Rusaknya sejumlah pelinggih dampak dari eksekusi lahan milik warga di Peminge, Nusa Dua, Kuta Selatan, Badung masih menyisakan masalah.
Meski telah mendapat ganti rugi berupa cek secara simbolis, namun besaran cek yang diterima warga terdampak tak sesuai dengan nilai kerugian khususnya untuk biaya upacara.
Seperti dibenarkan Kepala Lingkungan Peminge I Made Rigiih. Rigih yang juga merupakan korban terdampak pembebasan lahan untuk pelebaran jalan KTT G20 mengatakan, jika dirinya akan melakukan koordinasi dengan pemerintah kabupaten Badung untuk mendapatkan dana bantu biaya upakara.
Made Rigih sendiri mendapatkan biaya konsinyasi sebesar kurang lebih Rp2,2 miliar. Padahal versi dia, biaya ini belum dihitung dengan biaya untuk upakara dan pengganti dana pihak ketiga.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelumnya, alotnya eksekusi lahan antara pihaknya lantaran pihaknya yang belum menyetujui dana sebagai pengganti lahan yang digunakan untuk pelebaran jalan tersebut.
Namun katanya, tiba-tiba pihaknya diundang oleh PN Denpasar untuk disidang dan langsung ketok palu.
Tak lama, imbuh Rigih, datanglah surat dari juru sita PN Denpasar untuk melakukan pengosongan lahan.
"Sebenarnya dari Januari kita sudah koordinasi, tetapi kita tidak terus dipanggil. Paling 1 bulan terus 2,5 bulan ya sampai 8 bulan sekarang Agustus kenapa kemarin terkesan mendadak mungkin itu orang lain yang melihatnya kita yang mengalaminya ini," ujar Made Rigih.
Untuk itu, dengan eksekusi ini, pihaknya menyayangkan sikap pemerintah Kabupaten Badung yang hingga terjadi pengosongan lahan tidak ada kata sepakat terutama dalam hal nominal biaya pembebasan lahan tersebut.
Made Rigih memikirkan bagaimana ia harus membayar biaya upakara yang tinggi.
"Ya sampai kami buat pelinggih baru kita terus setiap hari ngaci (upacara) memberikan banten itu giliran di keluarga," akunya.
Selanjutnya, pasca lahannya dieksekusi, Made Rigih mengaku akan melakukan koordinasi dengan beberapa anggota DPRD Badung yang tinggal di wilayahnya.
"Supaya dibantulah untuk biaya upakara kita karena kita kan sebelumnya mintanya kali 2 atau sekitar Rp4,2 miliar kalau saya itu sudah cukup dengan biaya upakara atau paling tidak dibantu Rp500 juta itu sudah cukup sekali untuk biaya upakara dan pengganti dana pihak ketiga," ujar Rigih berharap.
(dpra/dpra)