah merusak puluhan rumah hingga warung makan milik warga.
"Rumah saya sudah dua bangunan yang hanyut, bahkan akses jalan di sini juga sudah terseret arus," ungkapnya.
![]() |
Pria yang kesehariannya sebagai nelayan ini juga mengungkapkan, saat ini warga setiap malam hari ketakutan untuk tidur, lantaran cemas jika air laut naik hingga ke rumah mereka. Dirinya mengaku jika pindah tidak memiliki lahan dan berharap jika direlokasi lokasinya dekat dengan pantai.
"Was-was kami kalau malam hari, takutnya saat terlelap tidur air naik, jadi takut terseret arus. Kalau mau pindah, kami tidak punya lahan lain, dan jika direlokasi harapannya agar dekat sini," paparnya.
Hal serupa juga diungkapkan salah seorang tokoh warga setempat, Sarbini (73). Dirinya menyebutkan, jika masyarakat Pebuahan direlokasi ke tempat yang jauh dari pantai dipastikan menolak, karena masyarakat setempat mayoritas sebagai nelayan.
"Kalau direlokasi di utara juga banyak ada lahan, atau di Banjar Persil, Melaya, di sana juga lahan pemerintah, kalau di sana pasti mau semua," ujarnya.
Dalam waktu satu bulan, lanjut Sarbini, Banjar Pebuahan diterjang gelombang tinggi hingga dua kali, setiap bulan Purnama dan saat hari raya Tilem tiba.
"Seperti tanggal 17 Oktober kemarin terjadi hujan lebat, air dari utara besar, sehingga menghanyutkan rumah warga dan membentuk sungai, kondisi ini sangat memprihatinkan, saat kejadian pemilik rumah bergegas keluar dan selamat," tandasnya.
Kelian Banjar Pebuahan Kanzan dikonfirmasi terpisah menjelaskan, selain abrasi yang menghanyutkan akses jalan dan rumah, warga Pebuahan juga terdampak banjir yang menghanyutkan 7 rumah warga. Terakhir pada 17 Oktober, terdapat 170 KK terdampak dan 9 rumah rusak.
"Saat banjir kemarin ada 170 KK terdampak, dan 9 rumah rusak yang di antaranya 7 rumah hanyut, 2 lainnya roboh. Setelah terjadi banjir juga muncul sungai dadakan di lokasi tersebut," terangnya.
Disinggung mengenai abrasi dan relokasi warga, Kanzan mengaku masih fokus penanganan warga yang terdampak banjir.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Untuk abrasi kami masih menunggu arahan dari pemerintah, nah sekarang kami fokus pada bencana banjir dulu," pungkasnya.
Sementara, Bupati Jembrana I Nengah Tamba beberapa waktu lalu mengatakan, rencana relokasi korban Banjir Bandang di Tukad Bilukpoh akan bersamaan dengan korban abrasi di Pantai Pebuahan.
"Karena lahan yang disiapkan baik itu di Desa Penyaringan dan di Kelurahan Tegalcangkring cukup luas, korban abrasi di Pantai Pebuahan bisa direlokasi di sana jika warganya setuju," tegasnya.
(nor/dpra)