Muhadi (72) seorang kakek asal Tulunggagung, Jawa Timur tengah ramai diperbincangkan. Sebabnya Muhadi selama 30 tahun terpisah dari keluarganya dan terdampar seorang diri di Labuhanbatu, Sumatera Utara.
Dibantu personel Polres Labuhanbatu akhirnya Muhadi bisa kembali ke kampung halamannya untuk bertemu keluarga setelah terpisah hingga 30 tahun lamanya.
Selama hidup di Labuhanbatu, Muhadi tinggal seorang diri di sebuah gubuk sederhana. Dia pun menjalani hidup dengan mencari nafkah seadanya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Muhadi mulai berpisah dengan keluarganya tahun 1992 lalu. Saat itu Muhadi ingin pergi ke Malaysia untuk mencari nafkah.
Niat pergi ke negeri jiran dilakukan Muhadi dengan jalur ilegal dari perairan Sumatera. Namun, setibanya di Sumatera, Muhadi malah ditipu oleh sejumlah orang yang mengajaknya dan meninggalkannya Tanjung Balai.
Sejak saat itu, Muhadi tidak pulang ke Jatim. Karena Muhadi tidak tahu bagaimana caranya pulang.
Informasi tentang Muhadi yang hidup sendiri dan terpisah dari keluarga selama 30 tahun sampai ke telinga Aiptu Haris Fadillah, anggota kepolisian dari Polres Labuhanbatu.
Haris mengaku mengetahui kisah kakek ini dari salah seorang kenalannya, yang bekerja di perkebunan tempat kakek Muhadi berada. Awalnya kenalannya ini merasa iba melihat kakek Muhadi, yang hidup sebatang kara di sebuah gubuk sederhana.
"Jadi kawan saya ini bertanya ke kakek itu tentang asal-usul nya, dan segala macamnya. Lalu diceritakan lah oleh kakek itu, yang kemudian diteruskan kepada saya," kata Haris, Sabtu (25/6/2022) malam.
Berbekal informasi itu, Haris kemudian menghubungi rekannya sesama polisi yang bertugas di Tulunggagung. Temannya ini kemudian menyambungkan Haris dengan Bhabinkamtibmas yang bertugas di desa yang disebutkan kakek tersebut.
Dari informasi Haris, Bhabinkamtibmas itu berhasil menemukan salah satu anak kakek Muhadi. Yang kemudian dihubungi Haris, untuk memastikan kebenaran pengakuan kakek Muhadi.
"Setelah yakin pengakuan kakek itu benar, saya minta kawan saya itu untuk ke rumah bersama kakek itu. Terus saya sambungkan video call ke anaknya, dan setelah melihat itu saya semakin yakin bahwa mereka memang terpisah," ungkapnya.
Selanjutnya Haris melaporkan terkiat peristiwa tersebut kepada Kapolres Labuhanbatu AKBP Anhar Arlia Rangkuti. Mendapat laporan dari Haris, Kapolres Labuhanbatu, AKBP Anhar Arlia Rangkuti langsung menjemput Muhadi dari desa Aek Korsik, Aek Kuo, Labuhanbatu Utara.
"Jadi beliau ini sampai di Labuhanbatu karena ingin bekerja di Malaysia, namun dia ditinggal oleh teman-temannya, sehingga tidak tahu cara pulang sampai 30 tahun," kata Anhar.
Anhar menawarkan untuk membiayainya Muhadi pulang ke Jatim. Saat ini Muhadi tinggal di rumah dinas Kapolres Labuhan Batu menunggu jadwal kepulangan ke Jatim. Muhadi direncanakan akan pulang ke Jatim menggunakan pesawat Selasa (28/6).
"Perjalanannya pulang ke Jatim akan didampingi oleh seorang personil Labuhanbatu. Tadi disana kita terpaksa menunggu beberapa jam, karena mencari KTP nya, sebagai syarat untuk terbang (naik pesawat). Beruntung setelah dibantu berbagai pihak kita bisa dapatkan nomor NIK nya," jelas Anhar.
Muhadi Kerja Serabutan dan Selalu Bawa Cangkul
Foto: Kakek yang terdampar di Sumut selama 30 tahun, Muhadi (Fauzi Manik/detikSumut)
|
Untuk bisa memenuhi kebutuhan sehar-hari, Muhadi bersedia mengerjakan apapun alias serabutan. Bahkan dia membawa cangkul ke mana pun. Tujuannya membawa cangkul adalah untuk memperlihatkan dia siap pakai untuk pekerjaan yang berkaitan dengan cangkul. Baik itu sekedar membersihkan rumput di pekarangan ataupun yang lebih berat seperti mencangkul di lahan pertanian.
