- Tradisi Idul Adha di Indonesia 1. Tradisi Manten Sapi dari Pasuruan 2. Tradisi Meugang dari Aceh 3. Tradisi Nganggung dari Bangka Belitung 4. Tradisi Gamelan Sekaten dari Cirebon 5. Tradisi Apitan dari Semarang 6. Tradisi Grebeg Gunungan dari Yogyakarta 7. Tradisi Ari Kaut dari Raja Ampat 8. Tradisi Hadrat dari Maluku Utara 9. Tradisi Maanta dari Jambi 10. Tradisi Nganteuran dari OKU Selatan (Sumsel)
Idul Adha merupakan Hari Raya di mana umat muslim melakukan ibadah kurban sebagai bentuk mendekatkan diri kepada Allah. Indonesia yang merupakan negara yang memiliki keragaman budaya, terkadang mempunyai cara tersendiri untuk menyambut dan merayakan hari-hari besar, salah satunya Hari Raya Idul Adha.
Berikut detikSumbagsel rangkum 10 tradisi yang dilakukan oleh masyarakat dari berbagai daerah di Indonesia untuk menyambut dan merayakan Hari Raya Idul Adha.
Tradisi Idul Adha di Indonesia
1. Tradisi Manten Sapi dari Pasuruan
Dilansir situs Kemenparekraf, masyarakat Pasuruan mempunyai tradisi di mana sapi yang hendak dikurbankan akan didandani bagaikan pengantin. Tradisi tersebut dikenal dengan Manten Sapi, dilakukan sebagai bentuk rasa syukur dan penghormatan kepada hewan yang dikurbankan.
Sapi tersebut didandani dengan bunga tujuh rupa, dan dibalut dengan kain kafan, serban, serta sajadah. Kain kafan pada tradisi tersebut menggambarkan kesucian orang yang berkurban. Kemudian, setelah didandani sapi akan diarak menuju masjid tempat dilakukannya penyembelihan hewan kurban.
2. Tradisi Meugang dari Aceh
Tradisi Meugang yang dilakukan oleh masyarakat Aceh dimulai pada masa Kerajaan Aceh dengan memotong hewan untuk dibagikan secara gratis kepada masyarakat. Hal itu dilakukan sebagai tanda syukur atas kemakmuran tanah Aceh.
Sampai masa kini, masyarakat Aceh masih melakukan tradisi Meugang saat mendekati hari-hari besar umat Islam.
3. Tradisi Nganggung dari Bangka Belitung
Dikutip laman Kemendikbud, Tradisi Nganggung merupakan tradisi yang dilakukan sebagai bentuk kekeluargaan yang kokoh dan menjadi ajang silaturahmi masyarakat setempat.
Nganggung ialah tradisi di mana masyarakat membawa makanan dari masing-masing rumah ke masjid, langgar, atau balai pertemuan untuk memperingati hari-hari besar agama Islam, salah satunya Idul Adha.
Tradisi ini terkadang disebut dengan Sepintu Sedulang yang maknanya setiap rumah (satu pintu) membawa satu dulang (sedulang), yaitu sebuah wadah yang digunakan untuk mengisi makanan dan kemudian ditutup dengan tudung saji.
Dalam pelaksanaan tradisi ini, biasanya diisi dengan rangkaian acara seperti doa bersama dan ceramah agama.
4. Tradisi Gamelan Sekaten dari Cirebon
Tradisi ini dilakukan masyarakat Cirebon setiap merayakan hari-hari besar agama Islam, salah satunya Idul Fitri dan Idul Adha. Rangkaian Gamelan akan dimainkan ketika Sultan Keraton Kasepuhan keluar dari Masjid Agung Sang Cipta Rasa.
Alunan Gamelan yang dimainkan merupakan tanda umat muslim di Cirebon merayakan hari kemenangan. Tradisi ini dipercaya merupakan dakwah dari Sunan Gunung Jati, salah satu tokoh yang menyebarkan ajaran agama Islam di Cirebon.
5. Tradisi Apitan dari Semarang
Tradisi Apitan merupakan salah satu cara masyarakat Semarang mengucapkan rasa syukur terhadap rezeki berupa hasil bumi yang diberikan oleh Allah SWT.
Masyarakat Semarang percaya bahwa tradisi ini merupakan kebiasaan para Wali Songo pada zaman dahulu sebagai ungkapan rasa syukur saat Idul Adha.
Tradisi ini dilakukan dengan membaca doa dan melakukan arak-arakan hasil tani dan ternak, yang nantinya setelah diarak bersama-sama, hasil tani tersebut dapat diambil secara berebutan oleh masyarakat setempat.
Selain mengarak dan membagikan hasil tani serta ternak, biasanya pada tradisi ini akan menampilkan hiburan khas kearifan lokal.
6. Tradisi Grebeg Gunungan dari Yogyakarta
Tradisi Grebeg Gunungan ini mirip dengan tradisi Apitan, yaitu masyarakat mengarak hasil bumi bersama-sama. Di Yogyakarta, masyarakat muslim mengarak 3 gunungan yang berisi sayur-mayur dan buah dari halaman Keraton sampai Masjid Gede Kauman.
Tradisi Grebeg Gunungan dilakukan karena umat Islam setempat percaya apabila berhasil mengambil hasil bumi yang disusun membentuk gunungan, niscaya akan didatangkan rezeki.
Selain Grebeg Gunungan yang dilakukan saat Idul Adha, ada juga tradisi serupa yaitu Grebeg Syawal yang dilakukan saat Idul Fitri.
7. Tradisi Ari Kaut dari Raja Ampat
Dikutip jurnal Potret Harmonisasi Masyarakat dalam Tradisi Ari Kaut Perayaan Idul Adha di Kampung Lilinta Kabupaten Raja Ampat oleh Ahmad Havid Jakiyudin dkk, tradisi ini merupakan tradisi yang diwariskan secara turun-menurun di berbagai desa di Raja Ampat. Ari Kaut memiliki arti peringatan terhadap hari-hari besar agama Islam, yaitu Idul Fitri, Idul Adha, dan peringatan Maulid Nabi.
Tradisi Ari Kaut yang dilaksanakan untuk merayakan Idul Adha, sudah disiapkan selama tiga bulan. Setiap tahun, masyarakat setempat akan mengeluarkan sedekah untuk membeli sapi dan perlengkapan dapur untuk melaksanakan kurban.
Setiap kepala keluarga yang sudah berumah tangga bersedekah setidaknya Rp 100.000, untuk masyarakat yang belum berumah tangga seperti pemuda dan janda, maka sedekah seikhlasnya. Tradisi ini dipimpin oleh hakim syara' yaitu tokoh agama daerah setempat.
8. Tradisi Hadrat dari Maluku Utara
Tradisi hadrat dilakukan oleh masyarakat Buton di Maluku Utara. Tradisi ini dijalankan pada sore Hari Raya Idul Adha menjelang penyembelihan hewan kurban. Hadrat sendiri ialah kegiatan pawai hewan kurban keliling sebelum mengantarkannya ke masjid yang dilakukan masyarakat setempat mulai dari anak-anak hingga orang tua.
Pawai dilakukan dengan iringan rebana serta selawat. Rombongan yang melakukan pawai, harus menggunakan kebaya atau baju adat.
9. Tradisi Maanta dari Jambi
Dilansir jurnal The Traditional Values of Maanta in Jambi Seberang Community oleh M. Salam dkk, Tradisi Maanta merupakan tradisi saling mengirim makanan kepada keluarga maupun tetangga serta masjid yang dilakukan masyarakat Jambi di hari-hari besar seperti Idul Fitri dan Idul Adha.
Makanan yang dikirimkan dapat berupa nasi, opor, kari ayam, atau kue-kue. Namun, makanan yang dikirim ke masjid ialah hanya kue-kue dan kue basah, dan hanya dilakukan oleh anak laki-laki.
Uniknya, makanan yang akan dikirim disusun menurun di dalam keranjang, dimulai dengan nasi dan diakhiri dengan kue.
10. Tradisi Nganteuran dari OKU Selatan (Sumsel)
Dikutip skirpsi Nilai-Nilai Sosial Keagamaan Tradisi Nganteuran pada Masyarakat Sunda (Studi Di Desa Tanjung Baru Kecamatan Warkuk Ranau Selatan Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan) karya Meriyana, hampir sama dengan Tradisi Nganggung dan Maanta, Nganteuran juga merupakan tradisi saling mengirim makanan yang dilakukan oleh masyarakat sunda yang ada di Desa Tanjung Baru Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) Selatan pada hari-hari besar seperti Idul Adha.
Masyarakat Desa Tanjung Baru biasanya memulai tradisi ini tujuh hari sampai satu hari sebelum hari raya tiba. Makanan yang diberikan menggunakan rantang berisi sajian-sajian khas lebaran seperti nasi, daging, hingga kue kering dan kue basah.
Demikian tradisi-tradisi dari berbagai daerah di Indonesia saat menyambut dan merayakan Hari Raya Idul Adha. Semoga bermanfaat.
Artikel ini ditulis oleh Dian Fadilla, peserta program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
(dai/dai)