Hampir sepekan cuaca di Sumatera Selatan (Sumsel) mengalami peningkatan suhu udara yang cukup panas, bahkan suhu udara berkisar 33-35 derajat celsius. Hal ini membuat masyarakat panas dan gerah meski di malam hari.
Kepala Stasiun Klimatologi SMB II Palembang, Siswanto mengungkapkan cuaca panas yang melanda Sumsel saat ini belum musim kemarau namun masih musim peralihan. Selain itu, cuaca panas ini bukan termasuk fenomena gelombang panas seperti yang terjadi di sejumlah negara di Asia.
"Panas yang terjadi saat ini semata-mata karena dipicu oleh adanya perubahan cuaca di musim pancaroba atau peralihan musim hujan ke musim kemarau," ungkapnya, Minggu (2/6/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Siswanto, istilah gelombang panas yang melanda di negara Asia beberapa waktu yang lalu dapat dijelaskan sebagai kondisi di satu negara atau suatu wilayah apabila suhu udara naik hingga lima derajat celcius dari suhu normalnya dalam waktu satu minggu atau lebih.
"Sedangkan jika kita melihat kondisi panas yang dirasakan di Sumsel bahwa suhu udara maksimal di dataran rendah masih berkisar 33-34 derajat celsius dan tidak ada kenaikan suhu udara signifikan seperti ciri secara klimatologi dari fenomena gelombang panas," ujarnya.
Sementara, lanjut Siswanto, di daerah dataran tinggi suhu udaranya masih berkisar 20-26 derajat celsius.
Suhu udara di Sumsel saat ini terasa panas atau gerah pada siang hari lebih di pengaruhi adanya perubahan kondisi cuaca peralihan musim atau pancaroba dari musim hujan ke musim panas.
"Penyebab kondisi cuaca terasa panas terik karena dominasi cuaca cerah pada siang hari sehingga sinar matahari yang menyinari bumi langsung terpancar dan tindak ada penghalang atau tabir sama sekali dan langsung diterima oleh permukaan bumi," jelasnya.
Siswanto menuturkan, musim Kemarau di Sumsel juga termasuk cukup unik karena meski ada yang sudah masuk musim kemarau pada dasarian pertama dan kedua di bulan Juni 2024 namun karakteristik kemarau di Sumsel tidak serentak memasuki awal musim kemarau.
"Musim kemarau di Sumsel terjadi di daerah Sumatera Selatan bagian pesisir timur seperti di wilayah OKI, sebagian Musi Banyuasin, Banyuasin dan Ogan Ilir," ujarnya.
Kemudian, sambungnya, akan berlanjut ke Sumsel bagian tengah yakni wilayah sebagai Musi Banyuasin, Musi Rawas Utara, sebagian Lahat, Muara Enim, Pali dan OKU.
Musim kemarau juga akan bergeser lagi ke daerah dataran tinggi Sumsel atau bagian barat yakni Lubuklinggau, Empat Lawang, sebagian Lahat, Musi Rawas, OKU Selatan dan Pagar Alam.
"Meski Sumsel akan memasuki musim kemarau namun masyarakat akan menemukan kondisi cuaca di lapangan yang kontradiktif di mana wilayah Sumsel bagian pesisir timur sudah ditemukan hotspot dan mulai mengalami kekeringan namun di Sumsel bagian tengah dan Barat masih ditemukan bencana hidrometreologi basah seperti banjir dan longsor," katanya.
Kata dia, kondisi ini mungkin akan membuat masyarakat bingung dan bertanya-tanya sebenarnya Sumsel masuk musim apa. Mengapa wilayah Sumsel sudah ada yang memasuki musim kemarau tapi masih ada yang banjir dan turun hujan.
"Memasuki musim kemarau masyarakat diminta untuk terus waspada terhadap potensi kekeringan dan kebakaran hutan lahan sehingga harus menyiapkan diri mengantisipasi dampak kemarau tersebut dan jangan lupa untuk cukup minum air agar terhindar dari dehidrasi,"ujarnya.
(csb/csb)