Pemerintah Kabupaten Dairi menanggapi aksi unjuk rasa sekelompok masyarakat yang mengatasnamakan Aliansi Peduli Lingkungan Hidup di depan kantor bupati, Rabu (24/8). Aksi unjuk rasa tersebut meminta Bupati Dairi untuk membatalkan Keputusan Bupati Dairi Nomor 731 Tahun 2005 tanggal 1 November 2005 tentang Kelayakan Lingkungan Hidup atas Suatu Rencana Usaha dan atau kegiatan pertambangan seng dan Timbal PT Dairi Prima Mineral (DPM).
Kabag Hukum Sekretariat Daerah Pemerintah Kabupaten Dairi Arjun Nainggolan menanggapi pengunjuk rasa dan menegaskan terkait persoalan izin usaha tambang adalah kewenangan pusat. Hal tersebut dipertegas dan tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 493 ayat (1).
Peraturan tersebut berisi, menteri berwenang melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang meliputi perizinan berusaha terkait persetujuan lingkungan yang diterbitkan oleh Pemerintah. Dalam hal ini Pemerintah Pusat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Untuk itu pemerintah daerah dalam hal ini Pemkab Dairi tidak berhak untuk mencabut izin yang dimiliki oleh PT DPM," ujar Arjun dalam keterangan tertulis, Kamis (25/8/2022).
Lebih lanjut ia menjelaskan alasan Pemkab Dairi tidak bisa mencabut izin usaha dikarenakan Keputusan Bupati Dairi Nomor 731 Tahun 2005 berpedoman pada Undang-Undang 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah ketika kewenangan kelayakan lingkungan hidup masih berada di Pemerintah Kabupaten Dairi.
Selain itu, berlakunya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja Jo. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 493 ayat (1).
Arjun juga menambahkan, pada tanggal 10 Mei 2021 Bupati Dairi telah mengirimkan surat mohon pendapat dan kajian hukum kepada Kepala Kejaksaan Negeri di Sidikalang tentang desakan pembatalan Keputusan Bupati Dairi Nomor 731 Tahun 2005 tanggal 1 November 2005, yang kemudian ditanggapi oleh Kejaksaan Negeri Dairi pada tangggal 17 Mei 2021.
"Kemudian kami mendapat pendapat hukum/legal opinion dari Kejaksaan Negeri Dairi selaku Jaksa Pengacara Negara (JPN) melalui Surat Kepala Kejaksaan Negeri Dairi Nomor-940/L.2.20/Gs.1/05/2021 tanggal 17 Mei 2021 dengan hasil. Pertama, bahwa pada dasarnya yang berhak mencabut dan membatalkan suatu Keputusan Tata Usaha Negara adalah pejabat/instansi yang mengeluarkan Keputusan Tata Usaha Negara tersebut terdapat cacat baik dari sisi wewenang, prosedur maupun substansi. Dua, sehubungan dengan ahli yang ditampilkan oleh masyarakat Kecamatan Silima Pungga-Pungga dan Kecamatan Lae Parira dengan didampingi oleh aliansi Non Government Organization (NGO) sebaiknya diiringi dengan menghadirkan ahli pembanding yang berkaitan dengan permasalahan yang terjadi sehingga dapat dijadikan pertimbangan sebelum mengambil keputusan," jelasnya.
Temui Massa Aksi
Tak berselang lama saat Aliansi Masyarakat Peduli Lingkungan melakukan aksi, Sekretaris Daerah Kabupaten Dairi Budianta Pinem segera menemui pengunjuk rasa. Ia mengajak perwakilan pengunjuk rasa untuk berdiskusi untuk menyampaikan dan membahas poin tuntutan.
"Saya temui mereka. Saya sapa inang-inang (ibu-ibu) di sana. Saya mengajak perwakilan pengunjuk rasa bertemu di ruang asisten untuk membahas tuntutan mereka. Namun mereka bilang bersikukuh mau bertemu dengan Bupati. Lalu saya sampaikan bahwa bapak Bupati ada keperluan di Jakarta. Namun mereka bilang harus bertemu dengan Bupati sambil menyerahkan dokumen. Mereka pun melanjutkan aksi dan membubarkan diri," kata Budianta.
Budianta menuturkan, terkait tuntutan yang disampaikan oleh Aliansi Masyarakat Peduli Lingkungan ditanggapi dan dibahas bagian hukum dan instansi terkait. Ia menegaskan pihaknya tidak diam dalam menanggapi aksi dan mengatakan hal ini sudah pernah disampaikan secara tertulis ke Menteri Lingkungan Hidup melalui Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, serta ke Menteri Energi dan Sumber daya Mineral melalui Direktur Jenderal Mineral dan Batubara di Jakarta.
"Jadi apa yang dikatakan Aliansi Peduli Lingkungan Hidup pemerintah tinggal diam tidaklah benar. Pemkab Dairi sudah berulangkali menyurati Kementerian di Jakarta terkait hal ini. Hal ini respon Pemkab Dairi atas pertemuan dengan Aliansi saat diterima Bupati pada tanggal 6 Mei 2021 atau tiga hari setelah aliansi berunjuk rasa pada tanggal 3 Mei 2021," jelasnya.
Ia kembali menjelaskan persoalan mengenai hadirnya PT DPM di tengah-tengah masyarakat terdapat pro dan ada kontra. Ada masyarakat yang menolak, namun ada juga yang menerima kehadiran PT DPM. Oleh karena itu, Pemkab Dairi harus mendengar aspirasi kedua belah pihak.
"Jadi Pemkab Dairi dalam hal ini harus mendengarkan aspirasi masyarakat baik itu yang menolak dan maupun menerima. Dan dalam hal ini pemerintah harus cermat dan berusaha berkoordinasi dengan pusat," ujarnya.
Budianta mengatakan sesuai dengan arahan bupati terkait tuntutan Aliansi Masyarakat Peduli Lingkungan Hidup telah diberikan penekanan, bila memang ditemukan kondisi penanganan Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) yang buruk di PT DPM, maka bupati akan segera mencabut Keputusan Bupati tahun 2005 dan menggantikan dengan yang baru dalam kapasitas kewenangan Bupati di dalam pencegahan kerusakan LH di Dairi sesuai UU 23 dan juga PP 12/2017 serta RPJMD.
Selanjutnya, Bupati akan terus membawa isu ini ke pusat yaitu Rapat Koordinasi dengan 3 kementerian, yakni Kemendagri, KLHK Hidup,dan Kementerian EDM.
"Bupati akan memberi perhatian penanganan dampak lingkungan hidup secara komprehensif demi kepentingan daerah dan masyarakat," pungkas Budianta.
(ads/ads)