Jadi Cagar Budaya, Penggalian Situs Kota China di Medan Berlanjut?

Secuil Sejarah Kota Çhina di Medan (5)

Jadi Cagar Budaya, Penggalian Situs Kota China di Medan Berlanjut?

Nizar Aldi, Finta Rahyuni - detikSumut
Sabtu, 11 Mar 2023 11:20 WIB
Dokumentasi Situs Kota China
Proses eskavasi atau penelitian di situs Kota China di Medan. (Istimewa/dok. Ichwan Azhari)
Medan -

Wali Kota Medan Bobby Nasution baru saja menetapkan struktur bata di Situs Kota China sebagai cagar budaya. Penetapan itu dilakukan bersamaan dengan 32 cagar budaya lainnya.

Penetapan itu tertuang dalam Keputusan Wali Kota Medan Nomor: 433/29.K tentang Benda, Bangunan, Situs, Kawasan dan Struktur sebagai Cagar Budaya Kota Medan.

Struktur bata itu sendiri terletak di sekitar Kotta Cinna atau Cotta Cinna yang berdekatan dengan rumah ibadah Tapekong di Kelurahan Paya Pasir, Kecamatan Medan Marelan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Perjuangan yang dilakukan sejarawan Universitas Negeri Medan (Unimed), Dr Phil Ichwan Azhari bersama teman-temannya agar struktur itu menjadi cagar budaya, bukan waktu yang singkat.

"Butuh waktu sampai 14 tahun," kata Ichwan kepada detikSumut.

ADVERTISEMENT
Dokumentasi Situs Kota ChinaProses penggalian situs Kota China di Medan. (Foto: Istimewa/dok. Ichwan Azhari)

Ichwan mengatakan, yang ditetapkan menjadi cagar budaya itu baru struktur bata saja, belum termasuk lima candi peninggalan peradaban Kotta Cinna yang juga ditemukan para peneliti, sejarawan, arkeolog dan antropolog di wilayah tersebut.

Dia memperkirakan masih banyak lagi candi-candi bukti peradaban Kota China yang masih terkubur di lokasi itu. Bahkan, kata Ichwan, ada beberapa warga yang hingga kini masih menemukan bekas peninggalan dari kota kuno itu.

Ichwan berharap dengan banyaknya candi-candi atau peninggalan Kotta Cinna yang ditemukan, wilayah itu dapat ditetapkan menjadi kawasan cagar budaya.

Untuk itu, dia berharap lokasi tersebut segera disterilkan dari masyarakat. Dia mengusulkan agar masyarakat di areal Kota China yang diperkirakan seluas 25 hektare itu direlokasi. Dengan begitu, penelitian tentang peninggalan kota yang dulunya menjadi pusat perdagangan itu bisa dilakukan dengan maksimal.

Harapan relokasi warga itu sudah sempat muncul saat mantan Wali Kota Medan, Rahudman Harahap berjanji akan memperjuangkan situs tersebut. Bahkan, saat itu, Rahudman menegaskan bahwa warga tidak diperbolehkan mendirikan bangunan di areal 25 hektare itu.

Namun, belum lagi rencana itu terwujud, Rahudman tersandung kasus korupsi hingga jabatannya digantikan oleh wakilnya Dzulmi Eldin.

Bahkan, sampai ke kepimpinan mantan Wali Kota Medan, Akhyar Nasution, hal itu belum juga terwujud.

"Kita berharap sebetulnya seperti itu (direlokasi). Kita sebenarnya mengharapkan itu dari Pak Rahudman, tanah 25 hektare ini bisa dipindahkan, direlokasi, tapi tidak terjadi," ungkapnya.

Baca selengkapnya di halaman selanjutnya...

Ichwan mengatakan lokasi Kotta Cinna itu merupakan kawasan penting yang harus diselamatkan. Dulunya, wilayah itu menjadi pusat perdagangan internasional.

Harusnya, menurut Ichwan, lokasi tersebut sudah dilindungi sejak lama. Namun, dia sangat menyayangkan belum ada tindakan yang dilakukan Pemkot Medan untuk menyelamatkan kota kuno itu.

"Itu adalah kawasan yang seharusnya dilindungi sejak lama. Karena itu tidak dilakukan, maka pembangunan dilakukan terus menerus. Jadi, itu situs yang sangat terancam, tapi dia memiliki nilai sangat penting sebagai wilayah yang menyimpan jejak peradaban kota kuno. Kota Medan harusnya bangga menjadi satu dari sedikit kota di Indonesia yang memiliki jejak kuno kotanya. Harusnya itu bisa menjadi ikon kota Medan," ujarnya.

