Kasus dugaan pemerkosaan mahasiswi yang dilakukan oleh seorang staf STKIP Bima menuai kecaman dari Korps Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Putri (KOPRI PMII) PKC Bali-Nusra. Mereka berharap pihak kampus menunjukkan keberpihakan dan memberi pendampingan terhadap korban.
"Korban juga harus diberikan pendampingan, agar trauma yang dialami korban bisa pulih," kata Ketua KOPRI PMII, Lina Komalasari, Sabtu (18/6/2022).
Lina menyebut, kasus kekerasan seksual itu telah merendahkan martabat perempuan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Selain merusak nama baik institusi pendidkan, (kasus) itu juga merupakan perbuatan merendahkan martabat perempuan," sambungnya.
Tak hanya itu, kasus tersebut juga menunjukkan bahwa kekerasan seksual tidak hanya terjadi di zona-zona rawan, tetapi juga di lembaga pendidikan yang seharusnya menekankan nilai-nilai kemanusiaan dan keadaban.
"Di institusi pendidikan tinggi, kasus pelecehan seksual bahkan ada indikasi belakangan ini makin marak," imbuhnya.
Oleh karena itu, Lina meminta pihak kampus memberi sanksi tegas terhadap staf yang diduga melakukan tindakan pelecehan seksual. Demikian pula penegakan hukum harus dilakukan sesuai aturan yang berlaku.
"Perbuatan ini harus ditindak tegas sesuai dengan aturan yang berlaku, supaya memberikan efek jera terhadap pelaku pelecehan seksual," tandasnya.
Diberitakan sebelumnya, seorang mahasiswi STKIP Bima berinisial PH (21) melapor ke kepolisian bahwa dirinya menjadi korban pemerkosaan. Korban menyebut pelakunya adalah seorang staf kampus STKIP Bima berinisial FIR. Pemerkosaan tersebut terjadi usai korban dan pelaku sama-sama mengikuti rapat kegiatan sosial di rumah FIR, tepatnya di Kelurahan Penaraga, Kota Bima.
Terduga pelaku telah ditangkap oleh kepolisian di kediamannya pada Rabu (15/6/2022) sekitar pukul 14.00 Wita. Kini FIR ditahan di Mapolres Bima Kota dan tengah menjalani pemeriksaan intensif oleh penyidik unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA).
(iws/iws)