Karena itu pula Muhadi mendapat julukan dari warga di sekitar tempat tinggalnya sebagai 'kakek cangkul'. "Aku dipanggil kek cangkul, wong bawa pacul (cangkul) ke mana-mana," katanya kepada detikSumut, dalam perjalanan ke Polres Labuhanbatu, Sabtu (25/6/2922).
Selain itu Muhadi juga terkadang bekerja sebagai buruh dan tukang pijit keliling. "Kalau malam itu kadang-kadang ada rejeki, orang kusuk itu terus dikasi uang," ucapnya.
Kakek Muhadi mengatakan keinginannya untuk pulang sebenarnya sangat besar. Karena itulah dari dulu dia bekerja keras. Namun keinginan pulang tersebut ternyata tidak pernah terwujud, karena ia berkali-kali ditipu oleh orang yang dipercayainya. Termasuk oleh Asisten (pejabat) di perkebunan tempatnya dulu pernah bekerja.
"Benar-bentar tapi ya itu dapat uang, terus dibilangnya pinjam-pinjam terus dibohongi orangnya pergi, apus (bohong) gitu," katanya.
"Yang bohongi itu bukan orang tukang nyangkul (buruh) nggak, ini kerjaannya tukang pen itu (pekerja kantoran yang menggunakan pulpen)," imbuhnya.
Muhadi bahkan mengaku sudah pernah membeli tiket bus untuk pulang ke kampung halamannya. Namun karena uangnya masih ditahan asisten di perkebunan tempatnya bekerja, dia pun urung berangkat dan tiketnya hangus.
"Sembilan tahun sudah rencana, sudah beli tiket. Batalnya karena uangku di asisten. Terus gajinya di ulur-ulur terus," jelasnya.
Selama 13 tahun di Aek Korsik, Muhadi membangun sebuah gubuk di pekarangan (samping) sebuah rumah milik perusahaan perkebunan. Rumah itu ditempati oleh Salman Siagian yang mengaku sudah mengenal Muhadi selama belasan tahun.
"Di sini sudah 13 tahun. Sebelumnya dari daerah desa Simonis," ujar Salman.
Kasat Sabhara Polres Labuhanbatu AKP M Amdi Karna mengatakan kakek Muhadi sebenarnya pernah ditawarkan untuk tinggal di masjid desa tersebut. Namun tawaran pengurus masjid itu tidak diterima oleh kakek Muhadi.
"Tadi saya diberitahu bahwa kakek ini sebenarnya sudah ditawari untuk tinggal di masjid, termasuk juga pernah ditawari manajer untuk kerja dan tinggal di rumahnya, tapi nggak mau. Mungkin trauma karena sebelumnya sudah pernah ditipu," katanya.
Muhadi Dikira Sudah Meninggal Dunia
Foto: Kapolres Labuhanbatu AKBP Anhar Arlia Rangkuti menjemput kakek Muhadi dari desa Aek Korsik, Aek Kuo Labura. Foto: Ahmad Fauzi Manik/detikSumut
|
Keluarga berfikir Muhadi (72) yang sudah pergi meninggalkan rumah sejak 1992 atau 30 tahun lalu sudah meninggal dunia. Sebab, selama itu pula keluarga tidak pernah mendengar kabar berita dari Muhadi.
"Jadi di KK (Kartu Keluarga) itu ditulis di situ sudah meninggal, dan ngirim doanya ya ila rukhi (doa untuk orang yang sudah wafat)," jelas Alimuddin, anak Muhadi ketika dihubungi, Minggu (26/6/2022).
Ali mengatakan dia adalah anak kedua dari empat bersaudara dan saat ini berusia 38 tahun. Adapun kakak sulungnya disebut Ali berusia 45 tahun, dan kedua adiknya masing-masing berusia 32 dan 30 tahun.
"Saya masih punya ingatan sedikit tentang bapak. Dulu sewaktu bapak pergi, saya itu masih kelas tiga atau kelas dua (sekolah dasar)," ucap Ali.
"Yang tidak kenal dengan bapak itu, ya adik saya yang bungsu. Seingat saya, waktu itu dia masih belum tengkurap, jadi kayak masih bayi-bayi merah gitu," sambungnya.
Adapun ibunya (istri kakek Muhadi), disebut Ali, saat ini dalam kondisi sehat. Hanya saja ibunya sudah pindah dari Tulungagung ke Trenggalek bersama dengan saudara-saudaranya (anak kakek Muhadi) yang lain, sejak 10 tahun lalu.
Selama ditinggal kakek Muhadi, Ibunya yang bernama Surti, disebut Ali dan memilih setia.
Ali Fattah, putra sulung Muhadi mengaku tidak menyangka bisa kembali bertemu dengan ayahnya.
"Alhamdulillah senang sekali, sama saja saya menemukan emas, karena sudah dikabarkan meninggal dunia. Jadi dengan kepulangan bapak sama saja menemukan emas," kata Ali di rumahnya Desa Ngadisuko, Kecamatan Durenan, Trenggalek, seperti dikutip dari detikJatim, Senin (27/6/2022).
Ali mengaku keluarga sudah melakukan segala cara untuk mencari Muhadi, keluarga juga sudah mencari ke berbagai tempat, namun Muhadi tidak juga ketemu.
"Saya sudah mencari sampai ke Jambi, tapi akhirnya saya pulang lagi, karena kehabisan biaya," ujarnya.
Ali pun mengucapkan terima kasih kepada warga yang menemukan ayahnya serta Polres Labuhanbatu dan Polres Trenggalek yang memfasilitasi pemulangan ayahnya ke Jawa Timur.
"Keluarga akan menjemput di Bandara Juanda Sidoarjo bersama jajaran Polres Trenggalek," tuturnya.
Istri Muhadi, Surti tak bisa berkata apa-apa saat video konferensi dengan suaminya. Ia tampak menangis terus menerus.
"Terima kasih Pak Kapolres sudah dibantu," kata Surti kepada Kapolres Trenggalek, AKBP Dwiasi Wiyatputera.
Kapolres Trenggalek AKBP Dwiasi Wiyatputera mengatakan akan memfasilitasi kepulangan Muhadi ke Trenggalek. Pihaknya bersama keluarga akan melakukan penjemputan di Bandara Juanda Sidoarjo, pada Selasa (28/6/2022).
"Kami dapat informasi kemarin siang dam komunikasi dengan Kapolres Labuhanbatu, serta mengkonfirmasi kepada keluarga. Untuk Polres Trenggalek siap mengawal sampai ke rumah," jelas Dwiasi.
Muhadi Disambut Pelukan Kedua Anaknya di Bandara Juanda
Muhadi saat dipeluk anaknya (Foto: Adhar Muttaqin/detikJatim)
|
Penantian panjang Muhadi untuk bisa bertemu keluarganya akhirnya terwujud. Setelah 30 tahun, Muhadi bisa bertemu anaknya. Pertemuan itu terjadi di Bandara Juanda Surabaya pada Selasa (28/6).
Kedatangan Muhadi disambut pelukan hangat dari dua anaknya yang sudah menunggu di Bandara Juanda. Kepulangan Muhadi ke kampung halaman ditemani oleh Aiptu Haris yang pertama kali mengetahui kisah Muhadi di Labuhanbatu
Anak kedua Muhadi, Alimuddin mengucap terima kasih untuk jajaran Polres Trenggalek, Polres Labuhanbatu dan yang telah mempertemukan keluarga dengan Muhadi.
"Saya terima kasih sekali untuk kepolisian di Sumut dan Trenggalek yang bisa mempertemukan antara anak dan bapak," kata Alimuddin.
Hal senada disampaikan Muhadi. Ia mengaku bahagia bisa berjumlah dengan seluruh anggota keluarganya.
"Senang sekali bisa ketemu anak-anak," ujarnya.
Aiptu Haris Fadillah mengaku terharu melihat pertemuan ayah dan anak yang terpisah 30 tahun itu. Haris menuturkan bahwa kepulangan kakek Muhadi disambut gembira oleh keluarga besarnya.
Selain istri dan keempat anaknya, menantu dan cucunya juga ikut berkumpul menyambut kepulangan itu. Tak hanya itu masyarakat Desa Ngadisuko, juga ramai berkumpul untuk ikut merayakan kebahagian tersebut.
Termasuk beberapa pejabat di Kabupaten Trenggalek, seperti Kapolres Trenggalek AKBP Dwiasi Wiyatputera dan camat Durenan turut hadir di rumah keluarganya tersebut. "Penyambutan Muhadi seperti kayak kenduri, ada ini makanan ubi rebus, kacang rebus seperti kenduri," ucap Haris.
"Soalnya kan tiap malam Jumat dikasi doa, sudah meninggal dikira orang itu, kan. Ternyata kan masih hidup," katanya.