KLHK Isyaratkan Pembangunan Terminal LNG di Mangrove Bisa Dilakukan

KLHK Isyaratkan Pembangunan Terminal LNG di Mangrove Bisa Dilakukan

Triwidiyanti - detikBali
Rabu, 31 Agu 2022 16:53 WIB
Diskusi Penanaman 5000 Bibit Tanaman Mangrove, di Denpasar, Rabu (31/8/2022).
Diskusi 'Penanaman 5000 Bibit Tanaman Mangrove', di Denpasar, Rabu (31/8/2022). (Foto: Triwidiyanti/detikBali)
Denpasar -

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui Direktur Rehabilitasi Perairan Darat dan Mangrove, Direktorat Jenderal Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Rehabilitasi Hutan (PDASRH), Inge Retnowati, mengisyaratkan pembangunan terminal liquefied natural gas (LNG) di kawasan mangrove Taman Hutan Rakyat (Tahura) Ngurah Rai Bali bisa dilakukan. Hal itu diungkapkan saat diskusi bertajuk 'Penanaman 5.000 Bibit Tanaman Mangrove' di Suwung, Pemogan, Denpasar, Rabu (31/8/2022).

Inge menyebut, setiap pembangunan, termasuk rencana proyek LNG, akan memberikan dampak pada lingkungan. Namun, ada instrumen yang bisa meloloskan rencana pembangunan itu, yakni berdasarkan analisis dampak lingkungan (AMDAL).

"Ada dampaknya terhadap mangrove, tapi ada instrumennya yaitu AMDAL (Analisis Dampak Lingkungan). Nah, upaya yang harus kita lakukan mungkin bisa, tapi bersyarat. Jadi frekuensi dikurangi berdasarkan kajian, itu yang akan diputuskan layak atau tidak," kata Inge.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jadi ada kajiannya, dan meski itu dinyatakan layak pasti ada dampaknya pada keanekaragaman hayatinya yang berkurang, misalnya ikan endemik, atau sungai menjadi dangkal," imbuhnya.

Terkait dampak-dampak lingkungan yang ditimbulkan, kata Inge, yang perlu dilakukan adalah mencari cara untuk merehabilitasinya. Hal itu untuk mengembalikan kondisi lingkungan sebagaimana mulanya.

ADVERTISEMENT

"Kalau kita tahu apa dampaknya, kita obati, kita kembalikan kondisinya. Tidak hanya di lingkungan yang rusak, tapi dari sumber dampaknya," tambahnya.

Polemik dan Urgensi LNG di Bali

Untuk diketahui, rencana pembangunan terminal LNG di kawasan mangrove Tahura Ngurah Rai Bali memang memicu polemik. Sejumlah penolakan digaungkan dengan alasan pembangunan terminal LNG tersebut akan merusak lingkungan karena ada pembabatan tanaman mangrove. Pihak yang menolak antara lain Walhi Bali, Desa Adat Intaran, dan sejumlah elemen masyarakat Bali lainnya.

Sebelumnya, Gubernur Bali Wayan Koster sempat membeberkan urgensi pembangunan terminal khusus (tersus) gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) di Bali. Ia mengaku sedang bekerja keras membangun Bali sebagai daerah yang mandiri energi bersih. Salah satunya dengan membangun pembangkit listrik di Pulau Dewata.

Koster beralasan, wilayah Bali selatan dipilih untuk membangun terminal LNG lantaran konsumen paling banyak berada di kawasan tersebut.

"Kan yang paling banyak butuh energi ini kan Denpasar, Badung, Gianyar. Bisakah dibangun di tempat lain? Bisa. Kita bangun di Celukan Bawang bisa, tapi kebutuhan listrik di situ kan kecil. Untuk menyalurkan ke selatan itu perlu teknologi lagi, peralatan lagi maka menjadi mahal dia. Menjadi tidak efisien dia. Maka perlu dibangun di selatan," kata Koster dalam rapat paripurna DPRD Bali, Senin (18/7/2022) lalu.

"Di mana di bangun di selatannya, ya kita pilih tempat. Perusda yang saya tugaskan untuk menjalankan ini. Tapi karena ribut-ribut maka saya sudah memerintahkan Perusda tidak boleh dibangun di areal mangrove. Sudah tegas itu arahan saya," tegas Koster.

Koster juga sempat membeberkan kondisi kelistrikan di Bali. Menurutnya, cadangan kelistrikan Bali dalam kondisi yang pas-pasan.

"Dalam konteks ini saya perlu menyampaikan, Bali sekarang ini memiliki ketersediaan energi 1.150 megawatt. Kebutuhan maksimal kita sekarang saat normal sebelum pandemi itu 940 megawatt dan 30 persennya itu harus ada cadangannya. Jadi saat ini Bali memiliki cadangan yang pas-pasan," kata Koster dalam rapat paripurna DPRD Bali, Senin (18/7/2022).

Koster mantap akan keyakinannya bahwa Bali tidak bisa terus-menerus bergantung dengan energi dari daerah luar. Itulah sebabnya, Bali di masa yang akan datang harus bisa menjadi daerah yang mandiri energi dengan energi bersih, bukan yang bersumber dari batubara atau fosil. Ia berkeinginan agar pemenuhan kebutuhan energi, baik untuk domestik maupun pariwisata dan industri di Bali harus memiliki kepastian serta keberlanjutan.

"Ini yang harus menjadi titik fokus perhatian kita semua yang saya yakin banyak yang tidak sadar. Jadi agenda ke depan ini buat saya itu adalah bagaimana melakukan proteksi secara politik ekonomi sosial dan budaya Bali ini ke depan supaya Bali ini tidak terlalu banyak bergantung dari luar. Makin banyak kita bergantung ke luar, makin berbahaya buat kehidupan kita di masa yang akan datang untuk anak cucu kita," kata Koster.




(iws/iws)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads