Provinsi Bangka Belitung (Babel) masuk daerah paling rawan politisasi SARA di Pemilu 2024 mendatang. Babel menduduki peringkat ketiga kerawanan paling tinggi se-Indonesia provokasi SARA di media sosial.
Data tersebut berdasarkan hasil pemetaan kerawanan pemilu 2024 terkait politisasi SARA, yang dilakukan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI. Atau bercermin dari pemilu di 2019 lalu.
"Media sosial menjadi satu tantangan dalam penyelenggaraan Pemilu 2024 mendatang. Karena menjadi media yang efektif untuk penyebarluasan informasi. Baik penyelenggara maupun peserta Pemilu menggunakan media sosial untuk mengkampanyekan masing-masing agendanya pada Pemilu 2024," jelas Ketua Bawaslu Babel, EM Osykar selaku kepada detikSumbagsel, Senin (6/11/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk tingkat pertama yakni DKI Jakarta, disusul Maluku Utara. Sedangkan urutan keempat hingga enam adalah Jawa Barat, Kalimantan Selatan, dan Gorontalo.
Bangka Belitung berada pada tingkat kerawanan ketiga paling tinggi se-Indonesia dengan skor 34,03 persen berdasarkan total kejadian untuk seluruh indikator kerawanan media sosial, baik adanya SARA, hoaks, dan ujaran kebencian di media sosial.
Sementara Kabupaten Bangka dan Kabupaten Bangka Selatan termasuk 20 besar Kabupaten dan Kota paling rawan isu kampanye negatif di media sosial, skornya 3,26 persen.
Untuk melakukan pencegahan, kata Osykar, pihaknya akan melakukan kolaborasi dengan Polda Babel dan Diskominfo.
"Bawaslu Babel akan intensif membangun kolaborasi dengan teman-teman Polda Babel dan Diskominfo untuk men-screening setiap berita yg disinyalir kuat bernilai black campaign di media sosial, salah satunya mengaktifkan patroli siber," tegasnya.
Osykar menyebutkan media sosial inilah yang juga menjadi sarana rawan terjadinya politisasi sara, hoaks, dan ujaran kebencian. Sebagaimana diketahui, media sosial menjadi instrumen yang dinilai paling efektif untuk mengkampanyekan agenda atau penyebarluasan informasi.
"Dibutuhkan beberapa langkah seperti pembentukan Satgas, membentuk bank data, mengedukasi pemilih dan masyarakat, serta melakukan patrol siber untuk mencegah potensi berkembangnya politisasi SARA, hoaks, dan ujaran kebencian di media sosial," tambahnya.
(des/des)