Pencatutan Nama di Sipol, Pengamat: Bisa ke Ranah Pencemaran Nama Baik

Pencatutan Nama di Sipol, Pengamat: Bisa ke Ranah Pencemaran Nama Baik

Triwidiyanti - detikBali
Minggu, 11 Sep 2022 13:22 WIB
Ilustrasi e-KTP
Ilustrasi KTP. (Foto: Andhika Prasetia)
Denpasar -

Kasus pencatutan nama dalam Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) menyeruak setelah Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Bali menduga adanya peran pengepul KTP. Pencatutan data dari KTP dilakukan partai politik untuk menambah jumlah anggota partai, lalu dicatat ke dalam Sipol.

Pengamat politik dari Undiknas, I Wayan Subanda mengatakan warga bisa melayangkan gugatan terkait pemalsuan dokumen jika namanya dicatut dalam Sipol. Tak hanya itu, menurutnya tak menutup kemungkinan pencatutan data tersebut masuk ke ranah pidana pencemaran nama baik.

"Dia (korban) yang bisa melakukan tuntutan dan berhak melakukan gugatan. Nah, gugatan itu berarti pemalsuan dokumen, bisa ada pidana resmi," ungkap Subanda kepada detikBali, Minggu (11/9/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sejauh ini, kata dia, tugas KPU dan Bawaslu memang belum bisa memberikan sanksi terhadap parpol yang terbukti melanggar etika dalam berpolitik. Di sisi lain, ia mengatakan mustahil jika partai politik mau mengaku telah melakukan pencatutan data.

"Mungkin saja parpol itu secara institusi tidak merasa dicatut, tapi dikorbankan, ada orang yang memberikan (data KTP, red). Sebetulnya secara politis itu sudah melanggar etika politik," tuturnya.

ADVERTISEMENT

Subanda menambahkan, warga yang keberatan jika namanya dicatut bisa melaporkan partai politik tersebut dengan menyertai bukti-bukti. Bahkan, menurutnya, tak menutup kemungkinan warga melaporkan kasus tersebut ke ranah pidana pencemaran nama baik.

"Harus ada bukti nama dicatut segala macam. Bahkan, kalau orang ini sudah merasa namanya dicemarkan, bisa ke ranah pidana pencemaran nama baik. Tapi, ya itu, harus ada bukti dan dokumen yang menguatkan," ujarnya.

Dugaan Pengepul KTP

Sebelumnya, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Bali I Dewa Agung Gede Lidartawan menduga ada peran pengepul KTP. Data nama dan nomor induk kependudukan (NIK) itu digunakan oleh partai politik (parpol) untuk menambah jumlah anggota/pengurus partai lalu dicatat dalam Sistem Informasi Partai Politik (Sipol).

Lidartawan menuturkan para pengepul itu memperoleh data nama dan NIK dari koperasi maupun perusahaan pembiayaan atau leasing. "Saya dari tahun lalu melihat ada (data) yang diambil dari leasing dan tempat penyewaan yang membutuhkan KTP," tutur Lidartawan saat Rapat Bersama Stakeholder Pelaksanaan Pemilu Tahun 2024, di Hotel Harris Kuta, Badung, Bali, Jumat (9/9/2022).

Terpisah, Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu Bali) I Ketut Rudia menjelaskan, meski dari pidana pemilu tidak ada, namun kasus pencatutan nama dalam Sipol masuk dalam ranah pidana umum (pidum) dan bisa dipidanakan.

"Jika kemudian dalam prosesnya warga atau masyarakat menemukan nama mereka tercantum di Sipol, sementara mereka merasa tidak pernah menjadi anggota, maka segera sampaikan agar tidak berdampak dan merugikan. Terlebih bagi mereka yang berprofesi sebagai ASN (aparatur sipil Negara), TNI, Polri, kepala desa, perangkat desa, dan lain-lain," kata Rudia saat dikonfirmasi detikBali, Sabtu (10/9/2022).

Menurut Rudia, jika dalam prosesnya kemudian ada pihak-pihak yang merasa keberatan, maka pencatutan nama tersebut bisa masuk dalam kategori pencurian data.

"Kalau sudah pencurian dan ada pihak yang keberatan,dirugikan, dan dilaporkan, maka ini bisa masuk pidana umum," tegas Rudia.




(iws/iws)

Hide Ads