Masjid Raya Binjai, Jejak Peninggalan Kesultanan Langkat

Sumut in History

Masjid Raya Binjai, Jejak Peninggalan Kesultanan Langkat

Nizar Aldi - detikSumut
Senin, 26 Feb 2024 08:00 WIB
Bagian dalam dari Masjid Raya Binjai
Foto: Bagian dalam dari Masjid Raya Binjai (Dok. Dinas Pariwisata Pemkot Binjai)
Binjai - Keberadaan Kesultanan Langkat yang berdiri pada 1750-1948 dapat kita lihat dari berbagai peninggalan di sekitar Kabupaten Langkat dan Kota Binjai. Salah satu peninggalannya adalah Masjid Raya Binjai di Jalan KH Wahid Hasyim, Kota Binjai.

Berdasarkan situs Dinas Pariwisata Pemkot Binjai, masjid ini pertama kali dibangun oleh Sultan Langkat Tuangku Sultan Haji Musa Al Khalid Al-Mahadiah Muazzam Shah. Peletakan batu pertama dilakukan pada tahun 1887.

"Menurut sejarah, Mesjid Raya Binjai ini pertama kali dibangun oleh Sultan Langkat Tuangku Sultan Haji Musa Al Khalid Al-Mahadiah Muazzam Shah (Tengku Ngah) Bin Raja Ahmad yang menjabat priode 1840-1893. Peletakan Batu pertama tahun 1887," demikian tertulis di situs yang dilihat, Kamis (22/2/2024).

Namun pembangunan masjid ini tidak selesai di masa Sultan Haji Musa. Kemudian dilanjutkan dan diresmikan oleh Sultan Abdul Aziz Abdul Jalil Rahmat Shahpada 1894.

"Di masa Tuanku Sultan Haji Musa Pembangunan Masjid ini belum rampung. dan setelah diangkatnya Tuanku Sultan Haji Musa, Kesultanan diperintah oleh putra Tuanku Sultan Abdul Aziz Abdul Jalil Rahmat Shah (1893-1927). Dan Masjid ini selesai serta diresmikan oleh Tuanku Sultan Abdul Aziz lebih kurang tahun 1894," sambungnya.

Kubah masjid tersebut kemudian renovasi pada tahun 1924. Hingga saat ini kubah tersebut tidak pernah diganti lagi. Namun pada 1990-an renovasi dilakukan dengan memperbaiki lantai tras masjid dan pembangunan menara.

Masjid Raya Binjai ini memiliki arsitektur perpaduan antara Melayu dan Arab. Ornamen Melayu terasa melekat di dalam masjid tersebut.

Pada tahun 2021, Masjid Raya Binjai ini ditetapkan sebagai cagar budaya oleh Wali Kota Binjai Amir Hamzah. Penetapan tersebut tertuang di dalam Keputusan Wali Kota Binjai Nomor 188.45-1236/K/Tahun 2021.

Jika dibandingkan dari sisi berdirinya, Masjid Raya Binjai ini lebih tua dibandingkan dengan Masjid Azizi yang berada Tanjung Pura, Langkat. Masjid Azizi merupakan salah satu peninggalan Kesultanan Langkat yang cukup terkenal karena lokasinya tidak jauh dari komplek pemakaman Sultan Langkat.

Sejarah Singkat Kesultanan Langkat

Dikutip dari laman Bappeda Langkat, Kamis (22/2/204), dalam catatan Christopher Buyers yang merupakan seorang sejarawan Belanda, cikal bakal Kerajaan Langkat lahir dari kedatangan seorang Panglima Deli bernama Dewa Syahdan sekitar tahun 1670. Dewa Syahdan dikirim untuk mendirikan kerajaan yang menguasai wilayah antara aliran Sungai Seruwai atau daerah Tamiang (Aceh) sampai ke daerah anak Sungai Wampu (Langkat).

Nama Langkat berasal dari nama sejenis pohon yang dikenal oleh penduduk Melayu dengan sebutan 'Pohon Langkat yang banyak ditemukan Sungai Langkat. Jenis pohon ini sekarang sudah langka dan hanya dijumpai dihutan-hutan pedalaman daerah Langkat.

Pohon ini menyerupai pohon langsat, tetapi rasa buahnya pahit dan kelat. Oleh karena pusat kerjaan Langkat berada sekitar Sungai Langkat, maka kerajaan ini akhirnya popular dengan nama Kerjaan Langkat.

Berikut Sultan Langkat Secara Berturut-turut

1. Raja Kahar
2. Sultan Bendahara Raja Badi, Raja Ahmat (1818-1840),
3. Sultan Musa Almahadamsyah (1840-1893)
4. Sultan Abdul Aziz Abdul Jalil Rahmat Shah (1893-1927)
5. Sultan Mahmud Abdul Jalil (1927-1948).

Raja Kahar adalah Raja Pertama Kesultanan Langkat dengan kedudukan di Kota Dalam, Kawasan antara Stabat dan Kampung Inai. Dari hasil penelitian tim Fakultas Sastra USU pada Tahun 1994, diketahui Raja Kahar mendirikan Kesultanan Langkat pada 12 Rabiul Awal 1153 Hijriah atau 17 Januari 1750 yang kemudian dijadikan sebagai hari lahirnya Kabupaten Langkat.

Pada awal Kemerdekaan Republik Indonesia, Sumatera dipimpin oleh seorang Gubernur yaitu Mr. T.M. Hasan, sedangkan Kabupaten Langkat tetap dengan status kepresidenan dengan asisten residennya atau kepala pemerintahannya dijabar oleh Tengku Amir Hamzah, yang kemudian diganti oleh Adnan Nur Lubis dengan sebutan Bupati.


(afb/afb)


Hide Ads