Pangkalpinang, Ibu Kota Provinsi Bangka Belitung (Babel) kini berusia 266 tahun. Hari jadinya jatuh pada 17 September 2023 kemarin. Namun tak banyak yang tahu, sejarah panjang penuh perjuangan pembentukan kota ini, hingga akhirnya Pangkalpinang ditepatkan sebagai Ibu Kota Provinsi.
Babel sering disebut juga dengan Negeri Serumpun Sebalai. Bangka Belitung dikenal juga sebagai penyuplai timah terbesar di Indonesia setelah Kundur, Provinsi Kepulauan Riau.
Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Indonesia menduduki peringkat kedua setelah China dengan cadangan timah terbesar di dunia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nah, tahukah detikers bahwa ternyata sejarah Pangkalpinang ini terbentuk berawal dari 7 pertambangan timah dengan 35 pekerja tambang asal China. Yuk simak ulasan detikSumbagsel.
Sejarah Pangkalpinang
Sejarawan dan budayawan Bangka Belitung, Dato Akhmad Elvian menjelaskan, kata 'Pangkal' dan 'Pinang' itu sendiri sudah ada sejak kebijakan Susuhunan Sultan Ahmad Najamuddin I Adi Kesumo. Tepatnya pada tanggal 17 September 1757 Masehi.
Kata 'Pangkal' berdasarkan toponimi generiknya, berarti wilayah geografi yang dibentuk sebagai fungsi pusat aktivitas masyarakat di saat itu. Baik sebagai pelabuhan dan pusat pasar atau perniagaan, serta sebagai pusat distrik atau pusat pemerintahan.
Sedangkan kata 'Pinang' dari toponimi spesifiknya, merupakan nama jenis tanaman palma multifungsi yang endemik tumbuh di wilayah Pangkal. Pohon pinang adalah tumbuhan palem-paleman.
"Dari dulu tidak pernah ada pergantian nama. Kalau pangkal itu banyak didirikan di Bangka oleh Sultan, ada 13. Salah satunya Pangkalpinang. Kenapa disebut Pangkalpinang, karena didirikan di lokasi yang banyak tumbuhan pinangnya, makanya disebut Pangkalpinang," kata Dato Akhmad Elvian kepada detikSumbagsel, Senin (18/9/2023).
![]() |
Menurutnya, dulu bukan hanya Pangkalpinang yang menggunakan kata 'pangkal'. Ada Pangkal Toboali, Pangkal Koba, dan Pangkal Lihat (Sungailiat). Saat ini hanya tertinggal Pangkalpinang yang kemudian berkembang maju menjadi ibu kota dari Bangka Belitung hingga menjadi pusat penambangan timah.
"Kalau yang lain kata Pangkal-nya sudah hilang. Mungkin dulu tempat distribusi timah sudah pindah ke tempat lain, dan mereka berkembang menjadi kota sendiri atau daerah sendiri. Kalau Pangkalpinang dari awal dikasih seperti itu, dan tetap hingga berkembang lalu jadi Ibu Kota Provinsi hingga sekarang," jelasnya.
"(Pangkalpinang) Tetap bertahan dan terus berkembang maju, karena tata letaknya atau posisinya strategis di tengah Pulau Bangka, pesisir timur. Karena posisinya strategis, sehingga dijadikan Ibu Kota Karesidenan untuk pemerintahan dan menjadi pusat penambangan timah," sambungnya.
Lanjut Elvian, Pangkalpinang secara leksikografis didirikan pada 17 September 1757. Kala itu sudah terlihat bahwa bahwa Pangkalpinang akan menjadi kota besar atau terlihat sebagai pusat kegiatan pemerintahan, pusat kegiatan ekonomi, pusat kebudayaan, dan pusat peradaban.
"Dalam peta-peta lama bangsa asing kulit putih disebutkan Stockade of Pangkalpinang yang berarti Kota Pangkalpinang," tegasnya.
Pada tanggal 18 Juli 1803, Ekspedisi Belanda ke Pulau Bangka yang saat itu menggunakan kapal perang Maria Rijgersbergen dan kapal layar eks VOC, Maria Jacoba dan Beschermer, menyatakan bahwa Pangkal Pinang pada waktu itu dipimpin Demang Jaya Layana yang diangkat dari kerabat Sultan.
Dijelaskan Elvian, Demang masa itu mengelola 7 wilayah tambang timah dan pemukiman di Pangkalpinang. Di antaranya wilayah Mesuk, Bakung, Kayubesi, Airmangkok, Bangkwang, Pangkul, dan tambang di wilayah dekat sungai Kurau dengan mempekerjakan sekitar 35 orang penambang dari China.
"Pangkal ini didirikan untuk keperluan Demang. Tugas Demang saat itu mengawasi distribusi timah. Dari tambang-tambang (Bangka) dibawa ke pangkal lalu diangkat ke Palembang, ke Sultan atau langsung ke Batavia. Pangkal ini yang saat ini disebut Pangkalpinang," jelas Elvian.
![]() |
Kemudian, tahun 1812-1816, tepatnya pada saat kekuasaan Inggris, Pangkalpinang berkembang menjadi satu Distrik dari empat distrik Inggris di Pulau Bangka. Berdasarkan laporan Thomas Horsfield, Tahun 1848, Pangkalpinang berada dalam wilayah divisi Tenggara (In the South-east division).
"Total ada 24 wilayah tambang timah dan pemukiman yang memperkerjakan sekitar 63 orang baik orang Bangka pribumi maupun orang Tionghoa," sebutnya.
Tahun 1817, Pemerintah Hindia Belanda masuk dan berkuasa. Distrik Pangkalpinang kemudian berkembang menjadi pusat perdagangan di Pulau Bangka dan telah memiliki pelabuhan laut serta kantor Duane.
Pertengahan abad 19 atau tahun 1848, penduduk yang tinggal di distrik Pangkalpinang berjumlah 6.694 jiwa atau meliputi sebesar 16,23 persen dari total penduduk Pulau Bangka (41.246 jiwa).
Saat itu penduduk distrik Pangkalpinang terdiri dari Bankanesen (pribumi Bangka orang Darat dan orang Laut) berjumlah 4.576 jiwa, Melajen (Melayu) berjumlah 251 jiwa, dan Chinesen (China) berjumlah 1.867 jiwa. Mereka tersebar di beberapa underdistrict, yaitu Bukit, Pangkalpinang, Mendobarat, Mendotimur, dan Gerunggang.
Secara geografis, wilayah distrik Pangkalpinang cukup luas dan sangat representatif dan strategis sebagai satu distrik di pulau Bangka. Kemudian di masa Hindia Belanda, tepatnya di pertengahan abad 19 Masehi, Pangkalpinang kemudian berkembang menjadi ibu kota Karesidenan Bangka Belitung.
Tanggal 3 September 1913, Pangkalpinang ditetapkan sebagai ibu kota Keresidenan Bangka dan menjadi pusat pemerintahan (bestuur) menggantikan Kota Mentok. Selanjutnya Pangkalpinang ditetapkan menjadi ibu kota keresidenan Bangka Belitung atas dasar ordonansi tanggal 2 Desember 1933. Pada masa Jepang sejak 15 Februari 1942, Kota Pangkalpinang menjadi pusat pemerintahan Bangka Belitung Gunseibu.
"Setelah kemerdekaan berdasarkan ketetapan Gubernur Sumatera, Teuku Moh Hasan tanggal 17 Mei 1946, Nomor 103, Pangkalpinang dibentuk sebagai Kota B yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dalam lingkungan Sumatera Selatan," lanjut Elvian.
![]() |
Kemudian di masa mempertahankan kemerdekaan tepatnya tahun 1948-1949, Pangkalpinang menjadi kota penting tempat berlangsungnya diplomasi politik internasional. Mulai dari dilaksanakannya Konferensi Pangkalpinang hingga dilaksanakannya berbagai pertemuan antara delegasi Republik Indonesia, delegasi Pemerintah Belanda, Badan Perwakilan Federal BFO dan Badan PBB seperti KTN dan UNCI.
Pada 22 April 1950, Kota Pangkalpinang di samping sebagai ibu kota karesidenan Bangka Belitung ditetapkan juga menjadi ibu kota Kewedanaan Bangka Tengah.
"Selanjutnya berdasarkan Undang-undang Darurat Nomor 6 Tahun 1956 Tanggal 14 November 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kota Kecil dalam Lingkungan Daerah Provinsi Sumatera Selatan, Kota Pangkalpinang berkembang menjadi kota kecil yang membentuk suatu pemerintahan kota," tambahnya.
Perkembangan Kota Pangkalpinang selanjutnya berdasarkan Undang-undang Nomor 27 Tahun 2000 Tanggal 4 Desember 2000 ditetapkan menjadi ibu kota Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
(des/des)