Ada ribuan Gen Z yang menderita gangguan mental di Nusa Tenggara Barat (NTB). Psikolog Klinis, Fitriani Hidayah menyebut banyak kasus gangguan mental pada remaja yang tak tertangani dengan baik.
"Kalau disinkronkan dengan data yang dibeberkan Dinkes NTB, mungkin ada benarnya. Karena kalau saya pulang ke Lombok dan melakukan observasi, memang di beberapa momen saya dapatkan banyak kasus gangguan mental yang tidak tertangani," kata Fitriani saat diwawancara detikBali, Rabu (23/10/2024).
Menurut Fitriani, banyak penderita gangguan mental yang salah penanganan. Banyak di antara mereka yang dibawa ke dukun, bukan ke dokter atau psikolog.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dari hasil observasi, memang masih dipengaruhi budaya," ungkap founder @ber.jeda.sejenak_ tersebut.
Jenis Gangguan Mental
Ia juga membeberkan jenis gangguan mental yang diidap Gen Z. Antara lain gangguan kecemasan, gangguan mood, skizofrenia, gangguan psikotik, gangguan makan, obsessive compulsive disorder (OCD), gangguan kepribadian, hingga psikosomatis. Kemudian ada disosiatif, stres pascatrauma (PTSD), depresi, attention deficit, serta hyperactivity disorder (ADHD).
"Yang lagi ramai sekarang untuk jenis gangguan mental pada remaja hingga dewasa ialah depresi dan gangguan mood. Apalagi Gen Z, ada yang sampai (terkena) skizofrenia, ini level gangguan mental yang paling parah," terangnya.
Faktor Penyebab Gangguan Mental
Munculnya gangguan mental bisa disebabkan beberapa faktor. Di antaranya faktor genetik, faktor fisik, faktor sosial, faktor ekonomi, perubahan hormon, krisis identitas, tekanan lingkungan, pengalaman traumatis, hingga pola asuh orang tua atau keluarga. Faktor-faktor itu bisa ditelusuri setelah mengetahui tingkatan atau level gangguan mental yang diidap seseorang.
"Bisa kami analisis saat proses konseling," ujar Psikolog Klinis yang saat ini bekerja di CHIS School Denpasar dan Bincang Psikolog tersebut.
Efek Gangguan Mental
Fitriani juga menjelaskan ada beberapa dampak atau efek gangguan mental yang dialami oleh sebagian besar penderita. Antara lain gangguan pada fisik seperti sakit kepala, sakit perut, gangguan tidur, tekanan darah tinggi, kencing manis, gangguan jantung, hingga stroke.
Lalu ada gangguan psikis seperti kesedihan yang mendalam, rasa putus asa, kehilangan motivasi dan energi, hilang konsentrasi, hingga keinginan bunuh diri.
"Sementara untuk dampak perilaku, biasanya efek yang terjadi seperti menjadi kasar, menyakiti orang lain, mudah marah, hingga sulit fokus," ucapnya.
Penyembuhan Gangguan Mental
Menurut Fitriani, para penderita gangguan mental termasuk Gen Z, bisa sembuh seperti sedia kala. Asalkan, mereka mendapatkan metode penyembuhan yang benar, seperti konseling bersama psikolog atau psikiater.
Ada beberapa cara dalam penyembuhan gangguan mental. Di antaranya, mengekspresikan diri, fokus pada diri sendiri, mencintai diri sendiri, membiasakan gaya hidup sehat, hingga berkonsultasi dengan psikolog atau psikiater.
Penderita juga bisa menghilangkan sakit mental dengan mencari support system, seperti ikut komunitas dan volunteer. Mengerjakan hobi, hal baru, dan positif juga bisa menyembuhkan penyakit mental.
"Mendatangi tenaga profesional tidak harus saat sudah mengalami gangguan mental. Namun, ketika kita sudah bisa merasakan ada beberapa gejala yang tampak. Ini untuk tindakan pencegahan," urai Fitriani.
Kalau kasus gangguan mental pada anak-anak, Fitriani melanjutkan, penanganannya berbeda. Ia menyarankan penderitanya ditangani langsung oleh psikolog anak.
"Terkadang orang tua juga belum cukup memahami kondisi anak ketika mengalami gangguan mental," terangnya.
Gen Z Sakit Mental di NTB
Sebelumnya diberitakan, Kepala Dinas Kesehatan NTB Lalu Hamzi Fikri menjelaskan data gangguan kesehatan mental pada Gen Z mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
"Berdasarkan aplikasi sistem SIMKESWA se-NTB sampai bulan Oktober 2024, dengan kelompok (usia) remaja 15-18 tahun, dari hasil skrining abnormal dan bordirline sejumlah 2.836 orang," katanya.
Menurut Fikri, meningkatnya data Gen Z yang mengalami kesehatan mental dikarenakan beberapa faktor. Salah satunya kemampuan menyaring informasi yang berbeda-beda dari media sosial (medsos).
"Kadang-kadang tren dari suatu negara atau tempat itu bisa memengaruhi pikiran bawah sadar personal itu terhadap kesehatan mentalnya," jelas mantan Direktur Utama Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Provinsi NTB tersebut.
Artikel ini sebelumnya telah tayang di detikBali dengan judul Ribuan Gen Z di NTB Sakit Mental, Banyak yang Dibawa ke Dukun.
(sun/mud)