Alasan Jaksa KPK soal Tuntutan Cabut Hak Politik Eks Bupati Tabanan

Korupsi DID Tabanan

Alasan Jaksa KPK soal Tuntutan Cabut Hak Politik Eks Bupati Tabanan

Chairul Amri Simabur - detikBali
Kamis, 11 Agu 2022 21:22 WIB
Terdakwa suap DID tahun anggaran 2018 yang juga mantan Bupati Tabanan, Ni Putu Eka Wiryastuti, saat mendengarkan pembacaan surat tuntutan oleh tim JPU dari KPK dalam sidang pada Kamis (11/8/2022).
Terdakwa suap DID tahun anggaran 2018 yang juga mantan Bupati Tabanan, Ni Putu Eka Wiryastuti, saat mendengarkan pembacaan surat tuntutan oleh tim JPU dari KPK dalam sidang pada Kamis (11/8/2022). (Foto: Chairul Amri Simabur/detikBali)
Denpasar -

Salah satu tuntutan tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap mantan Bupati Tabanan, Ni Putu Eka Wiryastuti adalah pidana tambahan berupa pencabutan hak politik untuk dipilih dalam jabatan publik selama lima tahun. Jaksa pun mengungkap alasan terkait tuntutan tersebut.

"Menjatuhkan pidana tambahan terhadap terdakwa Ni Putu Eka Wiryastuti berupa pencabutan hak politik untuk dipilih dalam jabatan publik selama lima tahun sejak terdakwa selesai menjalani pidana pokoknya," ujar Jaksa Eko Wahyu Prayitno, salah satu Jaksa KPK, saat membacakan inti tuntutan dalam sidang, Kamis (11/8/2022) malam.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

JPU berpegangan pada ketentuan Pasal 38 KUHP tentang pencabutan hak terdakwa. Salah satunya yang terkait dengan hak politik. Serta kedudukan Eka Wiryastuti saat tindak pidana terjadi selaku kepala daerah, Bupati Tabanan, yang dipilih secara langsung oleh rakyat melalui mekanisme pemilihan kepala daerah.

"Oleh karena itu, tepat menurut hukum, jika kemudian majelis hakim menjatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan hak politik untuk dipilih atau menduduki jabatan publik dalam jangka waktu tertentu sejak selesai menjalani pidana pokok sebagaimana diatur dalam pasal 38 KUHP," ujar Jaksa KPK lainnya.

ADVERTISEMENT

Menanggapi tuntutan tersebut, Eka Wiryastuti tidak banyak berkomentar. Usai sidang dan sempat berkoordinasi dengan tim penasihat hukumnya, Eka Wiryastuti langsung bergegas menuju ruang tahanan sementara, menunggu waktu untuk kembali ke Rumah Tahanan (Rutan) Polda.

"Nggak ada (tanggapan). Ikuti proses saja," katanya singkat.

Sementara itu, Gede Wija Kusuma selaku koordinator Tim Penasihat Hukum Eka Wiryastuti menegaskan bahwa adanya pidana tambahan sebagai hal yang mengada-ada. "Menurut kami, itu terlalu mengada-ada karena ini perkara suap," ujar Gede Wija Kusuma.

Ia kembali mengatakan soal kapasitas Eka Wiryastuti yang memiliki hak dan tanggung jawaab saat menjadi bupati. Salah satu haknya adalah memberikan perintah kepada mantan staf khususnya, Dewa Nyoman Wiratmaja (terdakwa dalam berkas terpisah), untuk berkoordinasi.

Termasuk berkoordinasi dengan pimpinan organisasi perangkat daerah (kepala dinas atau kepala badan) di lingkungan Pemerintah Kabupaten Tabanan saat menjabat sebagai bupati.

"Pertanyaannya, perintah itu legal atau tidak. Legal. Itu hak dan tanggung jawab Eka sebagai bupati. Hanya (perintah) koordinasi. Berbeda misalnya koordinasi itu disalahgunakan, maka (tanggung jawab) perbuatan pidananya dibebankan kepada yang diberikan koordinasi," tukasnya.

Ia menambahkan, secara lengkap pihaknya akan menyampaikan nota pembelaan atau pledoi dalam sidang berikutnya pada Selasa (16/8/2022). Di hari yang sama, terdakwa Dewa Wiratmaja juga akan menyampaikan pledoi.




(iws/iws)

Hide Ads