Penghentian dan pembatasan operasional batu bara di Provinsi Jambi dilakukan berulang kali oleh Pemerintah Provinsi Jambi. Komunikolog Politik dan Hukum Nasional Tamil Selvan menyoroti kebijakan pemerintah di Jambi terkait hal itu.
Menurutnya, kebijakan pemerintah yang melakukan pembatasan hingga penghentian pengangkutan batu bara melalui jalur darat dan jalur sungai. Penghentian ini terakhir dilakukan lantaran adanya beberapa kali insiden tongkang menabrak jembatan.
Dia menilai bahwa penghentian ini merupakan salah satu bukti bahwa pemerintah daerah tidak mampu melakukan kelola teknis dalam menyelaraskan sektor investasi tambang yang ada di Jambi dengan kepentingan publik. Ia mendorong persoalan ini diambil alih oleh pemerintahan pusat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita kan jadi bingung, tambang batubara ini ada sejak puluhan tahun, kenapa baru sekarang timbul masalah dan dilakukan pembatasan pengangkutan seperti ini. Jadi jelas ini bentuk ketidakmampuan dalam mengelola. Saya kira persoalan ini perlu segera diambil alih oleh pemerintah pusat, sebab selain mengganggu iklim usaha dan investasi, tentu pasokan batubara ke PLN dan sektor dalam negeri lainnya juga terganggu," ujar Dosen Universitas Dian Nusantara ini.
Di sisi lain, pakar komunikasi politik ini melihat, kebijakan buka tutup ini rentan adanya kepentingan tertentu. Ia mewanti-wanti jangan sampai kebijakan penghentian tersebut diambil dalam rangka kepentingan politik menuju Pilkada Serentak pada Oktober 2024 nanti.
"Di satu sisi penghentian angkutan batu bara ini jelas membuat Indonesia dipandang sebagai negara yang tidak berkepastian hukum, karena perusahaan dengan segala legalitasnya yang diterbitkan oleh pemerintah pusat tetap tidak bisa beroperasi hanya karena kebijakan pemerintah daerah. Disisi lain, jangan sampai kebijakan ini hanya membuai masyarakat secara sementara guna meningkatkan kesukaan masyarakat pada pimpinan pemerintahan karena akan menghadapi Pilkada, ini yang perlu menjadi konsen pemerintah pusat," ujar pria yang akrab disapa Kang Tamil ini.
Tamil juga meminta agar Komisi 5 dan Komisi 7 DPR dapat turun tangan menyelesaikan masalah ini, dan mengambil solusi terbaik. Menurutnya penghentian sementara ini bukan solusi.
"Pak Jokowi bergiat agar investor asing mau melirik Indonesia sebagai tujuan investasinya, namun dengan tidak adanya kepastian hukum seperti ini, jangankan investor asing, investor lokal juga akan berpikir ulang. Jadi saya imbau agar kembali jalur darat dan jalur sungai dibuka, kalaupun ada hal-hal lain yang perlu menjadi perhatian khusus dari sisi pengusaha, saya kira mereka pasti ikut aturan," lanjutnya.
Lebih lanjut, Kang Tamil menyoroti produk hukum yang digunakan pemerintah provinsi Jambi untuk melakukan pelarangan tersebut yang menggunakan surat edaran. Menurut Tamil, surat edaran bukan produk hukum umum yang bisa digunakan untuk membuat aturan apalagi sampai melarang sebuah perbuatan.
"Dalam hukum, surat edaran itu bukan kategori regeling atau beschikking. Surat edaran itu sifatnya instruksi teknis suatu institusi kepada satuan kerja di bawahnya, maka tidak boleh bersifat umum apalagi sampai mengandung larangan. Maka saya kira perlu perhatian khusus dari kementerian dalam negeri terkait ini," jelasnya.
(dai/dai)