Usulan relokasi warga itu, kata Ichwan, didukung dengan kondisi wilayah tersebut yang saat ini kerap dilanda banjir. Kondisi tersebut membuat warga tidak nyaman.

Oleh karena itu, Ichwan merasa sudah pantas jika warga di sekitar itu direlokasi ke tempat yang lebih baik dengan difasilitasi oleh pemerintah setempat

"Pemerintah bisa memindahkan warga, dan warga mendapatkan keuntungan dari pemindahan itu, karena sekarang ada permasalahan di situ, yakni rob atau banjir, sehingga nggak nyaman sebagai permukiman. Jadi, mereka berharap kalau itu dipindahkan itu menjadi tempat yang bagus untuk dikonservasi," kata Ichwan.

Lurah Paya Pasir, Abdul Karim mengatakan areal Kotta Cinna sekitar 25 hektare itu masuk ke wilayah lingkungan 7 dan sebagian di lingkungan 9. Lebih dari 1.000 jiwa tinggal di wilayah tersebut.

Menurutnya, mayoritas warga di wilayah itu berprofesi sebagai nelayan.

Abdul Karim mengaku tidak begitu mempermasalahkan soal permintaan untuk merelokasi warga. Dia menyerahkan sepenuhnya hal itu kepada warga.

Namun, dia menilai akan sangat bagus jika kawasan itu dikelola menjadi tempat bersejarah.

Dokumentasi Situs Kota ChinaLurah Payah Pasir, Abdul Karim. (Ahsanul Hikmah/detikSumut)

"Ya, itu nanti tergantung kita melakukan pendekatan kepada warga untuk mengangkat sejarah yang ada disitu, mungkin kita akan kasih pengertian, mungkin kan warga itu kan akan mengerti dengan sejarah yang ada," ujarnya.

Seorang warga bernama Mulyadi mengaku sudah mengetahui adanya cagar budaya di lokasi tersebut. Dia mengaku juga sering mendapati warga menemukan peninggalan-peninggalan Kotta Cinna dulu di rumahnya masing-masing.

Terkait rencana relokasi, Mulyadi mengaku setuju-setuju saja. Namun, dia meminta pemerintah harus memberikan uang ganti rugi atas relokasi itu.

"Kalau memang cocok, misal ganti rumah atau rumah ini dibayari, ya pindah. Cuman ya kami kalau nggak mencukupi (uang ganti rugi) mana mau dipindah," ujarnya.

Dia mengaku sudah sempat ada pembahasan tentang rencana relokasi itu di kantor lurah. Namun, rencana itu batal. Mulyadi sendiri tidak mengetahui pasti penyebabnya.

"Jadi, kalau oke katanya, masyarakat sini oke," kata Mulyadi.

Ponidi, seorang warga yang sudah tinggal puluhan tahun di sekitar Kotta Cinna itu juga tidak begitu mempermasalahkan rencana relokasi itu. Menurutnya, relokasi itu sangat baik untuk pembangunan daerah tersebut sebagai cagar budaya.

"Kalau untuk pembangunan daerah cagar budaya, seharusnya masyarakat disini harus mendukung," sebutnya.

Warga lain bernama Farida dan Yeni juga kompak mengatakan hal yang sama. Menurutnya, mereka bersedia pindah jika memang kompensasi yang diberikan sesuai.

"Ya, tergantung kompensasinya kalau kira-kira wajar untuk cari (rumah) di luar tidak masalah," ujar keduanya yang kebetulan tengah duduk bersama di depan rumah salah seorang warga.

Sementara, Wali Kota Medan, Bobby Nasution mengatakan sejauh ini pihaknya masih merancang anggaran untuk 33 cagar budaya yang baru saja ditetapkan itu. Selain itu, Pemkot Medan juga tengah mempersiapkan progam yang akan digelar di cagar budaya itu.

"Situs situs kita, akan kita isi dulu, ya kegiatan-kegiatan, program. Jadi, mudah-mudahan baik dari Dinas Pendidikan Kebudayaan, Dinas pariwisata, Dinas UMKM dengan kewilayahan dan kecamatan yang akan kita kolaborasikan," kata Bobby.

"Sejauh ini untuk kegiatan fisiknya belum ada kita estimasikan dalam beberapa waku dekat. Mudah-mudahan nanti kalau sudah ada anggarannya bisa kita lakukan kegiatan fisiknya," sambungnya.

Tim penulis:
Reporter: NizarAldi dan FintaRahyuni
Foto dan video: Ahsanul Hikmah
Editor: Daniel Pekuwali

Halaman 2 dari 2
(dpw/dpw)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads