Kelenteng Kwan Tie Miaw merupakan salah satu kelenteng tertua di Pulau Bangka. Kelenteng ini dibangun oleh para pekerja tambang timah yang masuk ke Bangka Belitung (Babel).
Kelompok pekerja tersebut adalah masyarakat Tionghoa, khususnya orang Hakka. Kelenteng ini terletak di pusat kota di Jalan Mayor Muhidin Pangkalpinang, Pulau Bangka. Kelenteng Kwan Tie Miau sudah berganti nama sebanyak tiga kali.
Awal dibangun bernama Kwan Tie Bio. Lalu di era orde baru, diganti menjadi Kelenteng Amal Bakti. Lalu terakhir, bernama Kwan Tie Miau. Kelenteng ini berdiri di atas tanah seluas 12,5x24 meter persegi, berarsitektur Cina. Warnanya didominasi dengan merah dan kuning. Memiliki dua lonceng besi dan hiasan buah labu (gourd).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tepat di puncak kelenteng bagian tengah tampak terdapat lingkaran hitam putih, yakni sebagai simbol keseimbangan (ying dan yang) dan patkwa (pakua). Kedua simbol tersebut sebagai ciri Taoisme atau melambangkan keberuntungan, rejeki, dan kebahagiaan.
Ketika berkunjung, aroma garu begitu menyengat untuk persembahyangan. Ada 13 patung dewa di kelenteng ini. Dewa utama adalah Kwan Tie. Dia merupakan dewa yang dipuja oleh masyarakat Tionghoa, disamping pemujaan terhadap dewa-dewa lainnya.
Sebelum menyembah dewa-dewa tersebut, yang pertama kali disembah oleh penganut Kong Hu Cu adalah Thian (Tuhan yang di langit). Posisinya di dekat baskom besar berwarna perak kekuning-kuningan dengan dua naga menempel di kiri dan kanan. Lambang Naga itu berarti 'Im Yang' atau alam nyata yang ada di dunia.
Berdasarkan catatan Belanda, Algemeen Verslag Der Residentie Banka Over Het Jaar 1850, Bundel Bangka Nomor 41, di sana tertulis bagi umat Islam di Kota Mentok, dibangun satu buah Masjid yang berfungsi sebagai tempat ibadah dan pendidikan. Sedangkan untuk orang-orang Cina sudah tersedia satu kelenteng. Kemudian distrik lainnya rumah ibadah dan toa pekong kecil disediakan.
"Untuk distrik Pangkalpinang dibangun Kelenteng, namanya Kwan Tie Bio atau saat ini disebut kelenteng Kwan Tie Miaw. Kelenteng ini didirikan kelompok kongsi pertambangan timah di Pangkalpinang," kata Dato Akhmad Elvian, Sejarawan dan Budayawan Penerima Anugerah Kebudayaan Indonesia, kepada detikSumbagsel, Rabu (29/1/2025).
Menurut Elvian, kelenteng dibangun pada tahun 1841 Masehi dan diresmikan pada tahun 1846 Masehi. Hal itu berdasarkan temuan aksara Cina di lonceng besi di kelenteng tersebut.
"Dari plakat bertuliskan ucapan selamat dari beberapa kumpulan penambangan atau kongsi penambangan timah yang bertulis peresmian kelenteng dilakukan pada hari dan bulan baik tahun ke-26 Daoguang bertepatan dengan tahun 1846 Masehi," kata Elvian.
Diketahui, masyarakat dari Cina ke Pulau Bangka di masa Sultan Mahmud Badaruddin I Jayo Wikromo pada Tahun 1724-1757 Masehi dan Sultan Ahmad Najamuddin I Adikusumo pada Tahun 1757-1776 Masehi hingga masa kolonial Belanda. Mereka datang untuk menjadi pekerja tambang timah.
"Kedatangan pekerja tambang timah dari Cina ke Pulau Bangka juga membawa kepercayaan dan kebudayaan dari asalnya," ungkapnya.
Elvian menceritakan perjalanan pergantian nama kelenteng, dari kelenteng Kwan Tie Bio hingga Kwan Tie Miaw. Pertama diganti pada tahun 1980 menjadi kelenteng Amal Bakti.
"Nama Kwan Tie Bio pada masa Orde Baru diubah menjadi Kelenteng Amal Bakti. Kemudian terbakar tahun 1998 dan dilakukan pemugaran pada 5 Agustus 1999 dan diberi nama Kwan Tie Miaw hingga saat ini," ungkapnya.
Ia menambahkan, dulu masyarakat Tionghoa melakukan sembahyang rutin pada hari pertama dan pada tiap pertengahan bulan guna memohon keselamatan. Sedangkan, sembahyang di hari-hari besar seperti Imlek dilaksanakan setiap tahun.
"Pada hari 13 bulan lima Imlek, atau yang disebut Pot Ngin Bun yaitu sembahyang ritual dengan keliling Kota Pangkalpinang, kegiatan ini satu-satunya sembahyang ritual dari seluruh kelenteng yang ada di Indonesia. Atau dilakukan pada hari lahir pangeran Kuan-Pin, diadakan arakan, pada hari 24 bulan 6 Imlek, yaitu hari lahir Dewa Kuan-Ti," tambahnya.
"Selanjutnya pada tahun baru Imlek, umat dan pengurus berkumpul di kelenteng, tepat pada pukul 23.00 WIB (Sam Sip Fu). Mereka semua sembahyang bersama mensyukuri berkah yang dilimpahkan Sang Pencipta sehingga umatnya dapat merayakan Hari Tahun Baru dan terakhir sembahyang rebut (ghost hungry), yaitu sedekah untuk para leluhur yang sudah meninggal," tutupnya.
(dai/dai)