Kesempatan bagi para penyandang disabilitas untuk masuk ke dunia kerja realitanya masih sangat sempit. Meski Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas telah mengamanatkan kewajiban untuk memberikan kesempatan itu.
Demikian juga di Kabupaten Tabanan yang pemerintahnya sekarang ini lagi merancang peraturan daerah tentang perlindungan dan pemenuhan hak bagi penyandang disabilitas.
Di saat rendahnya serapan penyandang disabilitas pada dunia kerja, Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos P3A) Tabanan sejak 2017 hingga sekarang mempekerjakan lima orang penyandang disabilitas.
Dua di antaranya penyandang disabilitas fisik. Mereka antara lain I Dewa Gede Wiratama (26) dari Kecamatan Kediri dan I I Putu Panji Adnyana (22) dari Tabanan. Kemudian tiga penyandang disabilitas sensorik seperti tuna rungu dan tuna wicara. Ketiganya antara lain Ni Made Meri Andayani yang bertugas sebagai cleaning service; Wayan Raka Darmawan (27) dari Penebel dan Putu Erik Yudistira (27) dari Tabanan.
Kelima penyandang disabilitas ini bertugas sebagai pegawai kontrak kegiatan. Mereka rata-rata bertugas sebagaimana ASN maupun pegawai kontrak lainnya di Dinsos P3A Tabanan yang jumlahnya sekitar 70 orang. Datang ke kantor sekitar pukul 07.30 Wita.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat dijumpai detikBali, Selasa (26/7/2022), I Dewa Gede Wiratama sudah duduk di depan komputer bersama Putu Panji Adnyana. Keduanya terlihat siap menjalankan tugas dengan antusias. Keduanya bertugas membantu masyarakat yang mengurus aktivasi ulang Kartu Indonesia Sehat-Penerima Bantuan Iuran (KIS-PBI) yang nonaktif.
"Saya mulai tugas pada Januari 2020. Tugas saya membantu masyarakat melakukan reaktivasi KIS-PBI yang statusnya nonaktif," kata Dewa Gede Wiratama.
Ia mengaku sudah dua tahun terakhir ini bertugas melayani masyarakat. Itu berawal dari adanya rekomendasi dari salah seorang staf di Dinsos P3A Tabanan.
"Saya kemudian tertarik. Dan sampai sekarang saya masih tugas," sebut Dewa Gede Wiratama yang sedang menempuh kuliah jurusan sosiologi di Universitas Terbuka ini.
Sebelum tugas di Dinsos P3A Tabanan, ia pernah menjadi admin pada salah satu yayasan di Bali. Tapi pekerjaan itu ia jalani hanya tiga bulan saja.
Dewa Gede Wiratama sejatinya bukan penyandang disabilitas sejak lahir. Pendidikan pada tingkat SD ia lalui di sekolah formal.
"Sempat masuk SMP formal. Di SMP Negeri 1 Kediri, tapi tidak sampai tamat karena sakit. Kata dokter, saya kena Meningitis Meningokokus. Penyakit itu mengganggu saraf otak sehingga saya jadi lumpuh seperti sekarang," tuturnya.
Sejak itu, geraknya terhambat dan harus duduk di kursi roda sampai sekarang. Sehingga datang ke kantor seperti sekarang menggunakan sepeda motor matik yang dimodifikasi dengan roda bantuan.
"Kalau ke meja kerja saya pakai kursi roda," ujarnya.
Ia bercerita, pendidikannya yang sempat tertunda akhirnya dilanjutkan dengan program Kejar Paket B untuk jenjang SMP. Sementara untuk jenjang SMA ia selesaikan melalui program Kejar Paket C pada 2015.
"Awalnya kerja di sini memang gugup. Belum tahu apa yang mau atau bisa saya kerjakan. Tapi setelah seminggu sampai dua mingguan akhirnya terbiasa," kenangnya.
Semula, ia sempat kecewa dengan keadaan yang menimpa fisiknya. Tapi seiring berjalannya waktu, ia berusaha menerimanya dengan ikhlas.
"Yang sempat kecewa. Tapi akhirnya ikhlas juga. Sekarang kerja di sini saya jadi lebih senang. Karena ketemu teman dan punya wawasan. Kebetulan saya tidak kesulitan bekerja dengan komputer karena memang sudah terbiasa," pungkasnya.
Demikian juga dengan Wayan Raka Darmawan yang bertugas sudah lima tahun lalu sekitar 2017 lalu.
Lulusan SLB B Negeri Tabanan ini bertugas menginput data penyandang disabilitas usia anak-anak ini bertugas bersama Putu Erik Yudistira. Keduanya kebetulan berstatus tuna rungu dan wicara.
Baik Raka dan Erik rupanya senang bisa bekerja kantoran. Ia menyebutkan, sejak bekerja di Dinsos P3A Tabanan, temannya menjadi lebih banyak.
"Senang karena bisa ngobrol dan tambah teman," katanya dengan menggunakan bahasa isyarat.
Menariknya lagi, Raka ternyata punya bakat lain. Ia memiliki keterampilan desain grafis bahkan sempat menyandang juara pertama dalam sebuah lomba di salah satu hotel Kabupaten Badung.
Karena itu, sesekali ia kebagian tugas membuat desain baliho atau spanduk mengenai program atau kegiatan Dinsos P3A Tabanan.
Tidak hanya desain grafis, ia juga hobi main catur. Hobi itu ia tunjukkan dengan menjumputkan tangan sambil digeser ke beberapa arah.
Untuk mempertegas hobinya itu, ia menunjukkan aplikasi permainan catur yang diinstal pada ponselnya.
Lain lagi dengan Erik yang juga sesama alumni SLB B Negeri Tabanan, dalam komunikasi tertulis di atas kertas, ia menceritakan bahwa dirinya pernah bekerja sebagai tukang ukir selama setahun pada 2016 lalu. Setahun sebelumnya juga sempat merangkai bunga.
(nor/irb)