Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Sumatera Selatan (Sumsel) menerima 11 laporan pelanggaran pemilihan kepala daerah (Pilkada). Tiga di antaranya merupakan laporan untuk pemilihan gubernur/wakil gubernur, sisanya pemilihan di daerah.
"Ada 11 laporan yang masuk ke Bawaslu Sumsel. Delapan laporan untuk pemilihan bupati/wakil bupati dan tiga laporan untuk pemilihan gubernur/wakil gubernur," ujar Anggota Bawaslu Sumsel Bidang Koordinator Penanganan Pelanggaran, Data dan Informasi Ahmad Nafi, Kamis (17/10/2024).
Dia menyebut, dari jumlah laporan itu empat di antaranya dilimpahkan ke Bawaslu kabupaten. Di antaranya adalah persoalan laporan di Pilkada Musi Banyuasin (Muba) karena dinilai menjadi kewenangan Bawaslu daerah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kemudian ada 1 laporan tapi hasil pengecekan itu bukan pelanggaran," ujarnya.
Beberapa laporan lainnya, katanya, sedang dilakukan penyelidikan berupa klarifikasi terkait dengan pelanggaran yang dilakukan Paslon. Ada juga laporan yang masuk namun diminta Bawaslu dilakukan perbaikan.
"Ada juga laporan yang tidak diregistrasi ungkapnya. Termasuk 3 laporan di registrasi di Bawaslu Sumsel merupakan pelanggaran etik penyelenggara adhoc," ungkapnya.
Dia menyebut, ada sejumlah perubahan dalam aturan penanganan pelanggaran pemilihan melalui Peraturan Bawaslu 9/2024. Keluarnya aturan disebut mempermudah, lebih efektif dan transparan bagi pelapor.
Dalam aturan itu dijelaskan jika pelapor tak harus datang ke kantor pengawas. Sekarang laporan bisa diwakilkan oleh pihak lain dengan surat kuasa khusus (pasal 4). Waktu pelaporan juga diatur secara jelas, yakni Senin-Kamis pukul 08.00 WIB-16.00 WIB dan Jumat pukul 08.00 WIB-16.30 WIB (pasal 5).
Berikutnya soal kesesuaian tanda tangan tidak lagi menjadi syarat formal dalam laporan pelanggaran pemilihan (pasal 9). Selain itu, tak semua laporan dapat diperbaiki. Yakni laporan yang dilaporkan oleh pihak yang tidak memiliki hak pilih atau laporan yang sudah kadaluwarsa tak bisa diperbaiki (pasal 14A).
Dalam peraturan terbaru pelapor wajib melampirkan bukti agar bisa ditindaklanjuti sebagai dugaan pelanggaran selain syarat identitas penemu, identitas pelaku, batas waktu penetapan dan uraian kejadian.
Sementara untuk informasi awal pelanggaran juga ditambah menjadi delapan jenis dari sebelumnya 4. Dalam pasal 19 disebutkan harus ada laporan informasi secara lisan, tertulis, laporan yang tidak memenuhi syarat formal tetapi memenuhi syarat materiil.
Kemudian laporan yang dicabut, informasi dari aplikasi percakapan, akun media sosial, media massa (cetak dan elektronik) dan informasi dari media lainnya.
Terakhir, pelanggaran etik oleh Panwaslu kecamatan hingga TPS kini diselesaikan oleh Bawaslu kabupaten/kota (Pasal 33A). Sanksi bisa berupa peringatan atau pemberhentian.
(csb/csb)